Upaya Internasional Mendamaikan Perang Hamas–Israel

Direktur Eksekutif Indonesian Coexistence, Master Bidang Kajian Timur Tengah UIN Sunan Kalijaga
Upaya Internasional Mendamaikan Perang Hamas–Israel 25/11/2023 585 view Politik Mahmud Hams/AFP/Getty Images

Pertaruangan antara kelompok militan Islam, Hamas – Israel (7/10/2023) memantik peperangan yang berujung pada eskalasi konflik, berdampak pada warga sipil yang menjadi korban. Peliknya konflik tersebut berkelanjutan dan belum menemukan tanda-tanda titik temu untuk menciptakan perdamaian. Misalnya, Hamas (faksi kelompok terbesar di Palestina), dengan pimpinannya, Ismail Haniyeh, merupakan aktor kunci komando dalam melancarkan serangan via darat, laut dan udara. Sehingga, berdasarkan laporan laporan militer Israel, pagi hari waktu setempat, Hamas mampu melumpuhkan tiga titik instansi militer, yakni Erez, Zikim, dan Reim.

Kemudian sehari setelahnya, Israel juga melancarkan serangannya, dipantau secara langsung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, disetujui oleh Knesset (parlemen Israel). Tak lain agresi balik guna mengantisipasi pergerakan kelompok miltan sayap militer Hamas, gerakan Jihad hingga kelompok perlawanan Palestina lainnya. Serangan bertubi-tubi yang dilancarkan oleh Israel yang dikhawatirkan tidak memberikan ruang kepada warga sipil untuk melakukan perlindungan. Hal tersebut dikarenakan menghambat kebutuhan dan aktivitas warga sipil, dengan blokade akses jalan untuk pasokan bahan bakar maupun pangan, serta pemutusan aliran listrik hingga pangan dari Israel ke Gaza.

Konflik antara Israel dan Hamas dibantu dengan negara maupun kelompok militan lainnya. Misalnya, Israel dibantu oleh Amerika Serikat (AS), melalui Menteri Pertahanan Lloyd Austin (8/10/2023), memberikan bantuan berupa Kapal Induk tercanggih Angkatan Laut AS, serta persenjataan militer atas permintaan PM Benjamin Netanyahu. Begitupun sebaliknya, Hizbullah, organisasi politik dan militer Islam Syiah asal Lebanon, didirikan pada tahun 1982 oleh Garda Revolusi Iran, yang saat ini dipimpin oleh Sayyed Hassan Nasrallah, juga melancarkan serangannya terhadap milter Israel di perbatasan Lebanon Selatan dan Israel Utara. Begitupun Houthi pro-Iran, melancarkan serangannya ke Israel.

Warga sipil yang harus menerima kenyataan atas traagedi tersebut. Berdasarkan laporan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), dari Kementerian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi pemerintahan Israel. Jumlah korban jiwa pertanggal 7 Oktober 2023 – 12 November 2023, jumlah warga Palestina, meninggal dunia mencapai kurang lebih 11.200 orang (11.078 jiwa di Jalur Gaza dan 172 jiwa di Tepi Barat), 9 kali lipat lebih banyak dari warga Israel yang meninggal, sejumlah 1.247 orang (pantauan per 9 November 2023). Jumlah warga luka-luka di Jalur Gaza dan Tepi Barat, masing masing berkisar 27.490 jiwa dan 2.586 jiwa. Sedangkan warga Israel yang mengalami luka – luka, berkisar 5.400 jiwa.

Perbedaan Cara Pandang

Meskipun sejumlah pihak, baik aktor negara maupun organisasi internasional untuk menurunkan tensi konflik dengan membuka jalur komunikasi, maupun upaya perdamaian dengan gencatan senjata. Namun hingga dalam kurun waktu ini, masih menemui jalan buntu, belum ada kesepakatan. Salah satunya yakni AS, melalui Menteri Luar Negerinya, Antony Blinken (4/11/2023) menolak Gencatan Senjata yang ditawarkan oleh negara-negara Arab. Hal tersebut dikarenakan Hamas dapat diuntungkan untuk kembali menggalang kekuatan dan persatuan untuk menyerang Israel.

Misalnya, dalam telepon yang diterima oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Faisal bin Farhan berharap kepada AS untuk mencari cara mengurangi ketegangan. Begitupun Rusia, melalui juru bicaranya, Dmitry Peskov, meyakini bahwa proposal resolusi konflik yang ditawarkan berimbang, melalui gencatan senjata, pemberian bantuan kemanusiaan dan pembebasan sandera. Rusia dan China, yang mempunyai hak veto PBB, menolak draft resolusi yang ditawarkan oleh AS tidak berimbang, yang memuat bahwa keprihatinan terhadap degradasi kemanusiaan di Gaza, di sisi lain menyebutkan frasa Israel berhak membela diri.

Kemudian, China berusaha menjadi perantara perdamaian, namun terjebak pada kepentingan nasional atau national interest. Yang mana Presiden China Xi Jinping bertemu dengan Presiden AS, di San Francisco, California, pada 15 November 2023. Xi akan mengunjungi AS pada 14-17 November guna menghadiri KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) ke-30. China menormalisasi hubungan dengan Israel di sektor ekonomi. Akan tetapi, di sisi lain, bagi Israel kecewa dengan China karena tidak mengutuk Hamas, sebagai pemantik serangan tersebut. Namun harapan dari China tersendiri yakni untuk mengantisipasi peperangan Israel - Hamas, yang melebar ke negara-negara Timur Tengah.

Sebelumnya, Diplomat China Wang Yi, mengatakan kepada Israel, untuk mengantisipasi ancaman, negara berhak untuk membela diri. Akan tetapi, pembelaan yang dilakukan oleh Israel telah melampaui indikator dengan penyerangan yang membabi buta. Meskipun posisi China saat ini netral, dan tegas agar Palestina mendapatkan haknya untuk merdeka. Meskipun hubungan China dalam upaya perdamaian mempunyai peluang, jika China mampu meyakinkan mitra negaranya. Misalnya yakni berdialog dengan Iran (mendukung serangan Hizbullah Lebanon dan Hamas Palestina). Utusan khusus China untuk Timur Tengah, Zhai Jun bertemu dengan pemimpin jazirah arab.

Statement normatif oleh Sekretaaris Jendral (Sekjen) Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB), Antonio Guterres berharap ada negosiasi dua negara, sehingga perdamaian dapat tertunai. Namun di sisi lain, pernyataan Guterres mendapatkan kecaman dari pihak Israel. Kecaman tersebut, saat Guterres menyampaikan pidatonya pada rapat Dewan Keamaan (DK) PBB, pada Sabtu (24/10/2023), di New York. Mengutip Agence France-Presse (AFP), ia merasa prihatin atas pelanggara hukum humaniter internasional di Gaza, serta tidak ada pihak dalam konflik bersenjata yang berada dalam hukum humaniter internasional.

Penegasannya, Guterres mengatakan bahwa selama 56 tahun merupakan pendudukan mencekik Rakyat Palestina. Namun, di sisi lain bahwa serangan Hamas tidak dapat dibenarkan dengan penghukuman secara keseluruhan terhadap rakyat Palestina. Pernyataan Guterres mendapatkan dukungan dari Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (UE), Josep Borrell, melalui sosial mediannya, dikutip oleh Anadolu Agency, yang memuat bahwa setiap warga sipil mempunyai hak yang sama dalam kedudukan Hukum Humaniter Internasional, baik sebelum atau sesudah tragedi 7/10.

Namun pernyataan tersebut dibantah oleh Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, Dalam pernyataannya di sosial media X, ia menilai bahwa Gutters tidak layak memimpin PBB. Karena kampanye tentang pembunuhan massal terhadap anak-anak, perempuan, dan orang tua, tak ada pembenarannya. Pasalnya warga Israel dan orang Yahudi juga mengalami penderitaan yang sama.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya