Timnas Indonesia di Persimpangan Konflik Geopolitik: Peluang dan Tantangan di Kualifikasi Piala Dunia 2026

Mahasiswa
Timnas Indonesia di Persimpangan Konflik Geopolitik: Peluang dan Tantangan di Kualifikasi Piala Dunia 2026 24/06/2025 269 view Politik Pinterest

Sepak bola Indonesia sedang berada di titik krusial dalam perjalanan menuju Piala Dunia 2026. Timnas Indonesia, yang kini dilatih oleh Patrick Kluivert, berhasil mencatatkan sejarah dengan lolos ke putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia setelah menyingkirkan China dengan kemenangan tipis 1-0 di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada 5 Juni 2025. Namun, di tengah euforia ini, sebuah isu geopolitik yang melibatkan Iran mengemuka dan berpotensi mengubah dinamika kualifikasi, membawa dampak signifikan bagi perjuangan Skuad Garuda.

Iran, yang telah memastikan tiket ke putaran final Piala Dunia 2026 sebagai juara Grup A zona Asia, kini menghadapi ancaman serius untuk dicoret dari turnamen akibat konflik geopolitik yang memanas di Timur Tengah. Ketegangan antara Iran dan Israel, yang diperparah oleh sanksi ketat Amerika Serikat salah satu tuan rumah Piala Dunia 2026 bersama Kanada dan Meksiko terhadap warga negara Iran, menjadi sorotan utama. Kebijakan imigrasi AS yang melarang warga Iran masuk ke wilayahnya menimbulkan keraguan apakah timnas Iran, termasuk pemain, pelatih, dan ofisial, dapat berpartisipasi dalam turnamen tersebut.

Situasi ini semakin rumit dengan eskalasi konflik yang terjadi sejak pertengahan Juni 2025, ketika Israel dilaporkan menyerang situs nuklir Iran, menewaskan beberapa jenderal dan ilmuwan nuklir. Iran membalas dengan serangan rudal, salah satunya menghantam wilayah Israel utara, menyebabkan korban sipil. Konflik ini tidak hanya mengguncang stabilitas kawasan, tetapi juga berdampak pada dunia olah raga, khususnya sepak bola, karena FIFA kini berada di bawah tekanan diplomatik untuk mengambil keputusan terkait keikutsertaan Iran.

Pencoretan potensial Iran dari Piala Dunia 2026 membuka peluang baru bagi tim-tim Asia lainnya, termasuk Indonesia. Jika FIFA memutuskan untuk mencoret Iran, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) berpotensi mendapatkan tambahan kuota untuk wakil Asia di turnamen tersebut. Hal ini bisa menjadi keuntungan bagi Timnas Indonesia, yang saat ini berjuang di putaran keempat kualifikasi melawan tim-tim kuat seperti Arab Saudi, Irak, Oman, Qatar, dan Uni Emirat Arab.

Namun, peluang ini tidak datang tanpa tantangan. Indonesia berada di "grup neraka" pada putaran keempat, yang akan digelar pada 6-14 Oktober 2025. Keenam tim yang lolos dibagi menjadi dua grup, masing-masing berisi tiga tim, dengan hanya juara grup yang otomatis lolos ke Piala Dunia, sementara runner-up harus melalui play-off. Catatan head-to-head Indonesia melawan lawan-lawannya menunjukkan hasil beragam. Misalnya, melawan Qatar, Indonesia hanya mencatat satu kemenangan dalam sembilan pertemuan, yakni pada Piala Asia 2004 (2-1). Namun, melawan Arab Saudi, Indonesia menunjukkan performa lebih baik dengan hasil imbang 1-1 dan kemenangan 2-0 di putaran ketiga.

Konflik Iran-Israel juga memengaruhi penyelenggaraan kualifikasi. AFC telah menetapkan Qatar dan Arab Saudi sebagai tuan rumah putaran keempat, tetapi eskalasi konflik di Timur Tengah memunculkan kekhawatiran tentang keamanan. Pangkalan udara terbesar AS di Qatar dilaporkan waspada terhadap potensi serangan Iran, yang dapat mengganggu status Qatar sebagai tuan rumah. Jika FIFA atau AFC memutuskan untuk mencabut hak tuan rumah Qatar dan Arab Saudi, ini bisa mengubah dinamika persiapan Timnas Indonesia, baik dari segi logistik maupun strategi pertandingan.

Selain itu, spekulasi tentang pencoretan Iran juga memunculkan harapan bagi tim lain seperti China, yang sebelumnya disingkirkan Indonesia. Media lokal China menyebutkan bahwa mereka berpeluang "ketiban durian runtuh" jika kuota Asia bertambah. Namun, FIFA menegaskan komitmennya untuk menjaga integritas kompetisi, dan keputusan akhir akan bergantung pada solusi diplomatik yang memungkinkan semua tim berhak bertanding sesuai aturan.

Di tengah peluang eksternal ini, Timnas Indonesia juga menghadapi tantangan internal. Salah satu pemain kunci, Nathan Tjoe-A-On, baru saja dilepas oleh klubnya, Swansea City, yang dapat memengaruhi performanya di level internasional. Pelatih Patrick Kluivert kini memiliki pekerjaan berat untuk memastikan skuad tetap solid, terutama setelah beberapa pemain naturalisasi seperti Ragnar Oratmangoen dan Kevin Diks menunjukkan performa menjanjikan meski sempat cedera.

Media Irak bahkan secara terang-terangan menyatakan keengganan untuk berada satu grup dengan Indonesia di putaran keempat, mengakui kekuatan Skuad Garuda yang kini menjadi sorotan di Asia Tenggara. Dukungan dari luar, seperti harapan warga Uzbekistan dan Meksiko agar Indonesia lolos ke Piala Dunia, juga menambah motivasi tim.

Situasi ini menunjukkan bagaimana sepak bola tidak bisa lepas dari dinamika geopolitik global. Konflik Iran-Israel, yang kini melibatkan aktor besar seperti AS, tidak hanya mengancam stabilitas kawasan, tetapi juga memengaruhi mimpi tim-tim seperti Indonesia untuk bersinar di panggung dunia. Indonesia, sebagai satu-satunya wakil ASEAN di putaran keempat, membawa harapan besar kawasan Asia Tenggara untuk mencetak sejarah di Piala Dunia 2026.

Namun, untuk mewujudkan mimpi tersebut, Timnas Indonesia harus tetap fokus pada persiapan teknis dan mental. Peluang tambahan akibat potensi pencoretan Iran tidak boleh membuat tim lengah, mengingat persaingan di putaran keempat tetap berat. Pemerintah Indonesia juga perlu mengantisipasi dampak ekonomi dari konflik Timur Tengah, terutama terkait pasokan energi dari Qatar dan Arab Saudi, yang dapat memengaruhi stabilitas domestik dan mendukung performa timnas.

Perjalanan Timnas Indonesia menuju Piala Dunia 2026 kini berada di persimpangan antara peluang emas dan tantangan besar. Ancaman pencoretan Iran akibat konflik geopolitik membuka kemungkinan tambahan kuota untuk Asia, tetapi Indonesia harus membuktikan diri di lapangan melawan tim-tim kuat Timur Tengah. Di bawah asuhan Patrick Kluivert, Skuad Garuda perlu menjaga momentum, mengatasi tantangan internal, dan memanfaatkan dukungan regional untuk mencatatkan sejarah. Sepak bola, seperti politik, adalah permainan strategi dan Indonesia kini memiliki kesempatan untuk memainkan peran besar di panggung dunia.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya