Pneumonia Covid-19: Perang Untuk Menjadi Pahlawan Atau Korban?

Pasca diakui secara global sebagai salah satu virus yang paling berbahaya dan mematikan, keberadaan virus Corona kini sudah dianggap sebagai senjata ancaman jitu bagi peradaban manusia.
Virus Corona tipe (SARS-CoV-2) dengan jenis penyakitnya Coronavirus disease 2019 (COVID 19) rupa-rupanya telah menjadi pemantik sasar bagi terkuaknya sejumlah persoalan pelik-runyam berupa keterkejutan dan keterancaman terhadap historisitas dan eksistensi manusia.
Hingga kini, keterancaman paling besar yang turut menuai kontroversi dan keresahan yang tiada akhir adalah terenggutnya jutaan nyawa akibat virus Corona.
Tidak berhenti di situ, virus Corona juga telah memperlambat laju kehidupan manusia dengan runtuhnya tatanan dan struktur ekonomi dalam masyarakat, fenomena sosial distancing dan physical distancing yang kian meresahkan, ketakutan yang terus membiak, menguatnya spiral penjangkitan yang terhitung sangat cepat dan berbagai ekses destruktif lain yang turut melintang dan bergentayangan dalam masyarakat kita.
Aneka persoalan yang muncul sebagai efek bias dari produk Corona ini tentu menjadi realitas konkret yang tidak dapat dihindari oleh semua manusia. Dalam hal ini, manusia menjadi subjek resiko yang sekali waktu memiliki peluang dan kesempatan untuk terjangkiti oleh Virus Corona.
Masifnya penyebaran pandemi ini dengan dibarengi oleh eskalasi angka kematian yang kian merebak dari hari ke hari membuat kita paham bahwa Covid 19 sudah menjadi kasus dengan kategori kejadian luar biasa (extra ordinary problem).
Kejadian luar biasa oleh Coronavirus bukanlah merupakan kejadian yang pertama kali. Tahun 2002 severe acute respiratory syndrome (SARS) disebakan oleh SARS-coronavirus (SARS-CoV) dan penyakit Middle East respiratory syndrome (MERS) tahun 2012 disebabkan oleh MERS-Coronavirus (MERS-CoV) dengan total akumulatif kasus sekitar 10.000 (1000-an kasus MERS dan 8000-an kasus SARS). Mortalitas akibat SARS sekitar 10% sedangkan MERS lebih tinggi yaitu sekitar 40% (Bdk. Erlina Burhan dkk., 2020:2).
Melejitnya angka kematian di setiap negara yang disebabkan oleh pandemi Covid 19 ini paling tidak mendorong kita untuk tidak gagal paham akan pentingnya atensi dan solidaritas global. Solidaritas global adalah sebentuk solidaritas universal yang menyala dalam diri setiap pribadi untuk melihat yang lain sebagai orang yang perlu diperhatikan.
Lebih lanjut, solidaritas global biasanya selalu berhadapan dengan praksis keberanian untuk menerobos segala bentuk jeruji keegoisan diri. Gagal paham terhadap solidaritas global justru menjadi jalan pintas bagi cepatnya penyebaran Virus Corona. Sehingga tidaklah mengherankan apabila saat ini kita berhadapan dengan situasi sulit. Kesulitan akan meningkatnya jumlah angka kematian tidak terhitung juga yang terkena kasus positif adalah sederetan kasus yang kita alami hari-hari ini.
Saat ini, di semua negara tidak terkecuali juga Negara Indonesia, sudah terdapat banyak upaya preventif yang dilakukan oleh pemerintah sebagai opsi pencegahan dini terhadap penyebaran virus Corona. Tidak tanggung-tanggung para dokter, perawat dan para relawan tim medis dikerahkan untuk terjun menerobos masuk memerangi virus yang paling berbahaya tersebut.
Partisipasi dalam penanganan virus Corona nyatanya menjadi sebuah perang global serius sebab di sana yang dipertaruhkan bukan hanya dedikasi tetapi juga nyawa sebagai pengorbanan terbesar. Di tengah pengorbanan diri yang total ini kita juga harus mengakui bahwa tim medis mengalami kewalahan sehingga tidak sedikit dari mereka juga yang meninggal akibat dari pneumonia covid 19. Pneumonia sebagaimana karakteristik dasar dari Covid 19 adalah sebuah bentuk serangan virus yang menggagalkan cara kerja paru-paru. Implikasinya, terdapat banyak orang yang gagal pernapasan dan akhirnya meninggal dunia.
Pengorbanan diri yang dilakukan oleh tim kesehatan merupakan representasi dari jiwa kepahlawanan manusia Indonesia untuk membantu orang lain. Sikap pahlawan yang khas dan kerap kali tampil ke ruang publik yakni rela memberi diri tetapi bukan selamanya untuk menjadi korban, siap menghadapi resiko, berjiwa solider, loyal dan total dalam memberikan pelayanan.
Pertautan antara sikap kepahlawanan d isatu sisi dan perjuangan untuk memaknai pneumonia covid 19 di pihak lain menjadi pertautan yang saling berkelindan. Pengorbanan diri tim medis yang kita nilai sebagai pahlawan tentu bukan sebuah perjuangan yang mudah. Dalam kondisi tercekik seperti itu, apakah kita masih gagal paham akan kehadiran mereka sebagai pahlawan kemanusiaan yang penting untuk dikenangkan, diapresiasi dan didukung demi pemberantasan Virus ini. Pertanyaan mendasar yang memuat inti peran mereka adalah: Apakah mereka berperang melawan Corona hanya untuk menjadi pahlawan atau justru sebaliknya menjadi korban?
Pemaknaan masyarakat terhadap karakteristik kepahlawanan yang dimiliki oleh tim medis mulai dari dokter, perawat, hingga sukarelawan memang cenderung variatif sifatnya. Misalnya saja di Spanyol masyarakat memaknai perjuangan dari tim medis dengan mengapresiasi mereka dalam bentuk ceremony dan tampilan #Graciasheroes. Graciasheroes adalah sebuah simbol perlawanan terhadap pneumonia Covid 19 di mana seorang perempuan yang sedang mengenakan masker penutup hidung dan mulut memeluk sebuah patung beruang yang besar. Ceremony ini biasanya diadakan secara meriah di kota sebagai wujud apresiasi untuk mengenang jasa dari sejumlah tim medis yang telah berkorban dan menjadi pahlawan bagi banyak orang.
Di Indonesia wujud apresiasi terhadap relawan dan tim medis yang sudah mengorbankan diri tidak perlu semeriah di Spanyol. Hemat saya, hal pertama dan utama yang perlu dibangun dari dalam diri yaitu menghidupkan api kesadaran dan solidaritas global. Api kesadaran membantu seseorang untuk keluar dari dirinya sendiri dan kemudian memaknai itu dalam terang solidaritas sebagai upaya untuk memahami keberadaan orang lain. Saya hakul yakin, dengan adanya kesadaran untuk tetap mematuhi regulasi dan instruksi pemerintah maka kita secara tidak langsung turut berpartisipasi dalam solidaritas global.
Solidaritas global tidak pernah menuntut pujian dan tidak pula mengharapkan balasan. Solidaritas ini hanya diperkokoh oleh usaha untuk menghindari sejumlah tindakan destruktif yang berakibat fatal bagi keberadaan orang lain. Misalnya, kita mengindahkan instruksi dan regulasi pemerintah untuk tidak melakukan sosial distancing atau pun physical distancing untuk sementara waktu. Sampai pada tahap ini, kita pun dibekali dengan sebuah pemahaman bahwa pemaknaan kita terhadap heroisme relawan dan tim medis untuk memerangi pneumonia Covid 19 mesti tetap kita dukung dan kita rawat. Oleh karena itu, kita sendiri sadar dan tahu bahwa perang terhadap pneumonia covid 19 adalah sebentuk perang dedikasi diri untuk menjadi pahlawan atau korban? Silahkan memilih.
Artikel Lainnya
-
98809/08/2021
-
41001/11/2023
-
205008/05/2021
-
Layakkah Kupang Kota Transparansi?
71703/07/2021 -
Kebangkitan Kristus Sebagai Kebangkitan Kesadaran Akan Toleransi Beragama
24926/04/2025 -
Pendaftaran Kelas Menulis #Batch10 (ASN Menulis) Telah Dibuka!
283709/02/2021