Mengoptimalkan Mitigasi Bencana Banjir

Guru SDN Sidorejo, Kab. Sidoarjo, Jatim
Mengoptimalkan Mitigasi Bencana Banjir 13/11/2021 1010 view Lainnya bbc.com

Awal November yang berbarengan dengan masuknya musim penghujan, sejumlah daerah di tanah air sudah dilanda banjir. Ini menandakan program mitigasi bencana belum optimal. Mitigasi bencana banjir harus dipahami sebagai tanggungjawab semua orang, bukan pemerintah saja. Agar potensi bencana banjir bisa diminimalkan dan risikonya bisa dinihilkan.

Sebagaimana diketahui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menginformasikan peringatan dini tentang adanya fenomena La Nina yang melanda wilayah Indonesia sejak Agustus dan diprakirakan akan berkembang hingga Februari 2022. Fenomena La Nina yang berbaberengan memasuki musim penghujan berdampak pada kenaikan intensitas hujan. Ini dapat memicu terjadinya bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor.

Meski sudah diingatkan, akan tetapi daerah-daerah yang rawan banjir terlihat belum siap mengantisipasi datangnya bencana. Tingkat pengetahuan akan pencegahan, antisipasi, rehabilitasi pasca bencana kurang menjadi habitus bangsa. Kesigapan dalam memprediksi datangnya bencana serta melakukan pertolongan pertama kurang dipahami, dimengerti dan diaplikasikan. Bila korban jiwa sudah banyak baru dievaluasi dan diantisipasi.

Mitigasi sebagai upaya dalam penanggulangan banjir butuh kesiapan baik pencegahan, tanggap, rehabilitasi dan normalisasi. Serta perlu koordinasi dengan BNPB di pusat dan daerah agar keselarasan kebijakan di semua jajaran bisa terpadu dan terkoordinasi dengan baik.

Persoalan mitigasi bencana banjir tidak bisa hanya dibebankan kepada BNPB atau dinas dan instansi terkait karena upayanya harus melibatkan masyarakat. Jadi, fokus masyarakat adalah menjadi subjek dan objek dari sukses tidaknya pencegahan dan penanganan bencana di semua daerah. Mengingat, banjir dan juga bencana, umumnya merugikan masyarakat baik secara finansial maupun nonfinansial.

Bencana banjir dipastikan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Betapa tidak? Ketika terjadi banjir akan mengakibatkan kerusakan sarpras dan infrastruktur. Padahal, sarpras dan infrastruktur sangat penting untuk dapat mendukung distribusi barang dan jasa. Sehingga jika ini rusak maka mengancam kelancaran distribusi. Imbasnya adalah keterlambatan pasokan dan akhirnya terjadi kenaikan harga.

Kemudian jalur transportasi juga terkendala. Transportasi baik darat, laut dan udara tidak bisa terlepas dari ancaman bencana. Jadi, bencana berdampak sistemik bagi kelancaran semua moda transportasi sehingga mobilitas barang dan jasa dan manusia jelas terhambat.

Dan yang tidak bisa diabaikan dari pasca bencana adalah terjadinya kasus kerusakan lingkungan. Fakta membuktikan sejumlah habitat akan rusak pasca bencana. Ini kemudian berdampak serius terhadap siklus kehidupan karena mata rantainya terpotong. Jadi, situasi ini akan sangat rawan terhadap rantai kehidupan.

Peningkatan Kapasitas

Maka dari itu, strategi mitigasi bencana banjir harus menitikberatkan pada peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penanggulangan bencana. Strategi ini penting mengingat keterkaitan yang sangat erat antara peningkatan kapasitas dengan pengurangan risiko bencana.

Ada tiga faktor dari indeks risiko bencana, yaitu ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Kapasitas merupakan faktor yang layak diubah atau ditingkatkan seiring dengan program pembangunan. Sedangkan faktor ancaman dan kerentanan relatif cukup sulit diubah dan diintervensi.
Kapasitas di sini meliputi kapasitas pemerintah maupun kapasitas masyarakat. Kapasitas pemerintah yang perlu ditingkatkan. Di antaranya, berupa aspek regulasi, kelembagaan, tata kelola, serta keberpihakan sumber daya, khususnya sumber daya anggaran untuk pengurangan risiko bencana.

Pemerintah daerah perlu memastikan hadirnya peraturan yang responsif dan berwawasan pengurangan risiko bencana. Peraturan daerah mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) mengenai pemanfaatan ruang dan lahan, harus memiliki spirit dalam pelestarian keseimbangan ekologis untuk pengurangan risiko bencana.

Pada aspek kelembagaan dan tata kelola, pemerintah perlu memastikan pengurangan risiko bencana menjadi perspektif sekaligus mainstreaming (arus utama) dalam desain perencanaan pembangunan. Dalam perencanaan pembangunan dan pengalokasian anggaran publik, pemerintah harus menjadikan pengurangan risiko bencana sebagai perspektif sekaligus ruh pada setiap skema aktivitas dan belanja publik.

Pengurangan risiko bencana oleh pemerintah dan pemda bukan hanya tanggungjawab BNPB (nasional) dan BPBD (untuk daerah). Pengurangan risiko bencana adalah tanggungjawab bersama, lintas instansi, lintas lembaga. Pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) ketika menyusun RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), pastikan menyusun kajian risiko bencana. Lalu, mengintegrasikan hasil kajian dan rencana penanggulangan bencana dalam RPJMD.

Masyarakat Ikut

Pemerintah tidak bisa dan tidak boleh sendirian dalam melakukan penanggulangan dan pengurangan risiko bencana. Masyarakat perlu ikut serta dan diajak serta dalam upaya ini. Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) tingkat dusun, kampung, dan desa serta pembentukan destana (desa tangguh bencana) dan katana (kampung tangguh bencana) perlu dikampanyekan dan didorong serta difasilitasi eksistensi dan perannya. Berbagai relawan bencana, termasuk relawan berbasis komunitas dan sektor perlu difasilitasi dan dikembangkan di kampung-kampung serta desa-desa lainnya.

Edukasi mengenai bencana dan pengurangan risiko bencana perlu menjadi bagian integral dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah maupun pesantren. Misalnya yang utama adalah menjaga lingkungan sekitar. Seperti, tanggap akan program reboisasi (penghijauan), tidak membuang sampah sembarangan, karena ini jelas menjadi ancaman serius. Penting juga adalah pembersihan semua saluran air agar bisa mengalir lancar. Dan sebagainya.

Sekali lagi, persoalan mitigasi bencana banjir harus dimaknai sebagai hajat bersama seluruh pihak. Baik itu pemerintah, masyarakat, kalangan dunia usaha, termasuk media massa. Hal ini sesuai dengan slogan dalam kesepakatan global, bahwa disaster is everyone business, bencana adalah urusan semua orang. Begitu.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya