Mempelajari Fungsionalisme Emil Durkheim

Mempelajari Fungsionalisme Emil Durkheim 29/07/2024 844 view Lainnya https://images.app.goo.gl/EeJVw4YiiJJ6HG4v8

Ilmu pengetahuan pada Abad 18 terkenal dengan istilah aufklarung atau era pencerahan, di mana dengan semangat modernitas tertanam bibit-bibit eksplanasi baru dalam memahami realitas sosial. Salah satunya adalah teori fungsionalisme yang dicetuskan oleh Emile Durkheim.

Durkheim mempercayai bahwa dalam realitas sosial, setiap masyarakat memiliki beragam norma dan nilai yang telah ada sebelum mereka lahir, kedua unsur itu akan membentuk suatu struktur sosial. Maka pada setiap kelompok sosial memiliki struktur sosial yang berbeda-beda, tergantung dari kesepakatan kolektif masyarakat atau menurut Durkheim disebut dengan konsesus sosial.

Durkheim menekankan bahwa pada intinya ketika seseorang lahir, ia akan menghadapi struktur sosial yang ada, sehingga secara alamiah, manusia telah menerima norma dan nilai yang sudah melekat pada suatu masyarakat sosial.

Menurut Durkehim meskipun suatu individu memiliki kehendak sendiri sebagai makhluk sosial, tapi telah terdapat kerangka sosial yang menekan individu tersebut untuk mempelajari norma dan nilai atau struktur sosial yang telah ada, contohnya ketika lahir, kita telah memilih agama tanpa sepengetahuan atau kehendak yang kita pilih, rangkaian norma dan nilai yang melekat dalam agama ditanamkan oleh orang tua ataupun lingkungan sekitar kepada kita, kemudian kita akan menerima klaim atas agama secara sengaja maupun tidak disengaja. Durkheim menandakan proses tersebut sebagai sosialisasi.

Pandangan Durkheim dalam melihat realitas sosial bertumpu pada aliran positivisme, pemahaman ini bersumber pada penalaran realitas alam yang bekerja menurut konsep sebab-akibat. Menurutnya struktur sosial juga seperti itu, seperti temperatur suhu akan menentukan keadaan alam, begitu juga dengan manusia, tidak bisa memilih ia lahir di mana dan seperti apa, kita semua akan menerima -suka atau tidak suka-keadaan kita.

Lantas apa yang ingin ditawarkan oleh Durkheim? Gampangnya ia ingin mewujudkan dan menjaga masyarakat sosial yang hidup dengan keteraturan. Analogi yang ia gunakan adalah bahwa masyarakat sosial telah memiliki institusi-institusi sosial semacam institusi pendidikan, keluarga, agama, dan semacamnya, semuanya itu memiliki keterikatan satu sama lain, persis seperti organ tubuh manusia. Ibarat organ tubuh yang saling membantu, masyarakat sosial dalam bayangan Durkheim juga seperti itu, setiap institusi sosial saling membantu untuk mewujudkan masyarakat yang teratur. Institusi-institusi sosial harus bekerja sesuai dengan fungsi norma dan nilai yang melekat dalam dirinya, seperti pendidikan harus berfungsi atas dasar konsesus sosial terhadap norma dan nilai yang berlaku, jika institusi-institusi sosial berfungsi dengan baik, maka akan terwujud masyarakat yang harmonis.

Oleh karena itu, Durkheim memberi gagasan teori fungsionalisme dalam mewujudkan masyarakat modern yang teratur. Teori tersebut menekankan pada kesadaran-kesadaran sosial agar mencapai -yang menurut Durkheim sebagai- solidaritas sosial. Suatu masyarakat sosial yang dapat menciptakan solidaritas sosialnya dengan baik akan merasakan keteraturan sosial. Tentunya hal tersebut tidak mudah dalam mewujudkan solidaritas sosial di dalam masyarakat modern yang banyak melahirkan institusi-institusi sosial baru.

Durkheim memberi sikap optimisme pada konsep solidaritas sosial yang ia terapkan. Menurutnya realitas kehidupan tergantung hubungan yang harmonais dan stabil, meski setiap dari kita memiliki tabiat egois, kita harus menerapkan kesadaran kolektif dalam mewujudkan solidaritas sosial.

Jika diterapkan pada masyarakat modern, fungsionalisme tidak memandang pada eksistensi suatu institusi sosial, melainkan berlandaskan pada esensi institusi sosial, karena fungsionalisme berfokus pada tujuan atau fungsi dari institusi itu ada di suatu masyarakat sosial. Semisal fungsionalisme tidak memandang banyaknya jumlah agama yang dianut oleh masyarakat modern, tapi fungsionalisme menekankan pada fungsi agama-agama dalam menjaga realitas sosial agar tetap teratur.

Namun pola sosial yang ditawarkan oleh Durkheim hanya sebatas pada tatanan masyarakat yang statis, adanya perubahan sosial menurut Durkheim masih bertopang pada evolusi yang lamban, sehingga pemikirannya masih samar dalam menyentuh impuls-impuls sosial yang mendorong terjadinya perubahan sosial secara cepat. Peran-peran individu terbatas pada konsensus sosial yang ditawarkan oleh produk-produk budaya yang telah ada, sehingga pandangan fungsionalisme Emile Durkheim masih samar dalam melihat dinamika konflik sosial.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya