Penyimpangan Seksual: Minimnya Ilmu dalam Berumah Tangga

Statistisi
Penyimpangan Seksual: Minimnya Ilmu dalam Berumah Tangga 28/09/2021 1569 view Lainnya mediaindonesia.com

Jagad maya memang tidak akan pernah sepi dari pemberitaan yang menghebohkan. Jika sebelumnya ramai dengan pemberitaan seorang selebritas yang baru saja keluar dari penjara akibat kasus pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur dan diberikan panggung bak seorang pahlawan. Kini media sosial kembali dihebohkan dengan pemberitaan isu penyimpangan seksual yang dilaporkan oleh pasangan dari ayah seorang selebgram tanah air.

Menjadi ramai diberitakan entah karena terjadi pada orang terkenal atau karena masalah ini menyangkut hubungan intim yang diumbar ke depan khalayak ramai. Padahal, kita tahu bahwa masyarakat kita masih menganggap tabu untuk hal-hal terkait hubungan intim atau seksual. Apalagi sampai diangkat ke ranah publik. Apapun yang menyebabkannya, kita tidak bisa menutup mata dan telinga, atau menganggap seolah-olah masalah ini adalah hal yang biasa.

Penyimpangan seksual seringkali diartikan sebagai aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya (Suyanto, 2009). Biasanya dengan menggunakan cara atau objek seks yang tidak wajar. Menurut Freud (2010) terdapat dua jenis penyimpangan seksual yaitu penyimpangan seksual berdasarkan objek seksnya dan penyimpangan seksual berdasarkan tujuan seksual.

Jika kita menggali lebih dalam lagi, ternyata banyak bentuk dari penyimpangan seksual seperti: homo seksual, heteroseksual, biseksual, binatang sebagai objek seksual, seksual lubang anus (sodomi), seks anal, fetitisme, sadisme dan masokisme, ekshibisionis, masturbasi infantil, oedipus kompleks, dan lain-lain. Penyimpangan seksual khusus dalam kasus yang menghebohkan saat ini adalah seks anal dimana sang istri mengklaim bahwa pasangannya sering melakukan seks anal selama menjalani pernikahan.

Mungkin kita berfikir bahwa dalam suatu hubungan rumah tangga tidak akan terjadi kasus penyimpangan seksual. Anggapan bahwa rumah tangga dibangun dan dilandasi dengan perasaan cinta dan sayang akan menjauhkan terjadinya kasus ini dalam rumah tangga. Tapi pada kenyataannya, banyak terjadi kasus kekerasan dalam bentuk penyimpangan seksual dengan sang istri yang menjadi korban.

Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Komnas Perempuan (Maret 2020), bahwa sejak sebelas tahun terakhir atau periode 2008-2019 telah terjadi peningkatan jumlah perempuan korban kekerasan (termasuk didalamnya korban kekerasan akibat penyimpangan seksual) sebesar 693 % atau meningkat dari 54,4 ribu kasus di tahun 2008 menjadi 431,7 ribu kasus di tahun 2019 (databoks.katadata.co.id, 09/03/2020).

Angka tersebut belum mencerminkan jumlah kasus sebenarnya yang terjadi di masyarakat. Jika dibaratkan seperti fenomena gunung es di tengah lautan, yang terlihat hanyalah yang nampak dipermukaan. Hal ini disebabkan masih banyak korban yang mengalami kekerasan enggan untuk melaporkan karena berbagai alasan. Tetapi, di sisi lain peningkatan kasus ini secara tidak langsung mencerminkan semakin banyak perempuan korban kekerasan yang berani melaporkan atas apa yang menimpa mereka.

Penyimpangan seksual yang terjadi dalam rumah tangga dan menimpa kaum perempuan disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah karena masih adanya ketimpangan gender atau ketidakadilan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Rendahnya pencapaian kualitas perempuan dibandingkan laki-laki tercermin dari nilai rasio antara Indeks Pembanguan Manusia (IPM) perempuan dan IPM laki-laki atau disebut juga Indeks Pembangunan Gender (IPG). Saat ini, walaupun setiap tahun mengalami kenaikan tetapi IPM perempuan selalu jauh di bawah IPM aki-laki.
.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020, IPM perempuan sebesar 69,19 sedangkan IPM laki-laki sebesar 75,98. Rasio antara IPM perempuan dan laki-laki sebesar 91,06. Nilai inilah yang menunjukkan terjadinya ketidakadilan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.

Jika kita lihat lebih dalam, pendidikan sebagai salah satu dimensi pembentuk IPM digunakan untuk mengukur kualitas sumber daya manusia. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan yang diperoleh oleh kaum perempuan dapat menyebabkan ketidaktauan atau ketidakpahaman bahwa perlakuan yang diterimanya saat berhubungan intim merupakan suatu tindakan yang menyimpang atau tidak.

Atau bisa saja kaum perempuan sudah mengetahui bahwa tindakan yang diterimanya merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan seksual, tetapi karena rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketakutannya mengakibatkan ia enggan untuk melaporkan kepada yang berwajib. Ditambah dengan kurangnya sosialisasi dan pendampingan dari lembaga terkait terhadap korban penyimpangan seksual membuat perempuan merasa enggan dan tidak berani untuk melaporkan.

Terjadinya pernikahan dini pada remaja juga sangat memungkinkan timbulnya penyimpangan seksual dalam rumah tangga. Rasa ingin tahu yang tinggi atau justru ketidaktahuan tentang bagaimana berhubungan intim yang sehat dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan seksual. Tidak hanya itu, bahkan sangat mungkin dapat menimbulkan penyakit berbahaya.

Selain pernikahan dini, banyaknya pernikahan yang dilakukan hanya berdasarkan hukum agama, tetapi tidak diumumkan kepada khalayak serta tidak tercatat secara resmi di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Catatan Sipil. Hal ini sangat memungkinkan terjadinya penyimpangan seksual dalam rumah tangga.

Posisi wanita yang lemah karena tidak memiliki kekuatan hukum dalam rumah tangga sangat memungkinkan sang istri akan mengikuti semua keinginan dan permintaan sang suami bahkan dalam hal berhubungan intim yang tidak sehat atau menyimpang. Sikap yang salah dalam mengartikan bahwa seorang istri harus tunduk dan patuh dalam semua hal termasuk menerima segala perlakuan dan tindakan suami yang menyimpang dalam aktivitas seksual pun menjadi salah satu penyebab munculnya penyimpangan seksual dalam rumah tangga.

Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah: 223 yang menjelaskan secara tidak langsung bahwa pada dasarnya Islam tidak memperbolehkan hubungan seksual yang obyek seksualnya adalah bukan semestinya. Dalam konteks ini seharusnya seks itu dilakukan melalui farji, bukan melalui anus. Oleh karena itu, ayat ini menjadi dasar bagi beberapa ulama untuk melarang praktek anal sex (Khazin , 1994).

Kasus penyimpangan seksual dalam rumah tangga tidak bisa kita diamkan dan biarkan. Dibutuhkan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini. Mengurangi bahkan menghilangkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan menjadi mendasar. Melalui peningkatan pendidikan bagi perempuan diharapkan dalam menjadikan perempuan memiliki kesamaan dan derajat dalam rumah tangga.

Selain itu, pengetahuan juga dapat membuka wawasan perempuan tentang apa itu penyimpangan seksual, seperti apa bentuknya, dan apa akibat yang akan diterima. Sehingga diharapkan perempuan berani dan dapat bersikap jika mendapatkan perlakukan penyimpangan seksual dari pasangannya dalam rumah tangga. Melalui pendidikan dan pengetahuan juga diharapkan dapat mengurangi terjadinya pernikahan dini dan nikah siri dalam masyarakat.

Perlunya peningkatan peran KUA yang memiliki wewenang untuk menikahkan. Dalam hal ini dengan menjalankan proses atau atau prosedur dengan benar yang wajib dilakukan oleh calon pasangan suami istri. Seperti misalnya, tahapan di mana pasangan suami istri mengikuti bimbingan perkawinan itu haruslah menjadi wajib hukumnya bukan hanya sebatas dianjurkan.

Begitu juga dengan sosialisasi dan proses pendampingan dalam hal penanganan, perlindungan, dan pemulihan korban penyimpangan seksual dalam rumah tangga pun menjadi sangat penting. Peran inilah yang harus ditingkatkan oleh lembaga baik pemerintah maupun swadaya masyarakat.

Pemahaman dan ilmu agama yang ditanamkan sejak dini juga dapat menjadi salah satu upaya yang sangat penting dilakukan. Karena diharapkan hai ini dapat menjadikan baik laki-laki maupun perempuan mengerti bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga dengan baik dan benar termasuk dalam hal berhubungan seksual atau intim.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya