Miskonsepsi Tentang Missing Link

Miskonsepsi Tentang Missing Link 28/11/2020 12012 view Pendidikan pixabay.com

Di antara banyak teori-teori sains yang telah berkembang selama ini, barangkali tidak ada yang lebih populer dari teori evolusi dalam ilmu biologi. Hampir semua kalangan, baik orang-orang yang memang belajar biologi maupun orang awam, rasanya tidak ada yang tidak memgetahui atau sekurang-kurangnya belum pernah mendengar tentang teori satu ini.

Sejak Charles Darwin menerbitkan bukunya yang berjudul "The Origin of Species by Means of Natural Selection" pada tahun 1856. Diskursus mengenai pendapat Darwin yang mengatakan bahwa semua makhluk hidup mengalami perubahan dan perkembangan melalui mekanisme seleksi alam sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan dan memiliki implikasi yang luas dan melibatkan perspektif lintas disiplin ilmu lain seperti agama, sains, serta budaya.

Dalam perdebatan mengenai teori evolusi. Ada satu istilah yang seringkali digunakan untuk menolak klaim atas validnya teori evolusi, yaitu istilah "missing link" (rantai yang hilang). Secara definisi, istilah "missing link" digunakan untuk merujuk kepada ketiadaan bukti-bukti fisik berupa fosil mengenai adanya perubahan terhadap makhluk hidup yang ada di bumi.

Dalam penggunaannya, "missing link" ini sering digunakan sebagai sebuah bantahan terhadap klaim evolusi yang terjadi pada manusia.

Bilamana manusia memang berasal dari kera seperti yang telah dikatakan oleh darwin. Mengapa sampai saat ini kita tidak menemukan sebuah bukti fosil berupa makhluk hidup setengah kera dan setengah manusia?

Bukankah tidak adanya fosil ini mengindikasikan ada "missing link" yang membuktikan bahwa transisi bentuk dari kera menuju manusia itu tidak ada dan menunjukkan bahwa teori evolusi itu salah?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini lazim muncul karena ada beberapa kesalahan pemahaman mendasar kita terhadap teori evolusi, serta dalam kasus ini, terkait dengan penggunaan istilah "missing link" dalam kajian teori evolusi.

Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah bahwa Darwin dalam bukunya (The Origin of Species) sama sekali tidak pernah menyinggung dan menyebutkan bahwa manusia secara langsung adalah keturunan dari kera. Yang Darwin katakan dalam bukunya adalah seluruh makhluk hidup, termasuk manusia dan kera, adalah berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dan leluhur dari manusia dan kera berpisah pada rentang waktu 4,5 - 6 juta tahun yang lalu.

Dalam kajian biologi kontemporer, kita menyebut nenek moyang ini sebagai LUCA (Last Universal Common Ancestor) yaitu sebuah organisme seluler sederhana yang dapat mensintesis protein. Tiga domain besar makhluk hidup yaitu Eubacteria, Archaebacteria, dan eukariot (manusia dan tumbuhan masuk kategori ini) semua bermula dan berasal organisme yang disebut sebagai LUCA ini. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kesamaan gen yang tinggi dalam ketiga domain makhluk hidup dengan LUCA.

Hal kedua yang menjadi kesalahpahaman umum dalam teori evolusi adalah adanya anggapan bahwa mekanisme evolusi berlangsung melalaui mekanisme hierarki yang lurus. Hal ini disebabkan karena dalam paradigma biologi klasik, ada sebuah kepercayaan bahwa makhluk hidup berkembang dari organisasi sedehana menjadi organisme dengan struktur yang kompleks.

Pemahaman ini diadopsi dari metode klasifikasi makhluk hidup yang disampaikan oleh Aristoteles dalam bukunya "Scala Naturae". Implikasinya adalah adanya sebuah pemahaman bahwa makhluk hidup membentuk sebuah satu kesatuan rantai makhluk hidup yang sifatnya linier. Konsep ini disebut sebagai konsep "The Great Chains of Being"

Pemahaman terkait skema evolusi yang berlangsung secara lurus seperti inilah yang menyebabkan adanya anggapan seolah-olah ada "missing link" dalam teori evolusi.

Dalam kenyataannya, mekanisme evolusi terjadi tidak melalui skema rantai lurus seperti itu, tapi membentuk variasi percabangan yang beragam. Seperti akar pohon yang tumbuh dan memiliki banyak cabang-cabang yang muncul di kemudian hari.

Contohnya dapat kita lihat dari pengamatan yang dilakukan oleh darwin ketika ia berkunjung ke pulau Galapagos. Dalam satu pulau yang sama, terdapat banyak variasi bentuk paruh burung Finch yang berbeda. Perbedaan ini disebabkan karena bentuk paruh burung Finch ini menyesuaikan dengan habitat dan jenis makanan dari masing-masing burung tersebut yang berbeda.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam satu rentang waktu yang sama dapat terjadi perubahan-perubahan evolusi dalam makhluk hidup. Bilamana kita mengikuti logika berfikir rantai kesatuan tadi, maka seharusnya mekanisme evolusi burung Finch tadi dilakukan secara bertahap secara satu persatu, bukan terjadi secara bersamaan sekaligus.

Dalam konteks perkembangan manusia, bukti-bukti fosil telah menunjukkan bahwa manusia modern (homo Sapiens) bukanlah satu-satunya spesies hominid yang pernah hidup di muka bumi. Ada berbagai macam fosil lain yang telah ditemukan seperti fosil Australopithecus, Homo Neanderthal, homo habilis, serta homo erectus.

Meskipun penemuan-penemuan fosil hominid lain inipun juga sebenarnya belum menunjukkan secara keseluruhan proses evolusi yang terjadi pada manusia. Karena fosil-fosil ini adalah sisa dari bukti yang mampu bertahan dan dikumpulkan manusia. Bisa jadi dalam kenyataannya, ada lebih banyak spesies hominid lain yang fosilnya hilang dan belum ditemukan oleh manusia. "Missing link" juga dapat diartikan bahwa ada kemungkinan di masa depan, akan muncul bukti-bukti baru yang dapat mendukung keabsahan suatu teori tertentu.

Akan tetapi, penemuan-penemuan ini dapat membantu kita dalam memahami proses evolusi yang terjadi pada manusia dan seluruh mahluk hidup yang ada di bumi. Perspektif teori evolusi dapat membantu kita dalam memahami transisi dan perubahan apa saja yang terjadi pada makhluk hidup di bumi selama ini.

Dan konsep "missing link" adalah sebuah istilah yang sering disalahpahami. Konsep tersebut tidak dapat dijadikan dalih untuk menolak teori evolusi.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya