Kontribusi Perubahan Perilaku Terhadap Pengelolaan Sampah

Warga Sipil/Mahasiswa
Kontribusi Perubahan Perilaku Terhadap Pengelolaan Sampah 19/11/2022 398 view Lainnya Dokumentasi pribadi penulis

Sampah masih menjadi permasalahan yang cukup besar saat ini. Sekitar 175 ribu ton sampah dihasilkan masyarakat Indonesia setiap harinya. Dengan jumlah yang sedemikian banyaknya, sampah tersebut mampu menimbun Stadion Utama Gelora Bung Karno dengan tinggi sekitar tiga kali lipat. Dari jumlah sampah tersebut, sampah plastik yang mampu terdaur ulang kurang dari 10 persen, sementara, 50 persen di antaranya tidak terkelola dan harus berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).

Menghadapi permasalahan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menargetkan pengurangan sampah sebesar 30 persen pada tahun 2025. Pembangunan tempat pengelolaan sampah berkonsep 3R (Reduce, Reuse, and Recycle) atau TPS-3R dan bank sampah menjadi dua program tumpuan untuk mencapai target tersebut.

Namun, dua program tersebut belum mampu berjalan secara maksimal untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Pasalnya, pengelolaan sampah yang sesungguhnya tidak bertumpu pada lembaga pengelolaan sampah melainkan dimulai dari tingkat rumah tangga. Setidaknya, rumah tangga harus mampu untuk memilah sampah menjadi dua jenis yaitu organik dan anorganik agar sampah dapat terkelola dengan baik.

Beberapa studi terkait perilaku pemilahan sampah mencatat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap rendahnya perilaku pemilahan sampah di rumah tangga. Faktor-faktor tersebut antara lain, kurangnya pengetahuan dan motivasi, serta masih terjadinya ketimpangan pembagian peran dalam rumah tangga.

Masyarakat mengetahui sampah akan menyebabkan masalah lingkungan, namun mereka tidak mengetahui bagaimana cara agar mereka dapat berkontribusi dalam pengelolaan sampah. Masyarakat mengetahui jadwal penjemputan sampah untuk daerah tempat tinggal mereka, namun mereka tidak mengetahui dikemanakan dan diapakan sampah yang telah dikumpulkan tersebut.

Pada sisi lain, sebagai urusan domestik, pemilahan sampah banyak bergantung pada sosok seorang ibu atau perempuan. Hal ini membuat pekerjaan ini sering tidak bisa dilaksanakan karena beban rumah tangga lainnya yang sudah cukup berat.

Sementara, pada beberapa golongan masyarakat muncul anggapan bahwa masalah sampah bukan lagi menjadi tanggung jawab mereka. Tanggung jawab tersebut dilimpahkan kepada pemerintah karena mereka telah membayar pajak dan retribusi kepada pemerintah.

Melihat tantangan yang muncul, upaya pengembangan lembaga pengelolaan sampah tidak bisa terlepas dari upaya perubahan perilaku di masyarakat. Upaya perubahan perilaku tidak boleh hanya menjadi tanggung jawab lembaga pengelolaan sampah.

Mencari agen perubahan perilaku yang memungkinkan dari masyarakat itu sendiri menjadi salah satu pilihan yang cukup menjanjikan. Sebuah studi intervensi di Meksiko dengan melibatkan aktor lokal sebagai agen perubahan perilaku terbukti mampu meningkatkan sikap kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitarnya.

Pelibatan seperti ini akan membuat masyarakat merasa lebih memiliki rasa tanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkan oleh sampah. Dengan strategi ini, upaya peningkatan pengetahuan juga akan lebih mudah dilaksanakan karena sumber informasi akan lebih mudah diakses oleh masyarakat.

Sasaran lain yang harus diperhatikan adalah peningkatan peran laki-laki dalam pengelolaan sampah di rumah tangga. Ini menjadi penting agar tanggung jawab pengelolaan sampah tidak hanya menjadi beban perempuan.

Proporsi laki-laki dan perempuan yang dilibatkan dalam program perubahan perilaku menjadi sebuah komitmen yang penting untuk dilaksanakan. Laki-laki sebagai sosok ayah dalam rumah tangga harus dijadikan teladan dalam mendorong perilaku pemilahan sampah.

Selain itu, motivasi juga menjadi hal penting dalam mengajak masyarakat memilah sampah. Nilai ekonomis sampah yang dapat dijual ke bank sampah dapat menjadi motivasi bagi masyarakat. Namun, ketidakpastian harga dapat menjadi tantangan tersendiri dalam mengembangkan bank sampah.

Upaya lain dengan mengajak masyarakat untuk mengurangi pemakaian kemasan sekali pakai juga diperlukan. Upaya ini membutuhkan kontribusi sektor swasta untuk mendesain produk ramah lingkungan. Inisiatif ini mulai muncul pada beberapa startup seperti Siklus dan Qyos yang menawarkan layanan isi ulang produk rumah tangga seperti sabun dan detergen.

Upaya kolaborasi dibutuhkan untuk menyebarkanluaskan praktek baik seperti ini. Utamanya pada TPS3R ataupun bank sampah agar mampu berjalan secara berkelanjutan.

Inisiatif-inisiatif perubahan perilaku berdampingan dengan peningkatan kapasitas pengelolaan sampah akan membawa kita untuk mewujudkan lingkungan yang bebas sampah. Lingkungan sehat dan laut biru sebagai warisan berharga untuk kebahagiaan anak cucu kita kelak.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya