Petak Umpet Sang Terapi Pencuci Otak
Virus korona yang telah mewarnai panorama dinamika kehidupan Indonesia selama tujuh bulan kian tidak menunjukkan tandanya untuk segera sirna dari kehidupan manusia saat ini.
Berjuta-juta penanganan yang dilakukan hampir di setiap daerah dengan segala protokol yang ada; tidak menunjukkan adanya perkembangan yang melegakan aliran nafas masyarakat Indonesia. Alih-alih kasus menurun, penambahan justru terus menerus terjadi. Sebanyak 4.317 orang dalam 24 jam terakhir terpapar virus ini (Kompas 2/10/2020), bahkan telah muncul kasus baru yang berasal dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu yang mencatat sedikitnya 87 tenaga medis telah terkonfirmasi positif Covid-19, dari 87 orang yang terkonfirmasi, terdapat 3 orang yang telah meninggal dunia. Penambahan itu menyebabkan jumlah kasus Covid-19 kini mencapai 295.499 orang terhitung sejak 2 Maret 2020.
Berdasarkan fakta ini, timbul sebuah pertanyaan besar di kalangan masyarakat, kira-kira siapa sosok yang paling bertanggungjawab atas angka-angka fantastis ini? Yang pasti dia adalah sosok yang seharusnya paling gencar memperjuangkan dan memposisikan dirinya sebagai garda terdepan atas kesehatan dan keamanan masyarakat Indonesia di tengah wabah ini. Dia adalah Pak Terawan Agus Putranto, Menteri Kesehatan Indonesia. Hampir sebulan sejak ditemukannya kasus positif pertama pada 2 Maret 2020 lalu, namanya justru hilang bak ditelan zaman. Sosok Achmad Yurianto sebagai Juru Bicara Penanganan Virus Korona justru yang sering muncul dihadapan rakyat. Ke mana anda Pak Terawan?
Diundang Tak Datang
Pencarian akan sosok Pak Terawan menjadi salah satu topik yang amat kontroversial saat ini; terlebih ketika seorang jurnalis sekaligus presenter ternama Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa yang mengaku bahwa setiap Minggu pihaknya terus mengirimkan undangan untuk Pak Terawan; setiap kali membahas episode tentang realita pandemi di Indonesia saat ini, namun Pak Terawan tak kunjung datang dengan beberapa alasan yang ada (Kompas, 29/9/2020).
Ketidakhadiran Pak Terawan dalam kursi Mata Najwa, menciptakan sebuah monolog mistis presenter Najwa sambil diringi sebuah pertanyaan yang dilontarkan pada kehadiran abstrak Pak Terawan. Jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan itulah yang dinanti-nantikan oleh rakyat Indonesia.
Peristiwa itu saat ini telah menjadi sindiran tajam bagi kinerja Pak Terawan. Ungkapan Pak Terawan yang menganggap remeh situasi Covid-19 sejak awal memberi bukti yang jelas bahwa ungkapannya justru menjadi bumerang dalam realitas yang terjadi di Indonesia saat ini dengan jumlah pasien Covid-19 yang kian melonjak. Kehadiran Pak Menteri Kesehatan ini kiranya diharapkan memberikan gambaran dan strategi untuk mengatasi masalah ini, bukan menghilang dengan meninggalkan begitu banyak nestapa dan penderitaan rakyat.
Petak Umpet Pak Terawan
Kehadiran Pak Terawan tentu menjadi harapan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai salah satu pribadi yang bertanggungjawab atas realita yang melanda kehidupan rakyat. Realita saat ini merupakan bentuk kegagalan kinerjanya untuk mengatasi Covid-19 diibandingkan dengan negara lain yang perlahan kini berangsur baik.
Itu semua tak lain adalah pengaruh menteri kesehatan yang seharusnya memberikan kemampuannya sebagai bentuk tanggung jawab atas jabatan yang ia terima. Sebagai salah satu bentuk suntikan, orang nomor satu Indonesia yakni, Presiden Jokowi sendiri pernah memberi teguran langsung atas lemahnya kinerja Menteri Kesehatan, Pak Terawan ini, kritik tersebut antara lain; mulai dari anggaran yang baru muncul 1,75% dari Rp.75 Triliun, prosedur insentif tenaga kerja yang terlambat dan cenderung bertele-tele, harapan perencanaan testing yang baik, dan kelakar-kelakar yang menganggap virus ini amat sepele (IDN Times, 29/9/2020).
Banyaknya siasat penghabisan dan penguluran waktu dari sosok Pak Terawan atas masalah ini, membuat Presiden Jokowi akhirnya melakukan keputusan cepat dengan menunjuk Menteri Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhur Binsar Panjaitan untuk membantu mengatasi Covid-19 di 9 provinsi dalam 2 Minggu ini. Apa yang terjadi ini tentunya diluar dugaan. Ini mengindikasikan kekecewaan Pak Jokowi atas apa yang menimpa kinerja Pak Terawan selama ini.
Segala bentuk teguran dan keputusan Presiden Jokowi ini tentu saja sebagai salah satu upaya Presiden Jokowi untuk memberikan kekuatan untuk membangun sebuah kinerja yang lebih baik demi keselamatan rakyat Indonesia. Di tengah keputusan ini, timbul semacam permainan bak “Petak Umpet” dari Pak Terawan dan semakin membangkitkan berbagai prasangka buruk atas ketidakhadirannya di depan publik. Padahal, hal ini tidak akan terjadi jika yang timbul adalah penyerahan diri bagi kepentingan dan keselamatan bagi rakyat. Kinerja yang baik justru akan menimbulkan sebuah penghargaan bukannya prasangka buruk yang merajalela.
Berkaitan dengan penghargaan ini, seorang filsuf yakni, Aristoteles sendiri pernah mengatakan “Dalam panggung kehidupan manusia, penghormatan dan penghargaan jatuh kepada orang-orang yang menunjukkan sifat-sifat baiknya dalam tindakan”. Jika malah menghilang, apakah dapat mengubah stereotip buruk rakyat di tengah kasus Covid-19 atas ketiadaan sosok yang bertanggungjawab sesuai tugasnya saat ini?.
Mencari Sang Dokter Terapi Cuci Otak
Kehadiran Pak Terawan yang kian dinanti-nantikan, kiranya menjadi salah satu momen yang paling menentukan bagaimana realitas para pemimpin yang sesungguhnya. Pemimpin yang terpilih dengan segala kepercayaan yang diberikan, tentu bukan melalui keputusan tanpa pertimbangan. Orang-orang yang terpilih adalah mereka yang memiliki kemampuan yang baik dan mumpuni. Pak Terawan merupakan salah satu dokter ahli yang ternama yang diakui para pesohor negeri, pejabat, dan bintang televisi; yang paling terkenal adalah Bapak Jusuf Kalla yang pernah menerima terapi cuci otaknya. (Okenews, 6/4/2018).
Pak Terawan memperkenalkan metode cuci otak atau brain wash yang diyakini dapat menyembuhkan penyakit stroke. Hasilnya banyak mendapat respon positif dari para pasiennya termasuk Pak Jusuf Kalla; kala menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia , meskipun muncul beberapa pelanggaran atas metodenya tersebut. Berkaca atas kemampuan terapi cuci otak ini, keadaan rakyat saat ini pun layaknya sedang berada dalam terapi cuci otak Pak Terawan yang kini mencuci otak dan hati rakyat, sehingga kehilangan kredibilitas akan kinerjanya. Meskipun demikian, di sisi lain kemampuannya ini patut diacungi jempol , bahkan menunjukkan bahwa Pak Terawan merupakan sosok yang memiliki potensi berupa kemampuan yang dapat menyelamatkan Indonesia untuk keluar dari wabah Covid-19 ini.
Namun, sebesar apapun kemampuan perlu disadari bahwa sikap tanggung jawab menjadi prioritas penting. Kesadaran akan tanggung jawab lah yang perlu untuk dibangun dalam diri para pemimpin. Dengan tanggung jawab, setiap pemimpin dapat memiliki fondasi yang kuat dalam mengatasi berbagai macam tantangan dan kesalahan. Apapun hasilnya yang diinginkan rakyat hanyalah sebuah tanggung jawab yang juga senantiasa melibatkan rakyat dalam persatuan menghadapi pandemi ini. Maka, perlu pemimpin yang tangguh dan tanggap dalam menghadapi suatu permasalahan.
Terlepas dari keputusan dan nasib Pak Terawan di masa yang akan datang. Hanya satu keinginan rakyat Indonesia bagi para pemimpin yakni tanggung jawab atas rakyat sebagai keutamaan yang harus dijunjung dalam semangat kebersamaan Pancasila. “Concordia res parvae, discordia crescunt maxime dilabuntur”.~ (Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh).
Artikel Lainnya
-
73430/03/2022
-
38510/03/2025
-
134021/03/2021
-
Minyak Goreng dan Fenomena Panic Buying
175928/01/2022 -
Catatan Redaksi: KLB Demokrat dan Senjata Virtual Kubu AHY
149614/03/2021 -
Politik Uang: Lo Punya Uang, Lo Punya Kuasa
53925/09/2023
