Kritisisme Ekonomi di Era Post Truth

Founder Ruangan Filsafat dan sisanya hobi makan batagor
Kritisisme Ekonomi di Era Post Truth 04/01/2023 415 view Ekonomi lmd.lk

Jika kita melacak perkembangan perekonomian, maka kita tidak dapat memisahkannya dari perubahan yang terjadi di setiap zamannya. Dari zaman kuno hingga modern dan sampai pada era yang melegitimasi suatu pernyataan yang sebenarnya keliru—beberapa upaya yang dilakukan untuk menyampaikan atau mempertahakan pernyataan, terkadang dilakukan dengan menyajikan suatu informasi yang bisa jadi salah dan mengedepankan perdebatan dengan emosi atau argumentasi yang menyesatkan.

Beberapa di antaranya dapat kita lihat bahwa suatu konteks pembicaraan yang menjadi motif era post truth adalah penarikan pembahasan menuju suatu konteks yang cukup jauh dari topik yang sedang dibahas. Meski motif-motif tersebut biasa terjadi di dalam komunikasi dan interaksi sehari-hari, akan tetapi kita mesti menyadari bahwa intensitas terjadinya permasalahan argumentasi yang keluar dari cakupan atau batasan topik pembahasan, saat ini, semakin meningkat dan tidak lagi menjadi suatu kejadian parsial.

Otonomi yang dimiliki seseorang atas pemikirannya dan menghasilkan suatu hukum yang akan dipatuhinya sendiri, merupakan cerminan suatu ciri khas yang unik dari masyarakat yang mandiri, namun kita tidak dapat melupakan, bahwa di antara beberapa hukum yang diciptakan secara mandiri oleh seseorang dapat menyebabkan kekeliruan dan implikasi yang buruk pada lingkungan di sekitarnya. Analisa singkat ini dapat kita reduksi kembali menjadi suatu pola pikir yang bertendensi pada pembenaran yang bersifat egoistis.

Meski kita beralih pada beberapa era yang pada dasarnya bersifat temporal—kita tidak dapat menolak bahwa ekonomi menjadi salah satu aspek penting yang dapat digunakan sebagai asumsi atau pendekatan khusus untuk menilai perkembangan suatu masyarakat. Misalnya, kita dapat melihat tingkat inflasi dari rendahnya konsumsi masyarakat dan hal tersebut berdampak langsung pada gerak ekonomi berskala nasional. Contoh tersebut merupakan salah satu poin penting yang dapat kita gunakan untuk menampilkan bahwa ekonomi memainkan peran penting.

Post truth dan gerak perekonomian merupakan dua hal yang mungkin terlihat bertolak belakang, namun kita dapat menemukan satu sisi yang pada dasarnya keduanya memiliki hubungan yang cukup substansial. Argumen yang dibentuk sesuai dengan urgensi subjektif suatu kelompok atau individu dan pergerakan ekonomi, dapat mempengaruhi asumsi publik untuk melakukan konsumsi dan pergerakan kapital sirkular. Misalnya, upaya yang dilakukan oleh seseorang dalam memanipulasi suatu opini publik atas komoditi tertentu akan membentuk pola konsumsi baru di masyarakat.

Perkembangan masyarakat akan menentukan seberapa besar kebutuhan-kebutuhan yang mereka perlukan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Tidak jarang seseorang memiliki beberapa keinginan yang terlepas dari kebutuhan dasarnya. Beberapa orang menginginkan barang mewah atau makanan mewah atau berkeliling dunia. Kesempatan yang timbul dari keinginan seseorang tersebut merupakan kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh kelompok tertentu yang mencoba mengalihkan pandangan objektif manusia menjadi subjektivitas semata.

Apa yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk menghadapi kondisi tersebut? Pertanyaan ini merupakan hal klasik yang akan diajukan oleh seseorang ketika dihadapkan pada masalah tertentu. Jawaban yang coba kita temukan saat ini bukanlah hasil akhir dari suatu perkembangan, pada dasarnya jawaban tersebut dapat digunakan untuk membatasi diri di tengah era post truth yang serba manipulatif dan sugestif.

Kritisisme ekonomi pada dasarnya mencoba untuk menganalisa sisi buruk dari perilaku ekonomi manipulatif yang bertujuan untuk memberikan keuntungan sepihak. Di sini kita merujuk pada kondisi perusakan fokus masyarakat atau konversi keinginan masyarakat menjadi suatu kebutuhan yang tidak substansial. Anggapan tersebut dapat digunakan untuk menilai, bahwa terdapat suatu retakan analisa yang terlewatkan oleh masyarakat. Retakan-retakan tersebut merupakan titik tolak yang cukup penting bagi kita untuk menciptakan pergeseran pemikiran manusia dan mengkritisi modus ekonomi yang destruktif.

Kita mencoba untuk melakukan penalaran yang bersifat mendasar dalam aktivitas perekonomian manusia. Batasan yang terjadi berasal dari pendapatan yang diperoleh, kemampuan bekerja, interaksi sosial, dan pengaruh kuasa. Kita tidak akan melakukan analisa secara menyeluruh terhadap beberapa batasan yang sudah disebutkan di atas. Untuk memperlihatkan bagaimana kritisisme ekonomi bekerja, kita akan melakukan analisa pada batasan perolehan pendapatan seseorang. Gaji atau upah yang diperoleh merupakan batasan nyata yang terjadi dan dialami oleh setiap orang.

Tingkat pendapatan seseorang merupakan ukuran maksimal dari konsumsi yang dapat ia peroleh. Apabila seseorang tidak mengikuti batasan pendapatan, maka tidak jarang ia akan melakukan proses kredit untuk memperoleh komoditi tertentu dan menyebabkan ketergantungan pada aktivitas pinjam-meminjam. Apabila jumlah hutang tersebut relatif kecil, maka hutang tersebut masih dianggap wajar meski pada prinsipnya hutang tersebut dapat menyebabkan kecanduan yang berjalan secara simultan dengan aktivitas konsumsi. Yang menjadi permasalahan utama adalah ketika hutang tersebut berjumlah besar dan angka cicilan perbulannya melebihi batas perolehan maksimum akan menyebabkan keterikatan pada agen tertentu yang menuntut seseorang menjadi budak modern.

Kita tidak akan membicarakan tentang perbudakan kuno yang erat kaitannya dengan penyiksaan. Perbudakan modern bertendensi pada upaya pelanggengan keterikatan keuangan pada suatu lembaga atau keterikatan pada sistem kerja yang menuntut pengurasan tenaga kerja secara berlebih untuk memenuhi kewajibannya. Tentu saja, batasan-batasan pada aspek perekonomian akan menciptakan efektivitas bagi perilaku seseorang untuk menjaga dirinya pada koridor yang cukup efektif agar terhindari dari perbudakan modern akibat hutang-piutang.

Urgensi bagi seseorang untuk menerapakan pemikiran kritis pada semua aspek kehidupan manusia, khususnya ekonomi, akan berperan sebagai upaya mitigasi manusia dari gerak argumentasi post truth yang cukup liar. Melewati beberapa aspek penting yang sudah dikaji di atas, sudah tentu kita akan mencoba untuk melepaskan diri dari kerusakan yang cukup substansial dari argumentasi yang keliru di era post truth.

Untuk melakukan destruksi pada stimulasi era post truth tentang konversi kebutuhan ekonomis seseorang, maka kita membutuhkan adanya model peralihan yang bersifat struktural untuk membuat kesedaran seseorang lebih efisien dibandingkan dengan kesadaran yang coba dibentuk melalui pendekatan-pendekatan utilitarian atau dogmatisme.

Untuk itu, kita perlu mendeskripsikan yang tidak hanya berorientasi pada pola konsumsi seseorang, namun kita memerlukan deskripsi yang lebih jelas tentang direct destruction yang timbul dari mass media yang terpengaruh motif komunikasi post truth. Hal ini merupakan upaya untuk perbaikan yang lebih komprehensif di masa depan dengan mengedepankan gerakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dibandingkan dengan konsumsi temporal yang cenderung mengikuti tren tertentu dan ketidakdewasaan manusia. Apakah kita akan menemukan jawaban pasti dari kritisisme ekonomi?

Tentu tidak, apabila kita merujuk pada prinsip dasar perkembangan manusia, maka tidak akan menemukan suatu jawaban final yang berlaku secara universal. Untuk itu, pemaknaan dari konsep kritisisme ekonomi merujuk pada peralihan dan perkembangan di setiap zaman dan tidak dapat dinilai sebagai ukuran yang akan bernilai tetap. Pengukuran yang dilakukan berdasarkan kepentingan dan unsur kolektif di masa depan, adalah titik tolak yang sangat krusial. Ketika kita menolak untuk menerapkan kritisisme di setiap peralihan zaman, itu adalah kecacatan mutlak bagi suatu kelompok karena tidak menyadari dampak buruk yang mengintai di balik tirai ketenaran objek di setiap zamannya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya