Memaknai Hari Kartini dengan Mewujudkan Kesetaraan Gender

Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu negara adalah kualitas sumber daya manusia (SDM), baik dalam hal kemampuan maupun produktivitasnya. Jika melihat komposisi jumlah penduduk, SDM laki-laki dan perempuan hampir sama. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020 (SP2020) bahwa sex ratio penduduk Indonesia tahun 2020 adalah sebesar 102,33. Itu artinya, pembangunan yang telah dicapai, hampir separuhnya ditentukan oleh perempuan. Oleh karena itu negara perlu meningkatkan kesetaraan gender dengan cara meningkatkan hak, tanggung jawab, kapabilitas dan peluang yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi potret kesetaraan ini masih ternodai oleh berbagai diskriminasi yang masih terus dialami oleh perempuan.
Diskriminasi terhadap perempuan telah terjadi dalam proses yang panjang. Paham patriarki yang membentuk pemikiran bahwa laki-laki dianggap lebih superior dalam semua aspek kehidupan telah menjadi pemicu terjadinya diskriminasi. Perbedaan perilaku, status dan otoritas antara laki-laki dan perempuan menjadi hal yang turun temurun dipraktikkan di masyarakat. Ketidakadilan gender tersebut termanifestasi dalam bentuk stereotype, tindak kekerasan, subordinasi dan marginalisasi terhadap perempuan.
Stereotype yang selama ini melekat dalam benak masyarakat adalah perempuan hanya identik dengan kegiatan domestik atau rumah tangga, sedangkan laki-laki dianggap sebagai pelaku sentral dalam keluarga. Perempuan juga kerap menjadi objek dalam tindak kekerasan. Hasil pendataan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, menunjukan 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya, serta sekitar 1 dari 10 perempuan usia 15-64 tahun mengalaminya dalam 12 bulan terakhir (BPS, 2017).
Dalam pengambilan keputusan, perempuan pun masih termarginalisasi. Sebagai contoh, berdasarkan hasil pemilu 2014-2019 persentase anggota parlemen perempuan hanya mencapai 17,32 persen (BPS, 2017) dan sedikit meningkat pada pemilu 2019-2024 dengan persentase sebesar 20,5 persen. Dalam pengambilan kebijakan di bidang pemerintahan, PNS perempuan yang menduduki jabatan struktural tidak sampai 30 persen (KPPPA & BPS, 2016a). Serta dalam dunia kerja, perempuan mendapatkan upah yang jauh di bawah upah rata-rata laki-laki dan memiliki peluang lebih rendah dalam memasuki pasar tenaga kerja (KPPPA & BPS, 2016b).
Dengan berbagai fakta indikasi ketimpangan pencapaian dan pemberdayaan antara laki-laki dan perempuan, kesetaraan gender masih menjadi target penting dalam pembangunan manusia. Kesetaraan gender yang dimaksud adalah pandangan bahwa semua orang menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin mereka. Hal ini diduga masih ditemukannya diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun terjadi di berbagai belahan bumi lainnya.
Menurut World Bank (2012), kesetaraan gender penting karena dua alasan utama. Pertama, kemampuan dalam membuat pilihan sendiri untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan bebas dari kemiskinan merupakan hak asasi manusia. Dalam hal ini setiap orang harus setara, terutama antar jenis kelamin. Alasan kedua adalah kesetaraan gender mendorong efisiensi ekonomi dan sangat membantu dalam mencapai pembangunan lainnya. Keseteraan gender juga merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai dalam kesepakatan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, lebih tepatnya terdapat pada tujuan ke lima.
Keseteraan gender di Indonesia identik dengan sosok pahlawan nasional yang lahir pada tanggal 21 April 1879, beliau adalah Raden Adjeng Kartini. Sebagai bukti penghormatan bangsa Indonesia terhadap jasa beliau yang telah memperjuangkan hak-hak perempuan seperti memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki, tanggal lahir beliau diperingati sebagai Hari Kartini. Perjuangan Ibu Kartini tak elok untuk dilupakan dalam mengikis ketimpangan gender di Indonesia.
Ketimpangan gender terjadi ketika kesempatan antara laki-laki dan perempuan dalam memenuhi hak-haknya mengalami ketidaksamaan satu sama lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan untuk berpartisipasi dalam rumah tangga maupun masyarakat di setiap bentuk kegiatan. Oleh karena itu marilah kita memaknai Hari Kartini ini lebih dari hanya sekedar ceremonial seperti upacara, pawai anak-anak sekolah, dan lain lain. Di mana bangsa Indonesia saat ini sedang dan masih melakukan social atau physical distancing untuk tetap di rumah saja sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 sesuai dengan rekomendasi WHO.
Salah satu wujud nyata memaknai Hari Kartini adalah dengan meneruskan perjuangan beliau dalam meningkatkan derajat perempuan Indonesia. Yaitu dengan memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memenuhi haknya seperti pendidikan, kesehatan, supermasi hukum, dll. Sehingga kesetaraan gender di Indonesia dapat tercipta.
Artikel Lainnya
-
88904/01/2023
-
253127/02/2020
-
152721/09/2024
-
Menjadi Manusia di Era Kecerdasan Buatan
28516/11/2024 -
Memberantas Paceklik Ala Sunan Kalijaga
114620/12/2021 -
Narasi Pasca Kepemimpinan Jokowi
44911/07/2024