Penyakit Akut Partai Politik Indonesia: Oligarki

Thomas Aquinas seorang filsuf skolastik menjelaskan bahwa oligarki yakni berupa kekuasaan kelompok kecil. Dalam oligarki penguasa negara menindas rakyatnya melalui represi ekonomi. Penguasa oligarki adalah orang-orang yang memiliki harta kekayaan yang melimpah(Aquinas, 2010).
Sedangkan, menurut professor dari Northwestern University, Jefrey A. Winters, oligarki dibedakan menjadi dua dimensi.
Dimensi pertama, oligarki mempunyai suatu dasar kekuasaan serta kekayaan material yang sangat sulit untuk dipecah dan juga diseimbangkan. Dimensi kedua, oligarki mempunyai suatu jangkauan kekuasaan yang cukup luas dan sistemik, meskipun mempunyai status minoritas di dalam sebuah komunitas(Winters, 2011). Sedangkan pemerintahan oligarki adalah kekuasaan politik di pegang oleh segelintir orang atau kelompok tertentu saja (Juniar, 2021).
Pengertian- pengertian dari para ilmuan besar tersebut sedikitnya telah menggambarkan apa itu oligarki dan bagaimana cara kerjanya. Hal ini dapat menjadi dasar dalam menganalisis bagaimana keadaan aktor politik Indonesia hari ini.
Dalam sistem demokrasi yang di anut Indonesia, partai politik menjadi aktor penting dan penentu.
Sebagai gambaran, partai politik merupakan institusi yang memiliki kuasa untuk menyiapkan para pejabat politik negara. Sehingga kesehatan dalam tubuh institusi politik tersebut menjadi sangat fundamental, karena kebijakan-kebijakan yang diambil secara langsung maupun tidak sangat berkaitan dengan berlangsungnya hidup hajat orang banyak. Namun pada kenyataanya, kesehatan dalam tubuh partai politik di Indonesia khususnya era reformasi dapat dibilang sangat mengkhawatirkan. Dari sekian banyak persoalan yang terdapat dalam partai politik Indonesia, Oligarki menjadi ujung pangkalnya.
Oligarki: Penyakit Partai Politik Indonesia
Oligarki dalam tubuh partai politik di Indonesia nyata terjadi, bahkan dapat dikatakan sudah menjadi penyakit akut. Kenapa demikian, karena praktek oligarki yang terjadi di tubuh partai sudah menjadi rahasia umum. Bahkan seolah-olah praktek tersebut menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja, hal ini akibat dari pikiran pragmatis para elite politik. Padahal persoalan tersebut memberikan dampak tidak sehat, baik dalam berjalanya partai politik maupun masyarakat secara umum.
Secara nyata dapat dilihat bahwa mayoritas partai politik di Indonesia memiliki para penguasa yang permanen atau dapat disebut sebagai ketua umum abadi. Eksesif kuatnya ketua umum tersebut sampai tidak bisa di goyahkan sejak lama. Partai politik di Indonesia seakan-akan hanya dikuasai oleh kelompok tertentu. Hal tersebut yang menimbulkan ketidaksehatan dalam proses demokrasi didalamnya.
Gambaran kelompok penguasa permanen partai politik, seperti beberapa waktu yang lalu Megawati Soekarnoputri kembali dipilih secara aklamasi oleh pengurus DPD dan DPC se-Indonesia sebagai ketua umum PDIP untuk masa periode 2019-2024. Megawati telah kesekian kalinya menjabat sebagai ketua umum sejak PDIP berdiri pada tahun 1999 silam. Hal ini menunjukan seakan-akan PDIP dilahirkan hanya untuk menjadi milik klan Soekarno, bukan lagi menjadi institusi publik.
Partai Gerindra juga kembali memilih Prabowo Subianto sebagai ketua umum untuk periode 2020-2025. Prabowo Subianto yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia telah memimpin partai Gerindra selama kurang lebih 12 tahun.
Partai politik lain seperti Perindo dengan Hary Tanoesoedibjo, Demokrat dengan klan keluarga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Nasdem dengan Surya Palohnya, dan lainnya.
Gambaran tersebut menunjukan bahwa dalam tubuh partai politik tersebut mengamini praktek oligarki. Kekuasaan dalam partai politik hanya berputar dari figur pendiri partai, keluarga pendiri partai ataupun figur yang memiliki kekuatan ekonomi.
Partai politik menjadi tidak demokratis. Kekuasaan hanya bertumpu pada satu tokoh atau kelompok tertentu untuk mengendalikannya. Bahkan, secara miris dapat ditelaah lebih jauh bahwa mayoritas partai politik tersebut merupakan partai besar yang memiliki pengaruh dalam berjalanya pemerintahan Indonesia hari ini. Sehingga kekhawatiran ini wajar dimunculkan ke publik, karena dinamisasi pemerintahan yang berkuasa sekarang akan sangat dipengaruhi oleh partai-partai tersebut.
Lebih daripada itu, dampak praktek oligarki sangat negatif bagi internal partai, banyak kader-kader potensial yang keluar dari partai politik tersebut karena merasa dirinya tidak dapat berkembang dan tidak diberi kesempatan yang sama.
Catatan Kritis Bagi Partai Politik
Ada beberapa catatan kritis sebenarnya dengan fenomena oligarki yang terjadi dalam tubuh partai politik di Indonesia era reformasi. Hal ini sebagai bentuk pengingat bagi para elite politik, bahwa persoalan ini telah menggerogoti kesehatan institusi nya. Pertama gagalnya kaderisasi dan terhambatnya regenerasi partai politik. Kedua tidak mencerminkan pendidikan politik baik bagi masyarakat.
Pertama, fenomena oligarki partai politik menyebabkan kegagalan kaderisasi dan terhambatnya regenerasi dalam tubuh partai politik. Kader yang memang memiliki kemampuan dan sudah cukup lama berproses di partai, akan sulit mendapatkan panggung yang lebih besar. Sebab dirinya tidak memiliki darah dari figur pendiri partai politik atau juga tidak memiliki kekuatan ekonomi.
Hal ini mencederai proses demokrasi, padahal banyak politisi menyuarakan tentang demokrasi. Namun ternyata prakteknya tidak terjadi bahkan dalam lingkup partai politiknya sendiri.
Fenomena ini membuat kader yang memiliki kemampuan akan tergusur dengan orang yang memiliki ikatan klan atau lain sebagainya. Oligarki ini akan menimbulkan kekecewaan dari kader yang memang memiliki kemampuan dan sudah lama berproses. Karena secara esensial, tidak diberikan kesempatan dan panggung yang layak untuk ikut berkompetisi.
Sebenarnya harus menjadi catatan bersama bahwa regenerasi dan kederisasi dalam partai politik penting di praktekkan. Bukan hanya berdampak positif bagi internal partai tersebut, namun juga berdampak positif terhadap eksternal partai dalam hal ini masyarakat.
Dalam penelitiannya, Ekawati & Sweinstani, (2020) yang diterbitkan di jurnal wacana politik berjudul “Dampak Personalisasi Partai terhadap Demokrasi Internal Partai di Indonesia Pasca Orde Baru “ menjelaskan bahwa faktor penyebab partai masih didominasi oleh satu figur/ individu tertentu adalah kharisma figur, kultur patron-klien, dan motif ekonomi. Lebih lanjut, meskipun ada anggapan bahwa dominasi individu/ figur dalam hal tertentu memberikan keuntungan dalam menjaga soliditas partai.
Namun sebenarnya dampak positif tersebut hanyalah dampak yang bersifat semu dan jangka pendek. Lebih daripada itu, ketergantungan terhadap satu figur/ individu atau dapat disebut dengan personalisasi partai politik mengancam demokrasi internal partai yang membuat institusionalisasi partai politik menjadi terhambat, matinya demokrasi internal partai, hingga dampak buruk pada sirkulasi elit.
Kedua, tidak mencerminkan pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Salah satu fungsi dari partai politik adalah memberikan sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Namun apabila dalam internal partai menunjukan oligarki, maka masyarakat akan memandang bahwa partai politik tidak mempresentasikan proses demokrasi yang baik. Karena secara nyata partai politik hanya di kuasai oleh orang dan kelompok tertentu.
Padahal pendidikan politik menjadi salah satu fungsi yang sangat penting bagi partai politik. Sebab, hal tersebut merupakan salah satu tanggungjawabnya dalam lingkup menjalankan tugas dan fungsi. Partai politik jangan hanya pada saat pemilihan umum saja baru mendekati masyarakat sebagai pemilih, namun seharusnya juga tidak adanya pemilihan umum pun fungsi nya tersebut harus selalu di praktekan.
Jangan sampai masyarakat merasakan bahwa dirinya hanya di manfaatkan partai politik untuk mendapatkan kekuasaan semata. Masyarakat hanya menjadi objek untuk pragmatisme politik dan partai politik hanya berorientasi pada kekuasaan, tanpa menjalankan fungsi nya dengan baik.
Dengan demikian, perlu dicatat dalam pemikiran bersama bahwa semangat demokrasi harus selalu di suarakan. Bukan hanya dalam pemerintahan negara Indonesia secara umum, namun juga secara khusus pada lingkup partai politik. Sebab partai politik merupakan salah satu komponen terpenting dalam proses demokrasi negara. Lebih dari pada itu partai politik juga menjadi tempat masyarakat untuk menyampaikan aspirasi yang nantinya harus di sampaikan kepada penguasa.
Artikel Lainnya
-
144024/01/2021
-
100230/06/2021
-
204916/02/2020
-
Resiko Mudik dan Pelajaran dari India
98829/04/2021 -
Juru Bisik dan Ugal-Ugalan Politik
115416/03/2021 -
289107/05/2020