Realitas dan Wahyu: Solusi Dikotomi Agama dan Sains ala Ibnu Rusyd

Hingga dewasa ini, perselisihan antara sains dan agama masih menjadi momok bagi kaum pelajar, baik barat maupun timur. Hal itu hingga terdapat statement bahwa jika menerima sains tidak perlu percaya agama. Begitu juga sebaliknya, jika percaya agama tidak perlu menerima sains. Alasan kelompok pertama ialah karena agama tidak sesuai dengan prinsip-prinsip sains. Agama selalu berlandaskan hal-hal metafisik, gaib, supranatural sedangkan sains berlandaskan data-data empiris.
Ian G Barbour (1923-2013 M) menyatakan bahwa terdapat empat tipologi relasi antara agama dan sains. Pertama, tipologi konflik, tipologi ini hendak menyatakan bahwa sains dan agama merupakan dua entitas yang berselisih, antara meterialisme ilmiah dan literalisme agama. Kedua, tipologi indepedensi, di mana dinyatakan bahwa sains dan agama merupakan dua entitas yang berbeda dan memiliki wilayahnya masing-masing. Ketiga, tipologi dialog, tipologi ini hendak berupaya menyejajarkan antara sains dan agama, di mana keduanya dapat mendukung satu sama lain. Keempat, tipologi integrasi, di mana sains dan agama dua-duanya dianggap sebagai sumber yang koherensif dalam kaca mata dunia. Tipoogi ini lebih kontstruktif dari pada tipologi dialog.
Sains yang merupakan “anak kandung” barat dibangun di atas pondasi positivisme Auguste Comte. Penekanan dalam positivisme ialah terletak pada keilmiahan suatu pengetahuan. Di mana sebuah pengetahuan dinilai sah jika melewati observasi empirik dan memiliki data-data konkret. Dengan ini, positivisme secara sekilas menolak pengetahuan non-empiris yang termuat banyak dalam agama.
Realitas dan Wahyu Sebagai Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan bagi Ibnu Rusyd berbeda dengan apa yang menjadi rujukan dalam epistemologi barat, yaitu kaum rasionalisme dan empirisisme. Bagi kaum rasionalisme segala pengetahuan bersumber dari rasio (akal). Sedangkan kaum empirisisme meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah pengalaman inderawi.
Adapun Ibnu Rusyd berpendapat bahwa sumber segala pengetahuan ialah realitas dan wahyu (Shaleh, 2017). Pendapat ini awalnya berangkat dari definisinya tentang ilmu. Menurutnya, ilmu adalah pengenalan (ma’rifah) tentang suatu objek dengan sebab-sebab yang melingkupinya. Dan objek-objek tersebut terdiri dari dua macam: objek inderawi dan objek rasional. Dua-duanya melahirkan bidang yang berbeda. Objek-objek inderawi melahirkan ilmu atau science, sedangkan objek-objek rasional melahirkan filsafat (hikmah).
Secara sekilas, dalam konsepnya di atas Ibnu Rusyd nampak sebagai penganut kaum empirisisme. Namun, jika dipahami lebih jauh terdapat perbedaan besar dalam sistem epistemologinya. Pertama, kaum empirisme, misal John Locke (1632-1704 M), menganggap bahwa rasio adalah “papan tulis kosong yang tidak akan terisi coretan-coretan” tanpa pengalaman inderawi.
Sedangkan Ibnu Rusyd meyakini bahwa rasio tidaklah bersifat pasif atau sebagaimana yang diumpamakan oleh John Locke yang hanya menunggu dan menampung pengalaman inderawi. Kedudukan rasio bagi Ibnu Rusyd ialah sifatnya yang aktif dalam mencari dan menggali pengatahuan. Rasio mengungkap dan mengabstraksikan realitas-realitas tersebut, sehingga melahirkan konsep-konsep.
Kedua, yaitu terletak pada pendapatnya terkait wahyu sebagai sumber pengetahuan. Pendapat ini berangkat dari kenyataan bahwa realitas yang ditangkap oleh rasio bersifat terbatas dan tidak dapat menyingkap hal-hal metafisik seperti keselamatan atau kebahagiaan setelah mati, atau hal-hal kompleks yang menjadi cita-cita umat manusia.
Menanggapi bagaimanakah jiwa akan merasakan kebahagiaan atau keselamatan setelah kehidupan ini, apa saja kriterianya, tidak dapat ditemukan dalam pengamatan terhadap realitas. Oleh karena itu, dalam hal ini Ibnu Rusyd meyakini bahwa wahyu atau Al-Qur’an menjadi sumber pengetahuan terkait hal-hal tersebut. Syariat menjelaskan ketentuan-ketentuannya yang tidak dapat ditemui dari yang lainnya.
Interkoneksi antara Agama dan Sains
Meski kedua sumber pengetahuan di atas memiliki dimensi yang berbeda, namun bukan berarti dua-duanya bertentangan. Justru sebaliknya, Ibnu Rusyd mengemukakan bahwa keduanya memiliki sumber atau asal yang sama yaitu Sang Pengatur jagad raya, Allah swt. Wahyu atau Al-Qu’ran merupakan ayat qauliyah Allah swt., sedangkan realitas semesta adalah ayat kauniyah-Nya. Karena hal itu, tidak mungkin keduanya, wahyu dan realitas memiliki pertentangan. Karena dua-duanya memiliki pangkal yang sama dan satu yaitu Allah swt.
Selain daripada itu, terdapat dua penjelasan lain mengenai pertemuan antara wahyu dan realitas. Pertama, tujuan pengetahuan. Menurut Ibnu Rusyd, garis finish segala pengetahuan adalah pengenalan terhadap eksistensi Sang Pencipta alam raya, Allah swt. Kegiatan sains yang massif akan penelitian-penelitian terhadap objek-objek partikular melalui metode induksi, tidak boleh hanya berhenti pada pengungkapan objek-objek tersebut. Melainkan hingga menemukan kesimpulan-kesimpulan universal yang hingga akhirnya sampai pada tingkat universal tertinggi.
Kedua, pesan-pesan di dalam Al-Quran. Menurut Ibnu Rusyd, Al-Qur’an senantiasa memerintahkan pembacanya untuk memperhatikan dan mempelajari realitas. Dalam hal ini, tidak mungkin sesuatu memerintahkan untuk mempelajari suatu hal yang bertentangan dengannya. Sebagai contoh. Si A tidak mungkin memerintah si B untuk memberikan hadiah kepada si C yang telah dibencinya sejak lama. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd meyatakan bahwa keduanya tidak pernah bertentangan.
Dari uraian di atas, dapat dilihat upaya Ibnu Rusyd dalam membantah klaim pertentangan agama dan sains. Wahyu yang menjadi pijakan utama agama, dan realitas yang sangat ditekankan dalam sains pada dasarnya merupakan saudara kembar yang lahir dari rahim satu dan sama. Agama memerintahkan untuk melakukan aktivitas-aktivitas sains. Dan sebaliknya, sains memberikan kkontribusi terhadap agama.
Artikel Lainnya
-
51021/07/2024
-
125119/10/2021
-
190915/02/2020
-
Thrifting: Evolusi dari Hemat Menjadi Simulasi Konsumerisme
32407/12/2023 -
Tarik Tambang Regulasi PLTS Atap On Grid
64712/02/2023 -
Proyeksi Tata Politik Dunia Pasca Covid-19
144110/06/2020