Menafsirkan Deontologi dalam Perspektif Islam: Purifikasi Niat dan Moralitas

"Anak tidak bermoral!" atau "Dasar gak punya akhlak!" Dua ungkapan ini mungkin sering terdengar dalam teguran orang tua kepada anaknya. Tanpa mengurangi rasa hormat, kata-kata tersebut lebih sering muncul sebagai luapan emosi daripada kritik yang benar-benar memahami makna moralitas. Ironisnya, dalam banyak kasus, orang yang mengucapkannya sendiri mungkin tidak benar-benar memahami konsep moralitas dan beragam perspektif yang membahasnya.
Moralitas telah menjadi perdebatan panjang dalam filsafat, terutama terkait bagaimana menentukan apakah suatu tindakan itu baik atau buruk. Salah satu teori yang paling berpengaruh dalam diskusi ini adalah deontologi, yang menegaskan bahwa moralitas tidak boleh bergantung pada akibat suatu tindakan, melainkan pada prinsip moral yang melekat pada tindakan itu sendiri. Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman abad ke-18, yang berpendapat bahwa tindakan benar harus didasarkan pada kewajiban moral yang berlaku secara universal, tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau manfaat yang dihasilkan.
Di sisi lain, dalam Islam, moralitas tidak hanya ditentukan oleh aturan normatif tetapi juga oleh niat yang mendasari sebuah tindakan. Islam menekankan bahwa suatu perbuatan bisa tampak baik dari luar, tetapi jika dilakukan dengan niat yang salah, nilainya bisa hilang di hadapan Allah. Prinsip ini menunjukkan kesamaan mendasar dengan deontologi Kantian, yang juga menilai moralitas berdasarkan kehendak baik (good will), bukan semata-mata dari hasil tindakan tersebut.
Imperatif Kategoris dan Moralitas Universal
Kant merumuskan prinsip moral yang disebut imperatif kategoris, yang mengajarkan bahwa suatu tindakan harus dilakukan berdasarkan aturan moral yang bisa berlaku bagi semua orang. Jika seseorang ingin membenarkan tindakan berbohong dalam keadaan tertentu, ia harus bertanya: "Bagaimana jika semua orang berbohong dalam situasi yang sama?" Jika jawabannya mengarah pada kehancuran norma sosial, maka tindakan tersebut tidak bisa dibenarkan.
Konsep ini memiliki kesamaan dengan ajaran Islam yang menekankan prinsip kejujuran dan keadilan. Seorang Muslim diperintahkan untuk tetap jujur dan adil, bahkan jika hal itu membawa konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Dalam konteks ini, deontologi Kantian dan Islam sejalan: tindakan yang benar tetap harus dilakukan, tanpa memperhitungkan apakah itu menguntungkan atau merugikan secara pribadi.
Selain itu, Kant berpendapat bahwa manusia harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan sebagai alat untuk kepentingan orang lain. Islam pun mengajarkan hal serupa dalam larangan eksploitasi dan ketidakadilan terhadap sesama. Kedua pandangan ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki martabat yang tidak boleh dikorbankan demi kepentingan tertentu.
Namun, ada perbedaan mendasar antara keduanya. Jika Kant mendasarkan moralitas pada akal manusia sebagai sumber utama aturan moral, Islam mendasarkan moralitas pada wahyu. Seorang Muslim bukan hanya bertindak berdasarkan prinsip rasionalitas universal, tetapi juga berdasarkan ketaatan kepada Allah.
Menafsirkan Deontologi dalam Islam
Salah satu hadis paling fundamental dalam Islam menegaskan pentingnya niat dalam setiap perbuatan. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan..." (HR. Bukhari No. 1, Muslim No. 1907)
Hadis ini menegaskan bahwa moralitas suatu tindakan tidak hanya diukur dari bentuk luarnya, tetapi juga dari niat yang mendasarinya. Jika seseorang melakukan kebaikan tetapi dengan niat yang salah—misalnya untuk mendapatkan pujian atau keuntungan duniawi—maka perbuatan tersebut tidak memiliki nilai di sisi Allah.
Konsep ini selaras dengan pemikiran Kant bahwa suatu tindakan baru memiliki nilai moral jika dilakukan dengan niat yang benar dan didasarkan pada prinsip moral yang sahih. Dalam Islam, niat yang ikhlas menjadi standar utama dalam menilai amal seseorang, sebagaimana dalam deontologi Kantian, moralitas sejati tidak bergantung pada konsekuensi, tetapi pada komitmen terhadap kewajiban yang benar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada dilema moral di mana niat dan tindakan tampak bertentangan. Misalnya, seseorang yang berdonasi untuk amal dengan tujuan mendapatkan pengakuan sosial mungkin terlihat melakukan kebaikan, tetapi dalam perspektif Islam dan deontologi Kantian, tindakan itu kehilangan nilai moralnya. Kant menyebut tindakan seperti ini sebagai tindakan yang hanya sesuai dengan kewajiban, tetapi tidak dilakukan demi kewajiban itu sendiri.
Selain itu, prinsip imperatif kategoris juga mengajarkan bahwa seseorang harus bertindak seolah-olah aturan moralnya bisa menjadi hukum universal. Ini mirip dengan konsep keikhlasan dalam Islam, di mana seseorang harus melakukan kebaikan semata-mata karena Allah, bukan karena faktor eksternal lainnya. Prinsip ini memperkuat gagasan bahwa moralitas sejati lahir dari niat yang murni dan kepatuhan terhadap aturan yang benar, bukan dari manfaat atau keuntungan yang diharapkan.
Dari Kant ke Islam
Jika dibandingkan, deontologi Kantian dan etika Islam memiliki banyak kesamaan dalam menekankan pentingnya niat yang tulus, kewajiban moral yang harus dijalankan tanpa melihat konsekuensinya, serta penghormatan terhadap martabat manusia.
Namun, ada perbedaan fundamental dalam sumber moralitasnya. Kant mendasarkan moralitas pada akal dan prinsip rasional universal, sedangkan Islam mendasarkan moralitas pada wahyu dan ketundukan kepada Tuhan. Meskipun begitu, keduanya sama-sama mengajarkan bahwa moralitas sejati tidak boleh bergantung pada hasil, tetapi harus didasarkan pada prinsip yang benar.
Dengan memahami hubungan antara keduanya, kita dapat melihat bahwa moralitas bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga soal ketulusan hati dalam menjalankan kewajiban.
Artikel Lainnya
-
37217/01/2024
-
14322/08/2024
-
216108/03/2021
-
Upaya Internasional Mendamaikan Perang Hamas–Israel
58525/11/2023 -
Jangan Pulangkan (Dulu) WNI Eks ISIS
130811/02/2020 -
Tes Kemampuan Akademik: Instrumen Evaluasi Objektif dalam mencapai Pendidikan Bermutu dan Inklusif
20007/08/2025