Serial Korea: S-Line, Ketika Ruang Privat Menjadi Ruang Publik
Salah satu serial Korea yang pernah saya tonton adalah serial S-line. Saya sangat menyukai serial ini karena mengangkat realitas dalam kehidupan yang marak terjadi saat ini. Serial ini, dimainkan oleh Detektif Han Ji Wook (Lee Soo Hyuk) dan siswi SMA Shin Hyun Heup (Arin), yang mempunyai kemampuan untuk melihat benang merah di atas kepala orang yang mereka jumpai. Benang merah ini, bukan benang merah biasa, melainkan mempunyai arti yang berhubungan dengan hal yang bersifat privat. Pada awalnya benang itu hanya bisa dilihat dengan menggunakan kacamata khusus. Namun, akhir dari serial ini, benang merah itu dapat dilihat oleh siapa saja. Mirisnya adalah benang merah itu menjadi pertanda jumlah orang yang sudah tidur dengan orang yang bersangkutan (melakukan hubungan badan). Jika yang muncul satu benang di atas kepala, maka orang tersebut sudah tidur dengan satu orang. Jika dua benang, maka jumlah yang tidur dengannya sebanyak dua orang dan begitu seterusnya.
Serial ini sebenarnya mau mengangkat fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, dimana tidak ada lagi pembatas yang memisahkan antara hal-hal privat dan publik. Ada semacam kecenderungan untuk menjadikan hal-hal yang privat bisa diakses dan dikonsumsi oleh khalayak umum. Hal ini, didukung oleh perkembangan alat komunikasi, dalam hal ini hand phone yang semakin canggih. Orang dapat melakukan komunikasi kapanpun dan kemanapun. Perkembangan ini tentunya sangat berpengaruh positif bagi manusia, tetapi dewasa ini, ada kecenderungan mengaburnya pembatas antara hal-hal yang bersifat privat dan hal-hal yang bersifat publik. Bahkan kamar tidur yang sebenarnya menjadi ranah privat, dapat diakses oleh ribuan orang.
Serial S-line bagi saya adalah bentuk kritik bagi kita yang tidak bisa membedakan hal-hal yang bersifat privat dan bersifat publik. Fenomena yang sering terjadi di dalam dunia maya saat ini adalah bentuk penghancuran pembatas antar ruang publik dan ruang privat.
Ketika kita berselancar di media sosial (Wa, Fb, Ig dan lain-lain), maka kita akan temukan banyak hal-hal yang bersifat privat diumbar ke media sosial yang merupakan ranah publik. Urusan rumah tangga diumbar melalui status ke media sosial, mengunggah foto-foto yang vulgar ke media sosial, curhat ke media sosial dan berbagai macam hal lainnya. Inilah contoh dimana tidak ada lagi pembeda antara hal-hal yang bersifat privat dan hal-hal yang bersifat publik.
Pada tulisan sederhana ini, saya hanya menggunakan serial S-line hanya untuk mejadi rujukan. Penulis lebih melihat terhapusnya batas antara yang privat dan publik di media sosial yang sering kita alami sehari-hari.
Oversharing dan Sadfishing sebagai Persoalan Urgen
Tempo, terbitan 8 November 2022, menguak sedikit tentang fenomena oversharing. Oversharing, secara sederhana dapat diartikan sebagai kebiasaan untuk berbagi cerita kehidupan pribadai dan orang lain ke media sosial. Dikutip dari, Prilaku oversharing di media sosial: ancaman atau peluang? Dalam jurnal psikologi, oversharing didorong oleh keinginan untuk menjalin relasi dengan orang lain atau ingin menjadi lebih dekat dan merasa menjadi bagian dari orang lain. Hal ini, biasanya dilakukan untuk membangun hubungan dengan orang lain, mengurangi stress dan berbagai alasan lainnya. Hal ini dapat membahayakan, karena kita tidak dapat lagi membedakan mana hal-hal yang bersifat privat dan mana hal-hal yang dapat dibagi kepada publik. Oversharing dapat membuat orang kebablasan membagi hal-hal privat kepada orang lain baik melalui chatingan maupun lewat postingan di beranda media sosialnya.
Lalu, pertanyaannya, apakah satu-satunya menjalin hubungan dengan orang lain, hanya dapat dilakukan dengan sharing berlebihan hingga tidak ada lagi ranah privat. Sebenarnya orang dapat menilai kita dari apa yang kita sampaikan. Membagi hal yang privat secara berlebihan adalah hal yang negatif. Kita masih bisa menjalin hubungan dengan sesame melalui hal-hal yang positif seperti berorganisasi, dan lain sebagainya.
Satu hal lain yang hemat saya masih berkaitan dengan prilaku yang dapat berakhir pada prilaku mengumbar hal-hal privat kepada publik adalah sadfishing. Fenomena ini, adalah kecenderungan untuk memposting hal-hal yang sedih di media sosial. Hal ini biasanya dilakukan untuk mencari perhatian, mencari tempat berlindung, menarik simpati dan berbagai tujuan lainnya. Hemat saya, perilaku ini dapat membuat kita tidak bisa membedakan antara hal-hal pribadi dan publik. Tanpa disadari, hal-hal sedih yang sebenarnya hanya bisa diketahui sendiri malah menjadi tontonan publik yang menarik perhatian warga media sosial.
Lalu, pertanyaannya apakah media sosial memberi solusi atas persoalan kita?
Hemat saya, ini adalah pertanyaan penting yang perlu kita lihat bersama sebagai pengguna media sosial. Mengumbar masalah pribadi ke media sosial sebenarnya tidak memberikan solusi untuk mengatasi persoalan itu. Banyak orang bertengkar di media sosial, ini menerapkan bentuk pengungkapan ke publik, apa yang menjadi hal-hal yang sebenarnya hal privat. Ketika kita mampu menjawab pertanyaan di atas, saya yakin kita mampu membedakan mana hal-hal yang bisa diumbar kepada publik melalui media sosial dan mana hal- hal yang bersifat publik.
Artikel Lainnya
-
30502/10/2024
-
219301/10/2025
-
209722/11/2020
-
110028/07/2021
-
Memperjuangkan CPO atas Diskriminasi dari Uni Eropa
43221/12/2023 -
Dampak Corona: Nasib Masyarakat Urban dan Pedalaman
220520/04/2020
