Berdansalah, Kerja Ini Tidak Mengenal Waktu

Berdansalah, Kerja Ini Tidak Mengenal Waktu 10/01/2025 313 view Lainnya Ilustrasi: Agil Hafiz

Di tengah tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi, kesehatan mental pekerja menjadi isu yang penting untuk diperhatikan. Lagu dari Hindia, Berdansalah, Karir Ini Tak Ada Artinya, menggambarkan betapa mudahnya seseorang terjebak dalam ambisi karir hingga melupakan pentingnya keseimbangan hidup.

“Berdansalah, kau raja dunia. Karir ini tak ada artinya” penggalan lirik lagu Berdansalah, Karir Ini Tak Ada Artinya oleh Hindia. Lagu ini menjadi kritik bagi manusia yang sering kali penuh ambisi dalam dunia kerja sehingga mereka lupa untuk menikmati hidup. Lagu ini juga menjadi bentuk ekspresi ingin bersenang-senang di tengah frustasi atau keputusasaan yang acapkali dirasakan oleh para pekerja. Fenomena ini tidak hanya dirasakan dalam lirik lagu, tetapi juga tercermin dalam berbagai riset dan data mengenai stress kerja dan gangguan kesehatan mental yang dialami oleh pekerja.

Pada 2017, menurut Kementerian Kesehatan RI, sebanyak 60,6% pekerja di industri kecil dan menengah mengalami depresi dan sebanyak 57,6% pekerja mengalami insomnia. Kemudian World Health Organization (WHO) pada 2019 menyebutkan bahwa 15% orang dewasa umur pekerja mengalami gangguan kesehatan mental. Data lain juga menyebutkan 48% karyawan mengatakan bahwa kesejahteraan mental mereka menurun pada 2022, dan 28% lainnya merasa sengsara di tempat kerja.

Di Indonesia pada 2023, sebanyak 39,52% orang bekerja selama 35 sampai 48 Jam per Minggu, dengan asumsi rata-rata jam kerja 5 sampai 7 Jam per hari dalam 5 hari kerja. Lalu sekitar 25,14% pekerja bekerja 49 jam bahkan lebih per minggu, yang memungkinkan pada penurunan tingkat produktivitas dan kesehatan mental pekerja.

Kesehatan mental bagi pekerja menjadi penting dan perlu mendapat perhatian khusus. Masalah kesehatan mental yang terjadi di tempat kerja berkaitan dengan tingkat produktivitas. Adapun penyebab dari menurunnya tingkat kesehatan fisik atau mental bagi pekerja dikarenakan adanya jam kerja yang lebih panjang dan beban kerja berlebihan. Kesehatan mental pekerja berpengaruh pada kinerja dan produktivitas, sehingga menciptakan kompetisi yang tidak sehat.

Menurut studi jurnal yang berjudul Beban Kerja dan Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan, beban kerja yang tidak sesuai dengan hasil yang didapatkan tersebut menimbulkan stress kerja dan berpengaruh pada kinerja karyawan. Jika stress kerja yang diakibatkan oleh beban kerja ini dibiarkan dalam jangka waktu yang lama, maka kinerja pekerja akan semakin memburuk. Pekerja yang mengalami stress kerja akan kesulitan dalam berpikir, mengalami gangguan kesehatan fisik dan mental. Berujung kepada ketidakmampuan pekerja untuk menyelesaikan tanggung jawab kerja dengan baik. Beban kerja yang tidak seimbang dengan kapasitas pekerja juga dapat mengurangi motivasi dan komitmen mereka dalam bekerja.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Takami Tomohiro yang berjudul A Case Study on Overwork-related Mental Disorders in Japan: Focusing on Young Employees menjelaskan melalui tiga kasus utama bahwa jam kerja panjang dan beban kerja berlebih mempengaruhi kesehatan mental pekerja. Riset tersebut membagi pekerja dalam ketiga kelompok sesuai umur, pengalaman kerja, dan gangguan kesehatan mental yang muncul. Kelompok pertama adalah pria berusia 20 sampai 29 tahun dengan pengalaman kerja 1 sampai 3 tahun. Para pekerja di kelompok tersebut mengalami stress dikarenakan beban kerja yang berlebih, kurang tidur akibat jam kerja yang panjang, dan kesulitan beradaptasi dengan pekerjaan. Kelompok kedua melibatkan perempuan berusia 30 sampai 39 tahun dengan pengalaman kerja 4 sampai 9 tahun. Mereka merasakan kecemasan berlebihan yang diakibatkan oleh adanya tanggung jawab pekerjaan yang terlalu besar. Terutama bagi mereka yang menjadi kepala atau ketua dalam struktur perusahaan. Kelompok ketiga mencakup pria berusia 30 sampai 39 tahun dengan pengalaman kerja sekurangnya 10 tahun. Mereka merasakan penurunan kesehatan mental ketika mendapatkan suatu keadaan diluar kekuasaan mereka, seperti mutasi kerja, stagnasi karir, dan menghadapi deadline yang ketat.

Perusahaan dengan orientasi profit di masa sekarang tentunya ingin mendapatkan pendapatan sebesar besarnya dengan biaya produksi yang serendah rendahnya, agar mereka mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Biaya produksi yang ditekan biasanya adalah upah karyawan yang ditekan habis-habisan, tetapi dengan tuntutan atau beban kerja yang besar. Hal tersebut dilakukan agar tingkat produktivitas dari produksi suatu barang tetap mencapai target tetapi dengan biaya produksi yang lebih kecil. Adanya eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan bisa terjadi karena perusahaan berhasil memanfaatkan celah regulasi yang telah dibuat pemerintah negara.

Negara sebagai pemangku kebijakan harus mengatur ini dalam suatu kebijakan. Negara seharusnya bisa menciptakan lingkungan kerja yang berdasarkan pada moralitas dengan pendekatan yang lebih berkemanusiaan. Joseph Stiglitz dalam tulisannya menyatakan bahwa sumber dari kekayaan yang berkelanjutan dari suatu negara bukan berasal dari negara yang melakukan atau mendukung adanya praktik eksploitasi sumber daya alam dan manusia, tetapi dari kecerdasan dan kerja sama antar manusia, yang difasilitasi oleh pemerintah. Maka dari itu, adanya kebijakan dan fasilitas dari pemerintah yang berdasar pada moralitas menjadi penting untuk menghadapi degradasi kesehatan mental yang diakibatkan oleh beban kerja berlebihan dapat diatasi. Ketika perusahaan mematuhi dan mengadopsi kebijakan pemerintah maka kesejahteraan pekerja dapat meningkat yang pada akhirnya juga berpengaruh pada tingkat produktivitas perusahaan.

Kesehatan mental para pekerja menjadi isu penting yang harus mendapat perhatian serius, beban kerja berlebihan dan jam kerja yang panjang menjadi sumber penurunan kesehatan mental, seperti munculnya stress, kesulitan beradaptasi, kecemasan berlebih, serta kurangnya jam tidur karena jam kerja yang panjang. Munculnya penurunan atau gangguan kesehatan mental tersebut berdampak pada kinerja karyawan yang pada ujungnya juga berdampak pada tingkat produktivitas perusahaan. Maka dari itu, penting untuk perusahaan memperhatikan tingkat kesejahteraan pekerja agar tingkat produktivitas tetap terjaga. Selain itu, Negara sebagai otoritas tertinggi perlu mengatur kebijakan yang mendukung adanya lingkungan kerja yang sehat secara fisik dan mental, dengan berdasar pada moralitas. Kebijakan tersebut dapat menciptakan keseimbangan antara produktivitas, ekonomi perusahaan, dan kesejahteraan pekerja.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya