Trump dan Masker Politiknya

Dosen Komunikasi
Trump dan Masker Politiknya 11/10/2020 1606 view Politik www.thedailybeast.com

Tidak ada yang pernah sebahagia ini sambutan publik akan korban positif virus SARS-COV2, selain kabar yang datang dari calon presiden petahana Donald Trump.

Tentu saja itu hanyalah kebahagiaan politik semata, tidak ada sangkutan dengan rasa kemanusiaan seseorang. Terlebih, Partai Republik sejak awal Pandemi telah memosisikan diri dengan jernih. Rasanya tepat publik mencibir akibat sikap acuhnya terhadap protokol kesehatan.

Awalnya, banyak pihak yang menebak semenjak Trump dinyatakan positif sikapnya akan bergeser. Jelas, Trump menjalani perawatan serta menggunakan masker di tengah kegiatannya. Istri beserta staf dan ajudannya juga nampak serupa. Sayangnya, fenomena ini bagaikan bulan di langit Lulea, sekejap saja Trump dan koalisinya kembali menafikan bahaya COVID-19.

Lalu, mengapa Trump mempolitisasi pandemi? Apakah sikap ingkar terhadap virus yang menjangkitnya hanya bentuk dari konsistensi politiknya?

Komunikasi Krisis dan Darurat

Setelah terjadinya krisis kesehatan publik AS pada tahun 2001, Centers for Disease Control (CDC) menerbitkan buku panduan yang harus dilakukan saat resiko krisis dan darurat dengan nama Crisis Emergency Risk Communication (CERC). Buku CERC pada dasarnya adalah pedoman berkomunikasi dalam keadaan resiko krisis dan darurat besar mengenai kesehatan publik. Semuanya ditulis berdasarkan pengalaman kegagalan komunikasi kesehatan AS menghadapi Anthrax.

Glen Nowak, salah seorang anggota CDC sekaligus penulis kontributor CERC, menyatakan bahwa ada satu aturan penting dalam mengelola komunikasi. Dalam keadaan krisis –krisis kesehatan publik, “The most important role” dalam tindakan preventif kebingungan massa adalah hanya memiliki 1 orang sebagai juru bicara kesehatan.

Juru bicara kesehatan harus memiliki kriteria spesifik sebagai representatif primary voice dan satu wajah. CERC tertulis juru bicara kesehatan harus akrab dan terlibat dengan pengetahuan kesehatan, dapat menjelaskan dengan jelas dan nyaman (tidak ragu atau terbata-bata).

Dalam komunikasi krisis dan darurat, seorang komunikator setidaknya mengindahkan desain pesannya untuk mengatur (setting), membina (guiding), dan mengelola ekspektasi publik (managing expectations). Juru bicara kesehatan juga perlu memaparkan apa yang tidak atau belum diketahui, tidak hanya informasi yang telah diketahui. Intinya, juru bicara haruslah memiliki citra trustworthy dan kredible.

Oleh karena itu, juru bicara kesehatan dalam keadaan krisis kesehatan publik harus terpisah dan menjauhkan diri dari afiliasi politik manapun. Juru bicara yang tidak melekat dengan ikatan politik akan dipercaya, serta keterkaitan politik hanya akan diterima oleh pendukung politik terkait dan ditolak oleh lawan politiknya.

Partai Republik VS Everybody

Louie Gohmert, anggota Kongres dari Partai Republik, kerap menolak untuk menggunakan masker. Sampai setelah akhirnya ia dinyatakan positif terjangkit COVID-19, ia justru mengungkap bahwa hal itu disebabkan karena ia meggunakan masker. Pada tanggal 3 April di White House, Trump membuat pernyataan, “I don’t think I’m going to be doing it … I don’t know,... I think wearing a face mask as I greet presidents, prime ministers, dictators, kings, queens. I don’t know, somehow I don’t see it for myself. I just, I just don’t.”.

Dua pemuka politik partai Republik secara terang benderang menunjukkan posisinya dalam melihat COVID-19 sebagai pandemi. Hal ini berbanding terbalik dengan kampanye kesehatan yang dilakukan oleh Partai Demokrat.

Peter Chin-Hong, profesor kedokteran di University of California, mengatakan bahwa peran Trump sebagai Presiden yang membentuk simbol yang tidak mengenakan masker telah mengejawantah menjadi metafora yang kuat dalam dirinya sendiri. Peter mengatakan, menggunakan masker telah menjadi simbol afiliasi politik di AS.

Hal Ini diperkuat dan bahkan didorong oleh para pemimpin dari kedua partai politik, yang memakai topeng adalah Partai Demokrat dan yang menantang adalah Partai Republik. Kampanye penerapan kesehatan bukan justru menjadi tindakan pencegahan tambahan, justru dipandang sebagai serangan terhadap kebebasan pribadi (personal liberty), dan menggunakan masker menjadi simbol hilangnya kebebasan.

Seorang pakar yang lain, Gorana Grgic, seorang dosen dari US Studies Centre di Universitas Sydney, mengatakan bahwa Trump menandakan beberapa hal dengan tidak mengenakan masker. Masyarakat yang menentang mengenakan masker lebih cenderung menjadi pemilih yang konservatif dan lebih mungkin menjadi pendukung Trump. Kebanyakan Republikan mengikuti jejak Trump; enggan mengenakan topeng, mengatakan bahwa tampaknya tidak tepat untuk mengenakan masker saat dinas di White House.

Penutup

Debat capres kedua akan berlangsung di Adrienne Arsht Center for the Performing Arts di Miami, Florida, pada 15 Oktober. Namun, Kamis (8 Oktober waktu setempat) lalu, Trump secara tegas menyatakan bahwa ia tidak akan menghadiri debat yang rencananya akan dilakukan secara daring. Trump menyatakan bahwa ia tidak mau membuang-buang waktunya untuk duduk di hadapan layar komputer untuk beradu dengan Joe Biden.

Trump sendiri telah diketahui kembali beraktifitas tepat setelah 8 hari diketahui positif, dan hanya sempat melakukan perawatan selama 7 hari saja. Pakar medis telah memperingatkan Trump mengenai bahaya komplikasi kesehatan yang dapat dialami oleh pasien yang telah sembuh dari COVID-19, namun Trump sejak awal telah mengabaikan seluruh data ilmiah. Jadi, mari kita tunggu saja sampai debat capres kedua terselenggara. Apakah make America great again atau crisis again?

Referensi:

Tasha Wibawa, Coronavirus Masks are Political in US Donald Trump Rejects Them. ABC Net.

Tara McKelvey, Coronavirus: Why are Americans So Angry about Masks? BBC News.

John T. Bennet. ‘Not acceptable to us’: Trump refuses to take part in virtual second debate with Biden. MSN News.

VOX. Why face masks became political in the US

https://www.youtube.com/watch?v=Za6JtPhscxE&t=99s

Oliver Holmes. What Donald Trump Has Said About COVID-19 A Recap. The Guardian.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya