Pemimpin Baru dan Spirit Natal

Pemimpin Baru dan Spirit Natal 01/01/2025 104 view Politik pxhere.com

Pemilihan kepala daerah telah usai. KPU pun telah mengetuk palu dan menentukan siapa yang keluar sebagai pemenang dalam kontestasi Pilkada kali ini. Sebagai rakyat biasa, kita tentu berharap bahwa pemimpin terpilih tersebut akan menunaikan tugas dan tanggung jawab mereka selama lima tahun ke depan dengan baik.

Hal itu memang tidak mudah karena dalam realitasnya, pemimpin selalu viv a vis dengan dilema: antara kepentingan diri dan kepentingan umum, antara kepentingan kelompok dan kepentingan rakyat kebanyakan. Namun hemat saya dilema itu dapat dilampaui manakala mereka memiliki spirit natal.

Natal merupakan peristiwa inkarnasi, sabda menjelma menjadi manusia. Kendati peristiwa itu terjadi dua ribuan tahun silam namun Gereja senantiasa merayakannya setiap tahun karena ia memiliki makna yang tak terhingga dalam hidup umat beriman.

Namun sebelum pesta itu dirayakan, seperti biasa, Gereja melewati masa yang disebut adven. Adven merupakan masa penantian. Masa ini berlangsung selama empat minggu. Pada masa ini Gereja diundang untuk mempersiapkan diri sembari mengkontemplasikan misteri inkarnasi.

Kalau dimaknai dengan baik, adven sejatinya merupakan masa spesial bagi Gereja karena ia tidak hanya membawa berkat dalam tatanan kehidupan personal tetapi juga dalam tatanan kehidupan sosial. Dalam tatanan personal, ia membangkitkan semangat transformasi diri: dari manusia lama ke manusia baru. Sementara dalam tatanan sosial, ia membangkitkan semangat rekonsiliasi atau perdamaian.

Lalu setelah melewati masa itu, Gereja merayakan natal. Kendati pestanya telah dirayakan pada 25 Desember kemarin, nuansanya masih terasa sampai saat ini. Hal itu tentu bukan semata-mata karena daya external (dari lampu kelap-kelip yang masih terpajang di pinggir-pinggir jalan dan di pintu-pintu rumah), sebaliknya, itu karena daya internal yang menyentuh dan menggugah hati dan hidup setiap orang beriman.

Daya internal itu tidak lain dan tidak bukan adalah pribadi Yesus sendiri. Ia adalah Allah (raja semesta alam). Namun karena kasih dan solidaritasNya yang begitu besar, Ia rela meninggalkan singgasana kekuasaanNya dan memilih untuk tinggal di tengah-tengah manusia yang rapuh.

Uniknya, untuk merealisasikan kasih dan solidaritaNya itu, Ia memilih untuk lahir di tempat yang paling hina, yakni di kandang binatang di kota kecil Betlehem. Hal itu tentu bukan sebuah kebetulan. Sebaliknya, itu merupakan tanda keberpihakan Allah. Di kandang yang jijik itu, Ia menegaskan keberpihakanNya terhadap the least, the last, and the lost in the society.

KeberpihakanNya terhadap orang-orang tersebut serentak membongkar stigma yang melilit dan membelenggu hidup mereka. Martabat mereka diangkat dan citra kemanusiaan mereka sebagai putra-putri Allah dipulihkan kembali oleh daya kasihNya. Inilah arti natal. Dan harapannya spirit yang sama terpatri dan termanifestasi dalam diri dan hidup orang beriman.

Natal memang merupakan peristiwa religius namun memiliki relevansi yang kuat dalam kehidupan sosial dan politik. Karena itulah, penting kiranya bagi para pemimpin untuk memiliki spirit natal. Tipe pemimpin yang memiliki spirit natal ialah:

Pertama, sederhana dan rendah hati. Kesederhanaan merupakan ciri khas natal. Kendati Yesus adalah Allah dan raja namun Ia rela mengosongkan diri dan menjadi seperti manusia. Ia sadar bahwa hanya dengan mengambil rupa manusia, lahir, dan tinggal di tengah-tengah mereka, Ia akan memenuhi misi keselamatanNya.

Demikian juga seorang pemimpin yang memiliki spirit natal. Ia tidak berlaku sombong. Ia sadar bahwa kekuasaan atau jabatan yang ia miliki hanyalah sebuah sarana untuk melayani banyak orang.

Ia bukanlah seorang yang harus ditakuti. Ia juga bukan seorang yang memiliki derajat atau martabat yang tinggi. Ia bukan pula seorang yang harus dilayani. Sebaliknya dia adalah seorang yang ramah, memiliki derajat dan martabat yang sama dengan yang lain, dan tugasnya ialah untuk melayani kepentingan masyarakat dan bukan sebaliknya.

Kedua, peduli. Kepedulian juga merupakan ciri khas natal. Allah bukanlah seorang yang tuli, buta, dan apalagi indifferent. Ia adalah Allah yang maha kasih. Kasih itulah yang mendorong Dia untuk bersolider dengan manusia ciptaanNya yang rapuh.

Kitab Perjanjian Lama dan Baru memembeberkan secara gamblang tentang hal ini bahwa Allah tidak pernah menutup mata terhadap jerit tangis umatNya. Ia tidak pernah membiarkan mereka binasa oleh dosa.

Dalam Perjanjian Lama sendiri, Ia bertindak melalui tanda-tanda dan juga para pengantara seperti para nabi dan para malaikat untuk menuntun perjalan hidup umatNya. Sementara dalam Perjanjian Baru, Ia tidak lagi bertindak melalui tanda-tanda dan para pengantara. Sebaliknya, Ia hadir secara langsung untuk membebaskan belenggu yang melilit kemanusiaan manusia.

Demikian juga seorang pemimpin yang memiliki spirit natal. Ia sadar bahwa seorang pemimpin harus peduli terhadap jerit tangis masyarakat. Ia sekali-sekali tidak berpaling terhadap situasi yang melanda hidup masyarakat seperti kerangkeng kemiskinan, kekurangan air bersih, kekurangan fasilitas kesehatan, infrastruktur jalan yang rusak, dan kekurangan gizi pada bayi dan ibu-ibu hamil.

Ia sadar bahwa tugasnya ialah untuk membebaskan masyarakat dari belenggu-belenggu tersebut dan bukan sebaliknya yakni membebani mereka dan bahkan generasi yang akan datang dengan melakukan korupsi, menambah beban utang daerah, dan bahkan membungkam suara-suara profetis tatkala publik muak dengan kelaliman dan penyelewengan yang mereka buat.

Ketiga, berpihak kepada yang lemah. Keberpihakan juga merupakan ciri khas natal. Allah tidak pernah mengambil posisi netral. Sebaliknya, Ia selalu menunjukkan keberpihakan khususnya terhadap orang-orang lemah, orang-orang kalah, dan terpinggirkkan. BagiNya, mereka itu tidak berbeda dengan yang lain. Mereka memiliki harkat dan martabat yang sama dengan yang lain. Dan dengan mengambil posisi itu, Ia serentak mengangkat derajat dan martabat orang-orang tersebut.

Demikian juga pemimpin yang memiliki spirit natal. Ia sadar dan taat pada amanat konstitusi yang menegaskan bahwa tugas utama negara ialah “memelihara fakir miskin” (Pasal 34 ayat 1 UUD 1945). Mereka memberikan perhatian khusus kepada orang-orang tersebut dan bukan sebaliknya yakni memberikan perhatian lebih kepada para investor asing dan orang-orang kuat yang turut membantu mereka selama proses kampanye. Martabat dan nilai-nilai hidup masyarakat kecil selalu dijunjung tinggi karena itu lebih penting dan berharga daripada uang dan harta benda lainnya yang mereka terima dari para investor dan orang-orang kuat.

Keempat, selalu memperhatikan kesejateraan umum. Kendati Yesus berpihak kepada orang-orang lemah dan kalah, namun Ia sekali-sekali tidak membenci orang-orang kaya dan para pemimpin. Tidak ada kosa kata benci dalam diri Allah karena Ia adalah Kasih (Deus Caritas Est). Keselamatan yang Ia bawa adalah untuk semua orang. Ia mau supaya semua mahluk ciptaanNya selamat.

Demikian juga seorang pemimpin yang memiliki spirit natal. Ia mau supaya kesejahteraan hidup dirasakan oleh semua. Ia tidak tega melihat gap atau disparitas yang besar di tengah masyarakat. Karena itu tugasnya ialah mendistribusikan sumber-sumber negara seadil-adilnya sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku agar semua orang merasakan kesejahteraan dan kemakmuran hidup yang sama.

Itulah tipe pemimpin yang memiliki spirit natal. Dan harapannya pemimpin baru kita memiliki spirit semacam itu sehingga mereka bisa menakhodai daerah kita selama 5 tahun ke depan dengan baik.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya