Akankah Buku Konvensional Tersingkirkan?

Ibu Pekerja
Akankah Buku Konvensional Tersingkirkan? 17/02/2021 1331 view Lainnya pexels.com

Di era digital ini segala sesuatu dapat diperoleh dengan mudah. Baik barang maupun jasa dapat diperoleh hanya dengan menggunakan satu aplikasi. One stop shopping, mungkin bisa dikatakan seperti itu. Tanpa perlu keluar rumah sehingga menghemat waktu dan biaya juga.

Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak konsumen yang merasa dirugikan dengan layanan seperti ini. Tidak teliti ketika membaca deskripsi barang, tidak mengerti dengan bahan yang digunakan, ataupun kesalahan berasal baik dari pihak penjual ataupun pihak pengirim barang.

Begitu juga dengan pengetahuan. Apapun bisa kita peroleh melalui dunia maya. Kita tinggal menuliskan apa yang ingin kita ketahui di mesin pencari, puluhan judul akan keluar.

Hampir semua surat kabar memiliki surat kabar online. Ratusan judul buku yang bisa diunduh secara gratis ataupun berbayar tersedia diinternet.

Berbagai aplikasi seperti Webtoon, Noveltoon atau Kindle, tidak ketinggalan Ipusnas suatu aplikasi perpustakaan digital nasional yang menyediakan buku pengetahuan yang bisa dibaca dengan cuma-cuma. Masyarakat semakin dimudahkan untuk memperoleh hiburan dan pengetahuan.

Berbagai macam keuntungan yang dapat diperoleh dari mengkoleksi buku digital. Lebih mudah untuk dibawa kemana saja. Membawa 10 buku hanya dalam satu genggaman. Tidak diperlukannya ruangan khusus untuk meletakkan berbagai koleksi buku.

Tidak perlu menyediakan waktu khusus untuk menjemur buku atau “mengangin-anginkan” buku agar lembarannya tidak lembab dan menguning. Belum lagi rayap yang melahap buku dalam artian sebenarnya.

Penulis buku digital juga bisa lebih mudah menerbitkan bukunya sehingga pembaca bisa mendapatkan ilmu dari penulis yang belum beruntung untuk menerbitkan bukunya.

Bagi orang-orang yang belum memiliki keberanian mengirimkan tulisannya ke penerbit karena takut ditolak juga bisa menerbitkan buku digitalnya. Mereka hanya mengiklankan tulisannya dalam bentuk format pdf.

Dari segi biaya, pembaca buku digital juga bisa membeli berbagai jenis judul buku tanpa harus mengeluarkan biaya sebesar membeli buku konvensional, bahkan ada yang dapat diperoleh dengan cuma-cuma. Dari sisi lingkungan, polusi limbah bahan kimia dari percetakan berkurang.

Limbah dari buku-buku lama yang tidak digunakan lagi atau tidak menarik lagi untuk dibaca. Penggunaan bahan baku kertas yang berasal dari Hutan Tanam Industri, semakin tinggi permintaan pasar akan bahan baku kertas tidak tertutup kemungkinan akan mempengaruhi luasan hutan alam karena peralihan fungsi lahan dari hutan alam menjadi Hutan Tanam Industri.

Dari sisi tenaga kerja, jika satu persatu percetakan ditutup, maka lahirlah kelompok pengangguran yang baru, dan semakin jarang kita temui anak-anak yang menjajakan surat kabar dilampu merah.

Terlepas dari berbagai kemudahan dan keuntungannya akankan buku konvensional ditinggalkan? Bagaimana nasibnya dimasa depan? Apakah buku konvensional akan benar-benar hilang dari peredaran? Mungkin tidak dalam waktu dekat.

Kenapa? karena Indonesia memiliki banyak pulau kecil masih belum bisa mengakses internet dengan mudah. Jangankan di desa, terkadang di kota juga masih terkendala dengan jaringan internet yang tidak stabil.

Masalah ini menjadi PR bagi pemerintah untuk meningkatkan layanan jaringan internet yang lebih luas dan lebih mudah. Selain itu juga, kemampuan untuk memiliki gawai yang memadai juga masih sulit bagi sebagian kecil mayarakat Indonesia.

Beberapa jenis buku yang tidak akan lekang oleh jaman adalah buku-buku pelajaran sekolah, buku pendamping pembelajaran. Buku-buku yang tidak memiliki daya saing yang tinggi, akan terus dicetak.

Sebagian besar penerbit lebih memilih menerbitkan buku yang laris manis dipasaran sepeti buku novel, komik ataupun motivasi.

Bagaimana dengan buku anak-anak? Bukankah biasanya anak-anak lebih menyukai gambar bergerak dan cerita yang diisi dengan bermacam suara mengikuti tokoh yang diceritakan? Betul sekali, anak-anak lebih menyukai cerita yang memiliki suara.

Beberapa tahun belakang ini penerbit juga telah menciptakan inovasi seperti buku yang memiliki fasilitas yang bisa memgeluarkan suara-suara hanya dengan menyentuhkan pena khusus ke gambar yang ada di halaman buku.

Buku seperti itu bukan hanya meningkatkan ketertarikan anak terhadap buku, tapi juga bisa meringankan tugas orang tua dalam bercerita. Ingat ya, bukan menggantikan hanya meringankan.

Konvensional atau digital memiliki pangsa konsumennya masing-masing. Jika memilih untuk menghemat tempat, biaya atau kemudahan dalam membawa buku kemana saja mungkin orang akan memilih buku digital.

Jangan lupa bagi penikmat buku digital, menjaga jarak baca dan pengaturan pencahayaan gawai harus diperhatikan agar tidak merusak mata dan kesehatan dimasa yang akan datang.

Kekurangan penikmat buku digital adalah siap-siap untuk kecewa jika sedang seru-serunya membaca buku, tiba-tiba baterai gawai ngedrop dan mati. Selain itu tidak bisa dengan mudah untuk mendapatkan tanda tangan si penulis.

Bagi penikmat buku konvensional seperti saya, bisa membaca dimana saja tanpa perlu khawatir kehabisan baterai. Lebih menikmati warna warni buku yang menghiasi lemari buku dan berantakannya rak-rak buku.

Lebih bisa menikmati harumnya lembaran-lembaran buku yang baru dibuka bungkus plastiknya. Lebih menikmati berjalan-jalan di lorong antara rak di toko buku sembari sekali-kali melirik dan membaca sinopsis buku lain.

Sama halnya dengan penikmat digital, ancaman kerusakan mata juga mengintai jika tidak memperhitungkan jarak baca atau pencahayaan. Hanya saja kita harus menyediakan waktu dan ancaman berkurangnya tabungan demi memuaskan hobi membaca.

Semoga dengan segala kemudahan dan kenyamanan itu, minat baca masyarakat dan anak-anak Indonesia menjadi semakin meningkat.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya