Kedermawanan di Zaman Media Sosial

Pada waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD), kita sudah mulai dibiasakan untuk bersedekah. Kegiatan itu biasanya rutin dilaksanakan setiap hari Jumat. Saya masih ingat betul di sela-sela kotak amal sedang beredar di dalam kelas, guru pendidikan agama Islam saya selalu mengatakan jika pada saat tangan kanan mengeluarkan sedekah, hendaknya tangan kiri kita tidak mengetahuinya.
Guru saya biasanya juga menyampaikan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dari Abu Hurairah Rasulullah saw. bersabda: "Ada tujuh golongan yang akan dinaungi Allah Swt. dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. Di antaranya, seorang yang mengeluarkan suatu sedekah, tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh tangan kanannya."
Guru saya pada saat itu sebenarnya ingin mengajarkan pada saya, jika bersedekah hendaknya yang ikhlas, tanpa pamrih dan jangan sampai ada orang yang mengetahuinya. Adab orang bersedekah seperti itu tampaknya sudah mulai bergeser di zaman serba konten seperti saat ini. Atas dasar menyebarkan kebaikan, saat ini terasa kurang lengkap jika saat bersedekah tidak diabadikan dan dipamerkan dalam sebuah status media sosial.
Keterbukaan informasi di era digital saat ini memang menjadi sebuah kebutuhan. Keterbukaan penyaluran donasi oleh lembaga-lembaga sosial seperti lembaga amal, zakat, maupun lembaga kegiatan sosial lainnya saat ini menjadi sebuah keharusan.
Laporan secara digital melalui Website atau pun media sosial, saat ini memang menjadi sarana yang paling efektif untuk menginformasikan tersalurnya dana yang didonasikan para donatur. Dengan keterbukaan melalui platform digital tersebut, setidaknya dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada lembaga sosial itu.
"Pamer" kebaikan sebenarnya boleh-boleh saja, jika itu memang diniatkan untuk mengajak orang lain berbuat hal yang sama. Tapi, jika sedekah itu hanya dijadikan komoditas konten untuk dikomersialkan, tentu hal tersebut tidaklah etis.
Seperti akhir-akhir ini saya banyak menyaksikan seorang selebritas, selebgram atau Youtuber yang membuat konten "kedermawanan". Mulai bagi-bagi makanan sampai bagi-bagi uang. Bahkan tak jarang harus bersaing antar Youtuber satu dengan yang lain untuk menjadi yang paling dermawan.
Melihat fenomena itu, saya jadi bertanya-tanya, apa betul sedekah itu dilakukan dengan nyata dan ikhlas? Atau jangan-jangan hanya untuk konten di media sosial yang ujung-ujungnya demi meraup penghasilan.
Andaikan model kedermawanan itu seperti kisah kedermawanan Ulama dan Imam Ali Bin Zainal Abidin, sudah pasti tidak ada bapak-bapak yang akan membuntuti untuk meminta bantuan salah satu Youtuber yang beberapa waktu lalu sempat viral. Ali Bin Zainal Abidin adalah seorang imam yang membuat penduduk madinah gempar, karena saat persediaan gandum penduduk miskin akan habis, maka setiap pagi di depan rumah penduduk miskin tersebut sudah terdapat sekarung gandum yang baru. Sang imam tersebut memikul dan mengantarkan sendiri ke rumah-rumah penduduk miskin pada malam hari.
Imam Ali Bin Zainal Abidin sangatlah pandai menyimpan kedermawanannya, meskipun dikisahkan ada satu warga yang mengetahuinya, tapi karena permintaan sang imam warga yang tahu pun akhirnya juga merahasiakannya. Kedermawanan sang imam tersebut akhirnya diketahui penduduk madinah pada saat telah wafat. Sang ulama tersebut menyembunyikan kedermawanannya karena ingin terhindar dari sifat takabur dan riya (pamer).
Sebuah sifat yang mungkin sangat jauh berbeda dengan zaman media sosial saat ini. Memberikan sembako ke rumah penduduk yang dikawal beberapa crew lengkap dengan peralatan kamera. Hasil foto dan videonya di-upload di media sosial, dipamerkan, dan terkadang juga masih dibandingkan antar kegiatan sosial yang dilakukan oleh orang atau kelompok lain.
Meskipun tidak sepenuhnya seperti kisah Imam Ali Bin Zainal Abidin, setidaknya jangan menjadikan sedekah sebagai ajang eksistensi diri apalagi memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan pribadi. Jika itu yang dilakukan, maka pada akhirnya akan merusak nilai-nilai sedekah seperti keikhlasan dan ketulusan. Apalagi jika itu akan membawa kepada kesombongan, maka sudah pasti itu menjadi sebuah kerugian.
Menjadi publik figur baik sebagai selebgram maupun Youtuber itu sebenarnya sekaligus menjadi guru. Guru untuk para followers, subscriber, maupun viewers. Sehingga sikap dan perilakunya selalu menjadi teladan dan panutan. Sangat disayangkan jika kebaikan itu pada akhirnya ditafsirkan layaknya reality show oleh para penggemarnya.
Artikel Lainnya
-
108730/10/2020
-
19921/09/2022
-
190819/04/2020
-
Fatum Brutum Amor Fati: Refleksi Untuk Menjalani Hidup ala Friedrich Nietzsche
5308819/08/2020 -
Virus Corona dan Wajah Kritis Indonesia Kita
123009/03/2020 -
Menyoal Ilmu dan Pendidikan Karakter
140506/12/2019