Hakikat Kebahagiaan Sesungguhnya
Kebahagiaan merupakan tujuan akhir dari segala aktivitas, daya upaya, dan perjuangan dalam hidup. Karena kebahagiaan merupakan dambaan universal dari setiap makhluk hidup. Namun, setiap individu mempunyai konsep kebahagiaan tersendiri. Bahkan, acap kali berbeda antara yang satu dengan yang lainnya.
Banyak psikolog mengistilahkan kebahagiaan dengan subjective well being. Hal ini karena pengertian tiap-tiap orang tentang kebahagiaan berbeda-beda. Meskipun demikian ada hal tertentu yang kerap dikaitkan dengan kebahagiaan seperti kesenangan (pleasure), kesuksesan, kekayaan, dan kemakmuran.
Kebahagiaan ialah pengalaman hidup yang ditandai dengan dominannya emosi positif. Perasaan bahagia dan pikiran puas dengan kehidupan merupakan komponen utama dari kesejahteraan subjektif. Setiap manusia yang memiliki potensi untuk merasakan bahagia, apabila mampu mengelola hatinya dan selalu bersyukur terhadap apa yang ada dan diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kebahagiaan adalah keadaan sejahtera dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi (Hurlock, 2002: 18). Kemudian dalam bahasa Arab menurut Mubarok (2009:181) ada empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan yaitu, pertama sa’adah (bahagia) yang mengandung nuansa anugerah Tuhan setelah terlebih dahulu mengarungi kesulitan. Kedua, falah (beruntung) yang berarti menemukan apa yang dicari. Ketiga, najat (selamat) merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa bebas dari ancaman yang menakutkan. Keempat, najah (berhasil) merupakan perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata terkabul.
Sementara menurut Buya Hamka (2015: 57) bahwa kebahagiaan itu adalah kenyamanan, ketentraman, keindahan yang berasal dari dalam diri sendiri, serta taqwa kepada Allah SWT. Agama mengajarkan manusia empat jalan untuk mencapai kebahagiaan yaitu, pertama i’tikad yaitu motivasi yang benar-benar berasal dari dalam dirinya sendiri.
Kemudian, kedua, yakin maksudnya adalah keyakinan terhadap hal-hal yang kita kerjakan. Ketiga, iman adalah tingkatan yang paling tinggi dari sekedar keyakinan yang, sehingga dibuktikan dengan perkataan hati dan lidah, perbuatan hati dan anggota tubuh. Keempat, agama merupakan buah atau hasil kepercayaan dalam hati yaitu ibadah karena iman.
Kemudian Lubomirsky juga menggunakan istilah kebahagiaan dengan (happiness) untuk merujuk ke pengalaman suka cita, kepuasan, dan positive well-being, dikombinasikan dengan rasa bahwa hidup seseorang adalah baik, bermakna dan berharga.
Adapun aspek-aspek kebahagiaan menurut Mudzakir (2018: 66-69), adalah pertama, sakinah (tenang), dapat diartikan dengan kondisi batin yang tenang, sakinah merupakan istilah yang mengungkapkan, menggambarkan, dan menaungi. Apabila sakinah diturunkan Allah ke dalam hati manusia, terjadilah ketentraman, ketenangan, keyakinan, kepercayaan, kekokohan, keteguhan, kepasrahan, dan keridaan. Sedangkan dalam arti umum, tenang dapat dimaksudkan sebagai kondisi hati yang tidak dipenuhi ketakutan akan sesuatu yang mengancam, bebas dari kecemasan terhadap sesuatu yang tidak pasti, bebas dari tekanan batin.
Kedua, tatmainnu/tuma’ninah (tenteram), diartikan sebagai orang yang tenteram, tenteram maksudnya sebagai kondisi yang nyaman, bebas dari hati yang tidak mengenakkan.
Ketiga, tidak takut/khawatir (khouf) atau sedih (yahzanun). Takut merupakan sebuah rasa di mana seseorang merasa tidak aman, merasa terancam hingga tidak tenang, tidak nyaman dan tidak leluasa hidup. Sedangkan cemas berupa kekhawatiran akan sesuatu yang ada dalam pikiran, yang belum tentu benar adanya.
Keempat, gembira (fariha atau yafrahu) adalah seseorang yang merasakan bahwa tidak ada kekhawatiran dan tidak bersedih hati dengan apa yang dilakukannya.
Sementara, faktor yang mempengaruhi kebahagiaan menurut Hurlock (2002: 22) yaitu, pertama kesehatan. Kondisi fisik yang sehat memungkinkan seseorang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukannya. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.
Kedua, daya tarik fisik. Faktor ini menyebabkan individu dapat diterima dan disukai oleh masyarakat dan sering merupakan sebab dari prestasi yang lebih besar dari pada apa yang mungkin dicapai individu.
Ketiga, pekerjaan maksudnya yaitu semakin berhasil seseorang melaksanakan tugasnya maka semakin besar kepuasan yang ditimbulkannya. Itu artinya, akan semakin bahagia.
Keempat, kondisi Kehidupan. Maksudnya adalah apabila seseorang memungkinkan untuk berinteraksi dengan orang lain baik di dalam keluarga maupun dengan teman, tetangga dan masyarakat, maka kondisi tersebut akan memperbesar kepuasan hidupnya.
Kelima, penyesuaian Emosional adalah orang-orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan yang bahagia, jarang tidak terlampau intensif mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti takut, marah dan iri hati.
Berbagai hal terkait kebahagiaan tersebut menandakan bahwa siapapun bisa merasa bahagia, karena kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta atau tingginya kedudukan. Kebahagiaan letaknya ada di hati. Jika kita mampu mengelola hati, selalu bersyukur terhadap apa yang diberikan Allah SWT, niscaya kita akan selalu merasa bahagia.
Artikel Lainnya
-
117001/04/2020
-
98514/01/2021
-
170918/11/2020
-
"Palestina - Israel Bukan Urusan Indonesia", Katanya..
479030/05/2021 -
Mengungkap Kejeniusan Ibnu Sina dalam Kitab Isyarat dan Metafisika
7601/12/2024 -
Dilema Demokrasi: Golput atau Memilih?
22118/01/2024