Mengarungi Badai Pandemi Bersama ASEAN

Mahasiswa
Mengarungi Badai Pandemi Bersama ASEAN 15/09/2020 1079 view Politik pixabay.com

Ada pepatah mengatakan “jika ingin berjalan cepat maka berjalanlah sendiri jika ingin berjalan jauh maka berjalanlah bersama”. Perjalanan bersama negara-negara anggota Asia Tenggara atau ASEAN member states (AMS) sedang diuji ketika semua dihadapkan oleh masalah yang tidak pernah terjadi sebelumnya yaitu Covid-19. Respons masing-masing negara tentu berbeda, menyesuaikan dengan sistem politik, karakter masyarakat, jumlah penduduk serta kondisi ekonomi. Namun, terlepas dari hal tersebut penyelesaian masalah secara multilateral merupakan sesuatu yang saya anggap sangat penting.

Seluruh organisasi regional bahu membahu mencoba untuk mengambil tindakan terbaik untuk meminimalisir dampak Covid-19. Uni Eropa menyodorkan bantuan € 15 juta kepada negara-negara partner. Asosiasi Asia Selatan untuk Kerjasama Regional (SAARC) memberikan dana $ 18 juta pada negara anggota. Dewan Kerjasama Teluk (GCC) juga menunjukan sikap kooperatif dengan mendirikan operasi gabungan antar negara anggota. Serta tak luput MERCOSUR yang turut membuat kerjasama pengumpulan dana yang ditujukan untuk mendorong perkembangan riset, pendidikan dan bioteknologi yang bertujuan untuk melawan Covid-19.

Namun, ASEAN sempat menerima kritik karena lambannya proses pengambilan tindakan mengenai Covid-19. Mengapa hal ini terjadi? Menurut model pendekatan Pendulum Kevin, ada 3 proses yang harus dilalui oleh ASEAN. Proses pertama adalah pendefinisian di mana kalau dianalogikan di sebuah pendulum bola ditarik ke kiri. Proses ini akan menghasilkan kekuatan sehingga menghasilkan proses kedua yaitu kontestasi. Ketika bola di pendulum ditarik ke kiri maka ia pasti akan ke kanan, lalu ke kiri lagi, ke kanan lagi dan terus secara berulang-ulang. Setelah 2 proses itu berlangsung maka lama kelamaan bola pendulum akan berhenti di titik tengah. Ketika berada di titik tengah maka di saat itulah terjadi kesepakatan. Butuh waktu dan proses yang lama bukan?

Meskipun demikian, ASEAN telah melakukan banyak signifikansi selama Covid-19. Terdapat beberapa mekanasime dan kerjasama yang telah disepakati dan dibentuk seperti diantaranya Hanoi Plan of Action 2020, ASEAN Comprehensive Recovery Framework, ASEAN Response Fund, ASEAN Public Health Emergency Coordination System (APHECS), The Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) dan ASEAN Regional Reserve of Medical Supplies (RRMS). Kerjasama dan pembentukan institusi yang relevan tersebut tentu merupakan itikad baik dan indikasi akan sikap kooperatif para negara anggota serta adanya progres bentuk nyata ASEAN dalam menangani covid-19.

Terlepas dari implementasi dan keadaan lapangannya bagaimana bentuk-bentuk kerjasama dan kesepakatan tersebut merupakan indikasi kuat peran dan posisi ASEAN. Walaupun, sebenarnya sangat perlu untuk mengadakan pemantauan dan evaluasi pengimplementasian kesepakatan tersebut. Sia-sia punya mobil tapi cuma dijadikan pajangan, tidak dipakai. Kecuali jika niatnya adalah untuk menunjukan status dan citra hasil kerja. Badan-badan dan kesepakatan tersebut harus berjalan dengan baik sehingga tidak menjadi pajangan dan sia-sia seperti mobil tadi.

Terakhir, dunia sedang membutuhkan vaksin. Terlalu naif jika kita mengatakan bahwa negara-negara tidak berlomba untuk mendapatkan vaksin. Namun, vaksin merupakan barang yang dapat dikategorikan sebagai global public goods, barang yang dibutuhkan semua orang melintasi batas generasi, budaya dan negara, sehingga memerlukan upaya kolektif untuk memenuhi kebutuhan yang sangat besar. Jika upaya kolektif tidak dilakukan maka kemungkinan besar yang akan terjadi adalah tidak tercukupinya kebutuhan di negara-negara pada waktu tertentu dan menyebabkan penyebaran virus terus terjadi. Namun, saya melihat adanya itikad baik dari negara-negara ASEAN untuk melakukan upaya ini secara kolektif.

ASEAN dengan 3 negara lain Jepang, Korea Selatan dan Cina atau yang dikenal sebagai ASEAN +3 telah melakukan kerjasama dalam mekanisme kesehatan untuk menangani covid dari Januari 2020. Pertemuan yang mendukung ke arah kerja kolektif juga tentu dilakukan dengan pihak eksternal lain seperti Kanada, Amerika Serikat, serta negara CER (Close Economic Relationship: Australia dan Selandia Baru) dan Uni Eropa. Tentu pertemuan dan kerjasama yang dilakukan oleh ASEAN menjadi indikasi adanya kepedulian ASEAN untuk bekerja kolektif sekaligus mempertegas aktivisme ASEAN dan signifikansi ASEAN dalam penanganan Covid-19. Hal ini menurut saya positif karena dengan mempertegas keberadaan dan aktivisme ASEAN, program-program yang menarik bantuan dari luar dapat terbentuk. Seperti contohnya COVID-19 Response Fund yang dibentuk saat Pertemuan Spesial ASEAN yang mengundang negara kuat seperti China, Korea Selatan dan Jepang.

Sebagai penutup, marilah kita merefleksikan wabah SARS yang terjadi 2003. Pada saat itu ASEAN menuai pujian akan kerjasama dan koordinasi yang berhasil melakukan penahanan kawasan, mencegah serta meminimalisir persebaran SARS secara lebih luas. Jikalau sejarah buruk dapat kita ulangi mengapa sejarah baik tidak dapat kita ulangi? Namun, di sisi lain ASEAN tidak serta merta boleh bersantai ria karena ASEAN masih harus membangun kapabilitas regional dan meningkatkan koordinasi regional untuk meminimalisir dampak Covid-19 serta memperkuat kesiapan akan masalah serupa yang mungkin terjadi di kemudian hari.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya