Tenggelamnya Kapal Pengangkut TKI Ilegal
			      	
			      	
			      	
			      	Seorang kawan yang bekerja di Perbatasan, tepatnya di Daerah Rupat Utara Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau memberikan sebuah informasi tentang tenggelamnya sebuah kapal (speedboat) pengangkut calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia.
Kapal tersebut tenggelam di perairan Tanjung Medang, Kepulauan Rupat, Bengkalis dengan membawa penumpang 20 orang. Hingga kamis 23/1 sore dikabarkan bahwa terdapat 10 orang dalam keadaan selamat, 9 orang masih dalam pencarian dan 1 orang lagi dikabarkan meninggal dunia.
Atas berita tersebut, tentunya kita semua prihatin. Betapa tidak, saudara-saudara kita yang berusaha berjuang mengadu nasib ke tempat yang mereka anggap jauh lebih baik dari pada di negeri sendiri, yaitu ke Malaysia, akhirnya pupus sebelum sampai ke tempat tujuan. Mereka harus menerima kenyataan pahit gagal bekerja di Negeri Jiran karena menjadi korban ganasnya amukan gelombang di Selat Malaka pada bulan Desember, ditambah lagi dengan kapal pengangkut yang tak layak jalan dan juga jumlah penumpang yang melebihi kapasitas.
Menyikapi kejadian tersebut, sayapun teringat tulisan Fajar Ruddin di thecolumnist.id beberapa waktu yang lalu dengan judul “Melankolia TKW Indonesia”. Dalam tulisan tersebut, beliau menjadi saksi bahwa menjadi TKI atau TKW di negeri orang tidak enak dan mudah. Tetapi harus siap-siap dengan perlakuan yang terkesan tak adil, kasar dan sejenisnya.
Menjadi TKI atau TKW juga memiliki kerentanan atau beban psikologi yang tak sedikit, begitu kira-kira ulasannya. Fajar Ruddin adalah saksi hidup terhadap nasib TKW, ketika bertemu dengan mereka di Bandara King Khalid, Riyadh, Arab Saudi.
Memang apa yang disaksikan Fajar Ruddin terhadap kejadian TKW Indonesia di bandara tersebut, berbeda dengan apa yang terjadi pada calon tenaga kerja ilegal yang mengalami nasib tragis di Selat Malaka. Perbedaannya terletak pada nasib TKW yang melankolis tersebut merupakan tenaga kerja prosedural sementara yang bernasib tragis di Selat Malaka adalah para calon TKI yang non prosedural (baca: ilegal).
Lalu dalam hati saya terbersit tanya, jika yang resmi dan prosedural saja kadang diperlakukan tak adil dan kasar, apa lagi yang non prosedural (baca: ilegal) tanpa dokumen resmi dan keahlian yang memadai, apa nasibnya tidak tambah tragis?
Bukan menjadi rahasia lagi bahwa banyak TKI ilegal di Malaysia yang masuk melalui Pelabuhan Dumai dan Rupat, mengingat daerah tersebut merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia dan akses melalui jalur tersebut adalah akses yang dianggap mudah dengan biaya yang murah.
Banyak para tenaga kerja ilegal Indonesia yang ingin bekerja di Malaysia melalui jalaur tersebut sebagai seorang turis. Alasan mereka pergi ke Malaysia hanya ingin berwisata dalam beberapa hari saja, namun sebenarnya mereka ingin mencari kerja di sana tanpa mengantongi ijin kerja dari pemerintah setempat.
Banyak juga para calon TKI ilegal ini sampai ke tempat tujuan, namun begitu sampai ke tempat tujuan mereka tidak mendapatkan pekerjaan yang mereka cari-cari untuk menyambung hidup. Bahkan karena tidak memiliki dokumen yang lengkap mereka kemudian dideportasi, juga melalui pelabuhan yang sama ketika mereka berangkat.
Pemerintah sebetulnya telah berusaha keras untuk mengatasi persoalan banyaknya TKI ilegal yang pergi ke Malaysia. Salah satu langkah yang ditempuh adalah dengan memperketat keimigrasian. Pembuatan paspor bepergian ke Malaysia dibuat seselektif dan seketat mungkin agar tidak disalahgunakan oleh pemilik paspor dengan tujuan menjadi TKI ilegal.
Berdasarkan data, sepanjang tahun 2019 ada sebanyak 264 orang yang ingin pergi ke luar negeri melalui Provinsi Riau namun oleh Imigrasi kemudian ditolak karena ditengarai akan menjadi tenaga kerja non prosedural ke luar negeri yang salah satu tujuan adalah negara Malaysia.
Meskipun pemerintah sudah memperketat ijin bepergian ke luar negeri bagi orang-orang yang ditengarai akan menjadi tenaga kerja non prosedural, hal ini nampaknya bukan solusi permanen karena persoalan yang sesungguhnya mengapa para TKI mau menjadi tenaga kerja ilegal di luar negeri adalah karena motif ekonomi.
Di negeri sendiri mereka tidak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, sementara dapur harus tetap beroperasi agar tetap bisa makan demi mempertahankan hidup. Artinya pilihan kerja menjadi TKI ilegal adalah pilihan terakhir dan terpaksa dipilih demi mempertahankan hidup. Maka, bisa dimengerti jika kemudian mereka mati-matian pergi ke luar negeri untuk bekerja walupun menjadi tenaga kerja ilegal bahkan melalui jalur tikus sekalipun. Bagi mereka itu lebih baik dari pada kelaparan di negeri sendiri dan akhirnya juga mati pelan-pelan.
Pemerintah, swasta dan pihak-pihak terkait yang peduli terhadap nasib para calon TKI ilegal mungkin bisa mengambil peran dengan menciptakan peluang-peluang kerja yang bisa dijadikan ladang pekerjaan dan menghasilkan sedikit uang buat para calon TKI sehingga mereka tidak tergiur untuk menjadi TKI ilegal.
Pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus juga perlu dilakukan, terutama kepada calon TKI ataupun kepada para mereka yang masih menganggur. Pelatihan dan kursus ini dilakukan agar mereka memiliki ketrampilan dan keahlian sehingga dengan ketrampilan dan keahlian tersebut mereka bisa membuka lapangan pekerjaan sendiri.
Bagi mereka yang sudah ikut pelatihan atau kursus namun belum mampu mandiri atau membuka lapangan pekerjaan sendiri ada baiknya mereka dimagangkan terlebih dahulu di tempat-tempat yang sesuai dengan bidang ketrampilan dan keahlian masing-masing. Setelah itu kemudian diberi modal untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri. Strategi ini diharapkan mampu mengurangi jumlah TKI ilegal yang akan bekerja ke luar negeri.
Masyarakat dan keluarga juga bisa berpartisipasi dalam mengurangi TKI ilegal ke luar negeri dengan cara tetap waspada kepada para calo dan agen pencari tenaga kerja untuk dikerjakan ke luar negeri. Banyak para calon TKI ilegal tergoda dengan bujuk rayu para agen sehingga mereka rela mengeluarkan uang yang tak sedikit demi untuk bisa kerja ke luar negeri menjadi TKI ilegal dengan segudang harapan yang indah-indah.
Namun pada akhirnya mereka tertipu. Pekerjaan yang dijanjikan adalah kosong. Penipuan dengan modus seperti ini sudah sering terjadi dan juga sudah bayak memakan korban. Untuk itu peran masyarakat dan keluarga sangat dibutuhkan dalam hal saling memberikan informasi terkait rekrutmen yang benar dan bisa dipertanggung jawabkan untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Untuk itu ada baiknya meneliti dan mempelajari seluk-beluk agen, kepastian lokasi kerja, kondisi tempat kerja, kontrak perjanjian kerja, gaji yang akan diterima, kelengkapan administrasi serta dokumen keimigrasian dan kepastian dari agen yang dikawal oleh negara mengenai perlindungan dan keselamatan TKI ketika berangkat, bekerja dan pulang lagi ke Indonesia dengan selamat.
Akhirnya saya berharap bahwa kejadian tenggelamnya kapal pengangkut TKI ilegal di Perairan Tanjung Medang, Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis tersebut adalah kejadian untuk yang terakhir kali dan tidak akan ada lagi tragedi yang sama serta tidak akan ada lagi kapal pengangkut calon TKI ilegal ke Negeri Jiran Malaysia, karena seluruh warga negara Indonesia telah dijamin untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak di negeri sendiri melalui konstitusi. Semoga. Aamiin.
Artikel Lainnya
- 
		                      
		                      88913/02/2024
 - 
		                      
		                      54013/05/2024
 - 
		                      
		                      142210/04/2022
 
- 
		                      
		                      
Melanggar Otoritas Demi Rakyat
175329/03/2020 - 
		                      
		                      
Mahasiswa dan Organisasi Ekstra Kampus: Ke Mana Semangat Kolektif Itu Pergi?
29718/01/2025 - 
		                      
		                      
Lulusan Fresh Graduate Saat Corona, Bisa Apa?
123423/01/2021 
