Otokritik Anarkisme: Refleksi Atas Gerakan Anarkisme Hari Ini
Anarkisme, meski sering dipandang sinis oleh kekuasaan, ia merupakan ide dan gagasan gemilang yang mengerikan bagi mereka yang tak sepakat dengan penghancuran negara.
Ide-ide dan gagasan yang ditawarkannya sangat segar dan begitu memabukkan bagi mereka yang pertama kali dalam sepanjang hidupnya baru merasai kemuakan terhadap negara. Atau bagi mereka yang bosan berkelana dari satu pemikiran ke pemikiran lainnya. Ia serupa rumah untuk pulang dan api unggun untuk menghangatkan badan dari dinginnya kekejaman yang lahir dari rahim negara.
Mulai dari konsep swa-kelola dan federasi ala anarkisme organisasi, sampai konsep paling menusuknya; bahwa individu harus merdeka dari segala belenggu otoritas dan struktur mana pun; konsep yang menentang keras pandangan anarkisme organisasi. Adalah buah dari beragam ide dan gagasan yang menawan. Sama sekali bagus. Tapi sulit untuk diterapkan karena satu hal, yakni keegoisan dari ragam variannya. Dialektika yang timbul di antara keberagaman varian itu tentu hal yang sehat, tapi akan menjadi penyakit jika mereka terus berselisih tanpa melahirkan harmoni antara perbedaan.
Anarkisme dalam Sangkar
Secara historis, anarkisme punya banyak musuh selain negara dan kapitalisme. Salah satu musuh terbesarnya adalah komunisme yang menganggap negara sebagai alat perjuangan untuk menciptakan masyarakat komunal. Di antara keduanya bagus secara konsep masa depan masyarakat yang komunal. Namun, dua kubu itu saling bentrok pada satu titik, dengan negara atau tidak dengan negara. Dua kubu yang selalu bentrok sejak awal perjumpaan antara Karl Marx dan Bakunin, hingga dengan hari ini masih saja selalu saling adu jotos.
Sementara itu, di sisi lain, anarkisme dihantam lagi dari belakang oleh varian anarkisme lain. Anarkisme individualis. Bagi pandangan anarkisme individualis, anarkisme organisasi tak ada bedanya dengan negara. Karena berusaha menciptakan sistem dominasi yang baru; federalisme. Bentuk yang sebetulnya melawan logika negara, tapi di sisi lain dianggap oleh anarkisme individualis sebagai sistem dominasi.
Di satu sisi, anarkisme individualis berkata bahwa anarkisme adalah menolak tunduk pada 'semua' otoritas. Menurutnya, semua otoritas sama menindasnya dan sama mengekangnya. Sementara, anarkisme organisasi menentangnya, bahwa ada yang namanya 'otoritas sementara'; otoritas yang lahir dari bermacam keahlian para individu merdekanya. Misal, ada seorang dokter yang punya keahlian membedah, tidak mungkin ia menerbangkan pesawat yang bukan keahliannya, maka untuk menyelesaikan operasi penyakit dalam kasus masyarakat anarkis perlulah otoritas dokter, begitu pun sebaliknya. Artinya, otoritas dimiliki oleh beragam individu tergantung konteksnya.
Di sisi lain, anarkisme organisasi juga lupa, bahwa apa yang dikatakan individualis pun ada benarnya. Untuk apa menciptakan sistem federalisme yang terdiri dari berbagai komunitas dan cenderung menghasilkan sistem dominasi yang baru; di mana rawan timbul dominasi mayoritas terhadap minoritas melalui sistem federalisme berbasis demokrasi langsung?
Kritik itu sebetulnya sudah dijawab oleh Malatesta, salah seorang anarkis yang menggeluti dunia organisasi anarkis. Namun, jawaban Malatesta tentu belum memuaskan bagi anarkisme individualis yang cenderung melihat keberadaan otoritas tak bisa ditolerir.
Pertentangan itu jadi siklus yang berulang eksis dari tahun ke tahun. Alhasil, mereka saling memukul satu sama lain lewat tulisan kritik di media sosial. Sementara mereka lupa bahwa di depannya masih ada negara dan kapitalisme—dua monster besar yang kerap dicaci maki oleh mereka—sedang hadir menonton adu jotos mereka sambil duduk dengan gelak tawa.
Menjauh dari Tapak
Pertentangan tidak perlu itu kalau dalam kacamata komunisme, disebut sebagai kontradiksi tidak pokok. Di mana dua kubu yang punya satu musuh yang sama justru saling hantam dan melupakan keberadaan satu musuh yang sama di depannya. Ini lah yang menurut saya pribadi, menjadikan anarkisme makin hari makin hilang arah, ia kerap berhadapan dan malah meladeni setiap konflik horizontal.
Selain hilang arah, anarkisme hari ini pun turut kehilangan esensinya sebagai konsep kehidupan yang selalu selaras dengan alam dan masyarakat. Anarkisme hari ini, jauh dari tapak. Bayangkan, di saat pemikiran kiri lainnya sedang bergelut langsung di tapak, anarkisme justru masih saling memperdebatkan antara varian lainnya demi menunjukkan siapa yang paling benar-benar anarkis. Saya enggak bermaksud menggeneralisasikan anarkisme, bahwa semuanya begitu, enggak. Tapi yang pasti, ada beberapa fenomena yang membuat saya cenderung berpikir demikian.
Memakai kacamata komunisme dalam melihat pertentangan antara anarkisme individualis dan organisasi memang tampak kurang tepat. Namun dalam konteks yang lebih luas dan penuh pertimbangan (mengelola tenaga dan pikiran untuk membentuk strategi perlawanan yang jitu) kacamata komunisme justru sangat membantu. Kontradiksi tidak pokok yang selalu hadir di antara beragam varian anarkisme, telah menjadikan tujuan anarkisme itu sendiri; masyarakat tanpa kelas dan negara, justru semakin menjauh. Alih-alih meredakan sejenak pertentangan untuk kemudian menaruh kata-kata, teori, dan pola pikir yang kerap diserukan di buku-buku maupun tulisan ke tingkat tindakan, mereka justru disibukkan dengan perdebatan tak perlu. Ini cukup aneh.
Antara siapa yang paling benar menurut saya bukanlah suatu hal yang mesti diperdebatkan di tengah kegelisahan dan kemuakan yang sama terhadap penindasan negara. Jika anarkisme organisasi punya ide dan gagasan untuk membangun federasi, maka bangunlah dan tunjukkan dengan turun langsung ke tapak tanpa perlu menyerang mereka yang kerap menyalahkan ide dan gagasan mereka.
Dan jika anarkisme individualis punya ide dan gagasan untuk menolak tunduk pada setiap otoritas (sekalipun anarkisme organisasi itu sendiri), maka tunjukkanlah dengan turun ke tapak tanpa perlu meladeni mereka yang punya ide dan gagasan bersebrangan. Karena anarkisme tak punya definisi mutlak. Ia cair dan mengalir dengan jalan yang beragam, tapi satu hal yang pasti, keberagaman jalan itu bergerak menuju muara yang sama, yakni melenyapkan penindasan.
Hari ini, Kalian Sedang Melawan Siapa?
Satu pertanyaan yang perlu ditancapkan hari ini kepada beragamnya varian anarkisme adalah, "Kita sedang melawan siapa?" Kita punya musuh yang sama, yakni negara dan segala otoritas yang membuat kita sengsara.
Masyarakat yang tertindas tak lagi butuh penyeragaman ide dan gagasan. Ide dan gagasan siapa yang paling benar dan paling baik adalah ide dan gagasan yang berevolusi menjadi tindakan nyata untuk bergerak melawan. Tak penting untuk mempermasalahkan apa yang tak sejalan dalam perlawanan melawan musuh yang sama. Cukup yakinkan saja apa yang dirasa benar dan apa yang dirasa salah. Jika kita tetap saling menyalahkan satu sama lain, dan bertarung untuk mendapatkan ide dan gagasan siapa yang paling benar dan siapa yang salah, kita tidak akan pernah bergerak. Jika kita tetap saling adu jotos satu sama lain sambil menyerukan yang terbaik adalah yang A bukan yang B, maka tak satu pun pukulan telak dapat mengenai muka musuh brengsek yang sama.
Dalam beragamnya varian anarkisme, sudah seharusnya perbedaan di antaranya mampu bertumpu pada keharmonisan dalam mengokang senjata. Persetan dengan federalisme, persetan dengan orientasi ide dan gagasan menuju anarkisme individualis. Yang kita butuhkan sekarang sebuah harmoni untuk saling merangkul dan memanjat dinding busuk bernama negara. Untuk meruntuhkan, untuk membuatnya mati tersungkur lemas di tangan siapa-siapa saja yang berharap untuk sebuah kehidupan yang lebih baik dengan melawannya.
Artikel Lainnya
-
209827/03/2021
-
89110/10/2024
-
193102/05/2020
-
Paskah, Seruan Imperatif, dan Sikap Reflektif
55309/04/2023 -
Paus Fransiskus dan Peran Profetis Gereja
230812/02/2020 -
Musuh Besar Itu Bernama Terorisme
225331/03/2021
