Asyiknya Gabung Komcad
“Komcad ini bukan wajib militer.”
Demikian Wakil Menteri Pertahanan RI, Sakti Wahyu Trenggono, mencoba menjelaskan program yang diinisiasi oleh kementeriannya bernaung sembari berharap mampu meluruskan gonjang-ganjing di tengah masyarakat tentang pendidikan militer untuk sipil (Detik.com, 16/08/20).
Komcad, alias Komponen Cadangan, merupakan komponen dari skema bela negara, di belakang TNI yang merupakan komponen utama pertahanan negara. Program ini sedang diupayakan Kementerian Pertahanan bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan menjadikan mahasiswa sebagai sasaran utamanya.
Konsep kasarnya, nanti mahasiswa peserta Program Bela Negara akan menjalani pendidikan militer selama satu semester. Ganjaran tertulisnya berupa nilai, yang bakal dimasukkan ke dalam SKS yang diambil. Kalau benefit yang tidak tertulis, antara lain dijanjikan sebagai berikut: melatih kepemimpinan, memicu kreativitas dan inovasi, merawat rasa cinta terhadap bangsa dan negara, plus berhak atas titel “perwira cadangan”.
Informasi terbaru dari Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam, program yang berisi pendidikan militer ini sifatnya sukarela. Justru, merujuk ke UU Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) untuk Pertahanan Negara, menjadi Komcad predikatnya bukan wajib militer, melainkan “hak militer”. Sebab inilah bentuk hak kita sebagai warga negara (Medcom.id, 21/08/20).
Fungsi dan Hak Lain Komcad
Saya penasaran mengetahui hal konkret apa yang akan dilakukan Kemhan dengan armada Komcad yang diimpikannya. Menjadi solusi atas ancaman militer? Rasa-rasanya, tentara kita masih mampu menanggulanginya.
Buktinya, salah satu anekdot yang dipopulerkan Gus Dur, tentang tentara Indonesia yang paling berani dibandingkan tentara Amerika dan Jepang karena begitu bernyali menolak perintah presidennya untuk berenang bersama ikan hiu masih “gerrr” di masa kini. Artinya, lelucon itu lebih kurang masih relevan dalam menggambarkan angkatan bersenjata Indonesia yang tak gentar dengan kekuatan yang jauh lebih besar darinya.
(Mohon kerja sama rekan-rekan sekalian untuk berkenan mencari sendiri anekdot versi lengkapnya di internet, karena saya lebih suka dipanggil “sayang” oleh orang yang saya cintai daripada dipanggil pihak berwajib)
Sementara kalau berharap angkatan Komcad mampu mempengaruhi dunia lewat industri kreatif berbekal ragam seni dan budaya yang kita miliki, seperti Korea Selatan dengan K-Pop-nya yang dicontohkan oleh Pak Sakti, saya malah ragu. Sebab image pasukan berseragam yang berjoget di Indonesia masih kental sekali dengan nama Norman Kamaru. Ia seorang mantan polisi. Itu pun jogetnya joget India, bukan tari Saman, Kecak, apalagi Reog.
Namun ternyata dari hasil penelusuran saya, armada Komcad bakal langsung terserap untuk satu tugas negara yang mendesak. Setelah diserahi tanggung jawab oleh Presiden Joko Widodo untuk menggarap program lumbung pangan (food estate) di Provinsi Kalimantan Tengah, Kemhan nyatanya butuh sumber daya yang lebih banyak di samping mengerahkan prajurit TNI. Nah, rekrutmen Komcad-lah yang bakal menjadi penyokongnya.
“Komponen cadangan juga bisa digunakan yang pertama yang direkrut dan seleksi menjadi komcad sesuai dengan undang-undang 23 tahun 2019 (UU PSDN) itu bisa dimanfaatkan terlibat dalam pengelolaan pertanian pangan kita,” jelas Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak (KBR.id, 10/07/20).
Asyik banget lah menjadi mahasiswa Indonesia dalam beberapa tahun ke depan. Selain bisa mengikuti program Kampus Merdeka – yang sangat mungkin menyumringahkan korporasi karena bisa mendapatkan kontribusi dari para mahasiswa dengan upah tidak seberapa atau bahkan cuma-cuma hingga tiga semester, rekan-rekan mahasiswa yang menjadi Komcad juga berpotensi terlibat dalam perusakan habitat orang utan serta perluasan konflik agraria (Pusaka.or.id, 14/06/20).
Di Konferensi Tentara Keamanan Rakyat, 12 November 1945, Jenderal Soedirman memang pernah berpesan, “Negara Indonesia tidak cukup dipertahankan oleh tentara saja, maka perlu sekali mengadakan kerja sama yang seerat-eratnya dengan golongan serta badan-badan di luar tentara.”
Sejarah pelatihan militer untuk sipil di Indonesia sendiri muncul beriringan dengan sejarah republik ini dalam berjuang meraih kemerdekaan. Di masa tersebut, sikap dan prinsip rakyat yang angkat senjata melawan penjajah adalah hal yang biasa. Praktis, selain termaktub dalam peraturan tertulis, doktrin negara untuk memperbantukan warga sipilnya sebagai alat keamanan telah menghegemoni dan sangat mungkin menciptakan rasa malu, sungkan, apalagi takut untuk menolaknya.
Yang perlu masyarakat sipil sadari, bahwa selain memiliki hak untuk membela negara dengan ambil bagian di Komcad, kita sejatinya juga memiliki hak lain: conscientious objection. Mengutip Simamora (2014) dalam artikel ilmiahnya berjudul Hak Menolak Wajib Militer: Catatan atas RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara, conscientious objection adalah hak seseorang untuk menolak berpartisipasi dalam peperangan atau bergabung dalam pasukan militer karena alasan moral atau agama.
Kalau benar Komcad ini hanya bersifat sukarela, maka hak kita untuk menolak terlibat karena dirasa melanggar nilai-nilai yang kita anut seharusnya juga harus dihormati oleh negara dan komponen-komponennya.
Artikel Lainnya
-
209308/11/2019
-
255722/03/2021
-
57404/05/2024
-
Catatan Redaksi: Merdeka 100 persen
166817/08/2020 -
Sheila On 7: Eksistensialisme dalam Nada dan Ketulusan
24407/12/2024 -
Catatan Redaksi: Memorabilia Kepengurusan E-KTP
141910/07/2020
