Model-Model Tata Kelola Kolaboratif
Tata kelola kolaboratif merupakan mekanisme yang mempertemukan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor untuk secara bersama menyusun dan mengimplementasikan suatu kebijakan (Hafel et al., 2021). Tujuan dari tata kelola kolaboratif adalah untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memerintah, untuk memperkuat kepercayaan dan legitimasi dalam pemerintahan, dan untuk memperluas inklusi dalam desain dan implementasi kebijakan (Lahat et al., 2021). Kebijakan yang dimaksud merupakan kebijakan yang berorientasi pada konsensus atau kepentingan publik (Ansell & Gash, 2008).
Dikarenakan banyak pihak yang terlibat dan, umumnya, permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan hidup masyarakat luas, tata kelola kolaboratif memiliki tantangan dalam prosesnya yang kompleks, perencanaan yang matang, adanya transfer pengetahuan, dan komitmen serta tanggung jawab dari para aktor (Muhammad et al., 2017). Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, tata kelola kolaboratif telah menjadi pendekatan atau konsep yang dianut secara luas untuk mengatasi masalah publik yang kompleks (Agbodzakey et al., 2021).
Dalam implementasinya, tata kelola kolaboratif pun juga mengalami perkembangan, seperti kini dikenal adanya triplehelix, quadruplehelix, pentahelix, dan quintuplehelix. Model-model tersebut perlu dimaknai dan dipahami, terutama tentang apa yang membuatnya berbeda (O’Flynn & Wanna, 2008).
Model triplehelix, yang dikenalkan oleh Etzkowitz & Leydesdorff (1995). Pengenalan triplehelix didasari pada kondisi terpisahnya secara lembaga dan tugas antara industri/swasta, universitas/akademisi, dan pemerintah, yang sebenarnya ketiganya dapat bekerja sama dalam jalur dan tujuan yang sama, tanpa merugikan salah satu atau dua pihak. Industri/swasta memiliki peran dalam penciptaan inovasi, universitas/akademisi memiliki peran dalam penciptaan ilmu pengetahuan, dan pemerintah memiliki peran untuk menetapkan kebijakan yang mendukung pelaksanaan peran-peran para aktor (Cai & Amaral, 2021; Martini et al., 2012).
Dalam referensi lain menyatakan bahwa berkaitan dengan triplehelix, Etzkowitz & Leydesdorff (2000) memperkenalkan 3 (tiga) dimensi sistem sosial yaitu geografi, ekonomi dan pengetahuan. Tindakan utama atau yang bertanggung jawab dalam dimensi geografi adalah pemerintah yang menguasai wilayah, sedangkan untuk dimensi pengetahuan adalah akademisi yang menciptakan dan berbagi pengetahuan di dalam wilayah, dan pelaku yang bertanggung jawab dalam dimensi ekonomi adalah badan usaha yang menciptakan kegiatan ekonomi di dalamnya. Produk interaksi antar dimensi tersebut akan menciptakan infrastruktur pengetahuan, ekonomi politik, dan novasi, yang dapat menjadi keunggulan kompetitif bagi wilayah.
Model triplehelix berkembang pesat dan banyak diterapkan untuk menciptakan produk kebijakan atau program yang bermutu. Akan tetapi, seiring berkembangnya dinamika dalam implementasinya, model triplehelix juga mulai dikritik karena kekurangannya. Oleh karena itu, dikenalkan model baru quadruplehelix, dengan menambahkan satu helix dalam kolaborasi, yaitu masyarakat yang berbasis pada media dan budaya (Carayannis & Campbell, 2009; Praswati, 2017).
Penambahan masyarakat sebagai bagian dari tata kelola kolaborasi dimaksudkan untuk memperkuat perencanaan dan implementasi dari kebijakan/program yang berorientasi pada masyarakat. Artinya, masyarakat tidak hanya menjadi objek, tetapi juga terlibat sebagai subjek dalam merencanakan, mengimplementasikan, memantau, dan mengevaluasi. Hal tersebut dimaksudkan agar kebijakan/program yang dijalankan dapat tepat sasaran. Maka dari itu, jika triplehelix lebih menekankan pada konsep ekonomi pengetahuan, maka quadruplehelix lebih menekankan pada konsep masyarakat pengetahuan (Carayannis & Campbell, 2009).
Dalam perkembangan helix tata kelola kolaborasi, kembali muncul model baru yang memperkuat model 3 dan model 4 sebelumnya, yaitu pentahelix (Windiani, 2021). Terdapat satu helix yang melengkapi empat helix sebelumnya, yaitu media. Media berperan dalam penguatan publikasi perubahan sosial yang diupayakan oleh helix lainnya. Selain itu, fungsi media juga berkaitan dengan pembangunan brand image dari perubahan sosial tersebut, sehingga pihak lain di luar kolaborasi dapat mengakses informasi tentang perubahan sosial yang sedang dilakukan secara lebih mudah dan lengkap. Sinergi antar unsur pentahelix tersebut dapat menjadi kunci dari keberlangsungan dan keberlanjutan kebijakan atau program yang dijalankan untuk pengembangan masyarakat serta perubahan sosial masyarakat.
Selain pentahelix, terdapat juga model yang melengkapi model 3 dan model 4, yaitu quintuplehelix (Carayannis & Campbell, 2010). Model tersebut menambahkan lingkungan alam sebagai bagian tidak terpisahkan dalam tata kelola kolaborasi. Model quintuplehelix bersifat interdisipliner dan transdisipliner pada saat yang sama karena kompleksitas struktur lima helix menyiratkan bahwa pemahaman analitis penuh dari semua helix memerlukan keterlibatan berkelanjutan dari seluruh spektrum disiplin, mulai dari ilmu alam hingga ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Carayannis et al., 2012; Carayannis & Campbell, 2010; Prasetyanti et al., 2020). Quintuplehelix juga bersifat transdisipliner, karena dapat digunakan sebagai kerangka acuan untuk pengambilan keputusan sehubungan dengan pengetahuan, inovasi, dan lingkungan (alami).
Sinergi quintuplehelix sama-tidak sama dengan model pentahelix. Di satu sisi, kesamaannya terdapat pada tujuannya yaitu untuk keberlangsungan dan keberlanjutan upaya yang dilakukan. Di sisi lainnya, perbedaannya terletak pada fokusnya, yaitu quintuplehelix berfokus pada kelestarian lingkungan (Carayannis & Campbell, 2010), sementara pentahelix berfokus pada keterbukaan dan kemudahan akses informasi (demokrasi) (Windiani, 2021).
Penjelasan tentang perkembangan model dalam tata kelola kolaboratif menunjukkan bahwa semakin luas lingkup yang dikerjakan, maka semakin banyak juga pihak-pihak yang terlibat. Meskipun sifatnya adalah melengkapi, tetapi dalam implementasinya, model triplehelix, quadruplehelix, dan pentahelix serta quintuplehelix dapat menjadi kerangka acuan dalam implementasi kerja sama sesuai besaran lingkupnya.
Model triplehelix dapat diimplementasikan dalam penciptaan inovasi di lingkup industri (berbasis pada ekonomi), model quadruplehelix dapat diimplementasikan dalam penerapan inovasi di masyarakat atau umumnya disebut sebagai pengabdian masyarakat berbasis inovasi (berbasis pada sosial budaya), pentahelix dapat diterapkan dalam pengembangan dan publikasi inovasi (berbasis pada keberlanjutan dan demokrasi), dan quintuplehelix dapat diterapkan dalam penciptaan, implementasi, dan pengembangan inovasi yang berbasis lingkungan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa model-model tersebut nantinya akan berkembang lagi menjadi model 6, model 7, dan seterusnya, menyesuaikan dengan lingkup pekerjaan yang dikolaborasikan.
Artikel Lainnya
-
91610/12/2023
-
152414/08/2020
-
104207/08/2022
-
Transformasi Diri Rumi dan Kebangkitan Jiwa
70616/11/2023 -
Filsafat Jiwa Perspektif Ibnu Sina
541507/05/2022 -
Melanggar Otoritas Demi Rakyat
175629/03/2020
