Isu Konspirasi Virus Corona, Hoax Berbalut Sains Palsu
Dari yang meremehkan penyakit infeksi, hingga yang takut berlebihan dengan bumbu-bumbu teori konspirasi mewarnai wabah virus corona terbaru yang bernama 2019-nCoV. Virus ini merupakan virus dengan susunan rantai deoxyribonucleic acid (DNA) yang baru ditemui dibandingkan virus corona yang sebelumnya beredar.
2019-nCoV dapat menyebabkan pneumonia yang sangat menular yang menginfeksi saluran pernapasan. Penyakit infeksi sebagaimana 2019-nCoV selalu menyebar dengan sangat cepat.
Pada saat kita bersin, terjadi pelepasan jutaan kuman yang ada di dalam system pernapasan kita ke udara bebas di sekitar. Itulah mengapa penyakit bisa menular dengan mudahnya berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain hanya karena menghirup udara yang telah terkontaminasi kuman penyakit.
Pada saat suatu penyakit bisa ditularkan lewat bersin, maka orang tersebut bisa menyebarkan minimal 100.000 droplet (partikel air kecil) yang mengandung jutaan virus sejauh 3,5 meter ke udara, dan kuman dari droplet tersebut dapat bertahan hingga 48 jam pada kenop pintu, remote control TV atau pegangan tangan, lalu bisa menularkan pada anda ketika kita menyentuhnya.
Virus dapat dengan cepat memasuki tubuh, menggunakan sel tubuh sebagai tuan rumah (host) untuk berkembang menjadi jutaan replikasi virus. Ketika kita tertular sakit, jumlah virus sangat banyak hingga imunitas tubuh kewalahan melawan.
WHO telah menyatakan wabah 2019-nCoV sebagai darurat global yang menjadi perhatian internasional. Artinya, saat ini risikonya sangat tinggi baik di tingkat regional (China), juga di tingkat global. Hingga artikel ini ditulis, 2019-nCoV bertanggung jawab atas 361 kematian di China dan 1 kematian di Philipina, dengan 45 kematian baru dilaporkan dalam periode 24 jam sebelumnya, dan 17.387 infeksi di seluruh dunia.
Oleh karena itu, argumen yang mengatakan bahwa senjata biologis dengan menggunakan virus sangatlah tidak dimungkinkan dalam kasus ini. Karena di mana-mana yang namanya senjata harus bisa dikendalikan oleh penciptanya agar tidak terjadi yang namanya 'senjata makan tuan'.
Sementara, virus menginfeksi dengan random, tidak bisa pilih-pilih korban. Siapa saja bisa terkena, entah itu musuh ataupun pembuatnya sendiri. Bahkan dilaporkan ada beberapa korban dari kalangan medis yang tengah merawat pasien korban virus ini di China.
Kita hidup di jaman technology sequencing, di mana 'membaca' genom (urutan nukeutid lengkap suatu organisme) dari manusia hingga virus sangat dimungkinkan. Termasuk virus 2019-nCoV yang merupakan ribonucleic acid (RNA) virus sudah bisa dibaca lengkap rantai RNA nya.
China bergerak cepat 'membuka' seluruh genom virus ini dari awal mula wabah, yaitu langsung di-publish di tanggal 8 Desember tahun lalu di GenBank. Dan segera setelahnya ilmuwan di beberapa negara melakukan sequencing pada penderita yang masuk di negara mereka, sehingga didapatlah 32 virus 2019-nCoV yang saat ini seluruh rantai RNA nya dapat dibaca dan dibandingkan sebagai referensi.
Berdasarkan perbandingan dari rantai RNA, 32 virus 2019-nCoV bisa dikata nyaris 100% identik, yang artinya virus ini belum sempat berevolusi lama. Dengan kata lain baru menyebar di populasi manusia tidak lebih dari dua bulan, namun dengan cepat menyebar ke penjuru dunia. Syukurlah, banyak negara yang dengan cepat mengkarantina yang tertular demi mencegah persebarannya.
Jadi sebelum Desember 2019, virus 2019-nCoV diduga hinggap di hewan sebagai inang, yang tidak berbahaya bagi hewan tersebut. Namun, kontak manusia dengan hewanlah yang memungkinkan perpindahan dari hewan ke manusia.
Teori Konspirasi Yang Tidak Masuk Akal
Jangan mudah percaya teori konspirasi yang mengatakan virus corona adalah 'virus buatan'. Apakah bisa virus dibuat? Manusia tidak bisa membuat virus. Atau maksudnya direkayasa agar virusnya bermutasi? Istilahnya 'genetically engineered virus'.
Apakah ada kaitan dengan 'konspirasi senjata biologis' atau 'konspirasi big farma untuk membuat vaksin'?
Hoax konspirasi tentang virus 2019-nCoV sangatlah tidak masuk akal dari sisi genetik.
2019-nCoV dari sisi genetik memiliki kemiripan urutan genetik dengan sampel virus lain, misal SARS-CoV (79,5%) dan koronavirus kelelawar (96%) (Peng Zhou, 2020). Sehingga 2019-nCoV di Wuhan masuk dalam kategori coronavirus sebagaimana SARS-CoV di tahun 2003.
Maka, hoax yang mengatakan bahwa 2019-nCoV hasil persilangan virus measles dengan mumps yang beredar sangat tidak masuk akal. Karena measles dan mumps masuk family virus 'Paramyxoviridae' yang memiliki genom 15–19kb, sedangkan coronavirus masuk family 'Coronaviridae' dengan genom rantai lebih panjang 26 – 32kb. Jadi secara genetika jelas tidak mungkin.
Sedangkan SARS itu banyak variannya, maka apabila dicari di situs pencarian akan bertemu banyak pembahasannya. Akan tetapi 2019-nCoV adalah jenis SARS dengan susunan rantai RNA yang baru dan berbeda dari sebelum-sebelumnya.
2019-nCoV juga bukanlah modifikasi dari SARS-CoV yang menghebohkan dunia tahun 2003 lalu. Karena tingkat kemiripan genom rantai RNA 2019-nCoV dengan SARS-CoV hanya 79.5% artinya perlu modifikasi besar-besaran yang sama sekali inefektif dan tidak masuk akal secara genetik untuk dilakukan.
Sedangkan paten SARS yang beredar di banyak media adalah paten untuk terapi SARS-CoV tahun 2003 yang lebih berbahaya. SARS-CoV memiliki risiko tingkat kematian 11%, sedangkan 2019-nCoV lebih rendah, yaitu 2%.
Logikanya, untuk apa susah payah memodifikasi virus yang lebih ganas menjadi lebih 'jinak' jika tujuannya untuk senjata biologis? Tidak masuk akal kan?
Begitu juga dengan hoax konspirasi Big Farma untuk jualan vaksin. Data seluruh rantai genetik 2019-nCoV semua available ke publik, bisa dibaca siapa saja sehingga dimungkinkan meneliti pembuatan vaksin oleh siapa saja. Jadi bagaimana ceritanya Big Farma mau memonopoli dan membuat konspirasi?
Saat ini yang aktif meneliti pembuatan vaksin untuk 2019-nCoV ada 3 negara, tidak hanya Big Farma tetapi juga akademisi, diantaranya Amerika, China dan Australia (University of Quensland). Dan mungkin akan bertambah lagi.
Khabar baiknya, ilmuwan Australia beberapa hari yang lalu mengumumkan penemuan mereka terhadap antibodi virus ini dari tes sampel pasien. Penemuan ini akan membantu penilaian efektivitas uji klinis vaksin, sekaligus menguji pasien yang dicurigai dengan 2019-nCoV. Mudah-mudahan 2019-nCoV bisa segera dicegah penyebarannya.
Artikel Lainnya
-
77514/03/2023
-
33004/06/2024
-
26407/11/2023
-
Literasi dan Masa Depan Demokrasi Politik
10221/11/2024 -
Etika Al-Ghazali: Mencapai Kebahagiaan di Akhirat
100622/05/2022 -
180104/03/2021