Mewaspadai Kerentanan Pelecehan Seksual
Kasus pelecehan seksual menjadi berita yang tidak asing lagi di telinga. Kasus ini selalu hangat diperbincangkan. Setiap hari selalu muncul kasus tentang pelecehan seksual. Akhir-akhir ini muncul kasus baru yang terjadi di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dilansir dari kompas.com (3/9/2021). Kerap kali yang menjadi korban atas pelecehan seksual ini adalah perempuan dan anak-anak. Namun di jaman sekarang, laki-laki pun sudah menjadi korban seperti yang terjadi dalam kasus tersebut. Hal ini menjadi momok bagi kita bersama, karena kasus ini bisa saja terjadi pada diri kita dan orang-orang yang kita sayangi.
Berdasarkan kasus di KPI, pelecehan seksual terhadap pegawai kontrak KPI (MS) sudah terjadi beberapa tahun yang lalu oleh rekan sekerjanya. Kasus ini menjadi viral di media sosial twitter. Tidak hanya pelecehan seksual, MS juga mengaku sering di-bully. MS sudah melaporkan ke Polsek Gambir pada 2019. Awalnya MS diminta untuk menyelesaikan kasus ini dengan atasannya di KPI. Namun, pelecehan seksual masih saja terjadi terhadap dirinya. Ia memutuskan untuk melaporkan kembali kepada Polsek Gambir pada 2020, tetap saja tidak ada tanggapan yang serius, dan MS diarahkan untuk melapor ke Polres Jakarta Pusat. Kasus ini kemudian ditindaklanjuti oleh Propam Polres dan Propam Polda hingga saat ini.
Seharusnya jika sudah menerima laporan kedua berarti masalah ini bukanlah masalah yang kecil yang bisa diatasi antara atasan dan bawahan di dunia kerja. Dari laporan itu, pihak berwajib harus menyikapi kasus ini dengan serius. Sebab korban selalu mendapatkan perlakuan perundungan dan bully-an bahkan pelecehan yang terjadi berulang-ulang. Jangan sampai polisi dianggap tidak peduli terhadap kasus-kasus yang memberi dampak buruk bagi kesehatan mental seseorang ini. Apalagi mengabaikan laporan-laporan yang diberikan oleh korban. Sikap abai ini yang membuat kasus-kasus pelecehan seksual sulit untuk diatasi. Menunggu masalah menjadi besar baru bergerak merupakan tindakan yang tidak tepat. Maka pihak berwajib perlu memperhatikan hal ini.
Selain itu, muncul pula kasus baru tentang oknum dokter di Semarang diduga melakukan pelecehan seksual dengan mencampurkan sperma ke makanan istri temannya dilansir dari kompas (14/9/2021). Begitu miris kita melihat tindakan yang tidak terpuji seperti ini. Tindakan ini sungguh merendahkan martabat manusia. Pelecehan seksual harusnya menjadi tanggung jawab bersama. Setiap pribadi harus memiliki kesadaran akan bahayanya pelecehan seksual. Kita berniat agar mengurangi pelecehan seksual di negara kita. Sebab pelecehan seksual ini sangat rentan terjadi. Dari kasus ini, kita dapat belajar bahwa seorang yang berpendidikan pun bisa saja melakukan praktik yang tidak senonoh ini.
Masyarakat apalagi aparat perlu kritis dalam menanggapi kasus-kasus seperti di atas. Sikap kritis diperlukan agar kita dapat menghindari kasus pelecehan seksual. Sebab bisa saja pelecehan seksual ini terjadi karena pandangan akan pelecehan seksual yang kabur sehingga menyebabkan kasus pelecehan seksual marak terjadi. Kekaburan akan peraturan dan ketentuan pelecehan seksual juga menjadi penyebab tidak terselesainya kasus-kasus serupa. Maka kita perlu memahami aneka peraturan tersebut. Indonesia tentu mempunyai peraturan yang membahas tentang pelecehan seksual. Peraturan itu tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam peraturan ini, pelecehan seksual dikenal dengan istilah perbuatan cabul. Perbuatan cabul dalam KUHP terdapat pada Bab IV dalam buku kedua tentang Kejahatan Kesusilaan (pasal 284 sampai pasal 303). Dengan demikian pemerintah perlu menegaskan peraturan bagi pelanggar-pelanggar pelecehan seksual ini demi menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dilansir dari antaranews.com (4/6/2021) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (KemenPPPA) mencatat sekitar 7.191 kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan berdasarkan data tahun 2020. Angka tersebut menunjukkan bahwa pelecehan seksual kian memprihatinkan bagi manusia di negara kita ini. Keprihatinan ini membuat kita berpikir untuk siaga terhadap pelecehan seksual. Hal ini yang membuat saya mengategorikan kasus pelecehan seksual menjadi kasus yang berat dan menjamur di negara kita ini. Maka kita bersama pihak berwajib harus bekerja lebih keras dalam mengatasi masalah ini. Apabila kita tidak mau menjadi korban pelecehan seksual, maka kita harus menjauhkan diri dari godaan-godaan yang menimbulkan aktivitas tersebut. Beragam godaan itu, seperti berpakaian kurang bahan, keluar malam dengan pakaian minim, dan lain sebagainya. Maka kita perlu mawas diri agar dapat bersosialisasi dengan baik. Mawas diri tidak berarti menaruh sikap curiga kepada setiap orang, melainkan membuat diri kita lebih aman dengan mengenakan pakaian yang lebih tertutup. Sebab negara kita berbeda dengan negara-negara bebas lainnya. Negara kita memiliki tata krama yang lebih ketat berkaitan dengan penggunaan pakaian.
Pelecehan seksual akan lebih sulit diatasi dengan muncul budaya yang tidak sehat yang ada di lingkungan sekitar kita. Budaya yang tidak sehat misal menganggap pelecehan seksual sebagai hal yang lumrah saja terjadi. Hal ini tentu meresahkan kita bersama. Kerap kali kita itu membenarkan kebiasaan yang tidak tepat. Sehingga muncul ketidakpeduliaan terhadap pelecehan seksual seperti ini. Maka kita perlu menghindari ini. Jangan sampai pelecehan seksual membudaya di negara kita. Kita menyikapi kasus pelecehan seksual dengan bijaksana. Sikap kebijaksanaan menuntun kita untuk memerangi kasus-kasus tersebut.
Artikel Lainnya
-
80030/12/2022
-
167915/11/2021
-
206901/04/2020
-
Menelaah Hitam Putih Menjamurnya Ikoy-ikoyan
100009/08/2021 -
39805/08/2025
-
231624/11/2020
