Komunikasi Antar Pribadi (KAP) untuk Percepatan Penurunan Stunting di NTT

Widyaiswara BKKBN NTT
Komunikasi Antar Pribadi (KAP) untuk Percepatan Penurunan Stunting di NTT 06/07/2023 1158 view Lainnya kemenkeu.go.id

Peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat adalah pilar 2 dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021, Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Pilar 2 ini terdiri dari kampanye nasional dan sosialisasi menggunakan berbagai bentuk media dan berbagai kegiatan masyarakat; komunikasi antar pribadi untuk mendorong perubahan perilaku di tingkat rumah tangga; advokasi secara berkelanjutan kepada para pembuat keputusan di berbagai tingkatan pemerintah; dan pengembangan kapasitas pengelola program.

Strategi pencapaian tujuan Pilar 2 adalah melalui pendekatan Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) yang dituangkan dalam strategi komunikasi, baik di pusat maupun daerah, yang meliputi kampanye perubahan perilaku bagi masyarakat umum yang konsisten dan berkelanjutan; komunikasi antar pribadi sesuai konteks sasaran; advokasi berkelanjutan kepada pengambil keputusan; serta mengembangkan kapasitas pengelola program.

Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) merupakan sebuah proses interaktif antar individu dan komunitas untuk membangun perilaku positif sesuai dengan konteks lokal, sehingga mampu menyelesaikan permasalahan kesehatan di daerah tersebut. Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) membangun lingkungan pendukung yang memungkinkan individu dan masyarakat untuk berinisiatif, mempraktikkan, dan mempertahankan perilaku positif, sehingga program percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan dapat berjalan efektif dan efisien sesuai harapan.

Salah satu bentuk komunikasi perubahan perilaku yang dapat diterapkan dalam upaya percepatan penurunan stunting adalah Komunikasi Antar Pribadi (KAP). Komunikasi Antar Pribadi atau interpersonal communication dalam arti sempit adalah bentuk komunikasi yang berlangsung dengan tatap muka. Seorang bertemu orang lain secara langsung, saling melihat wajah, mendengarkan suara, mengamati gerak-gerik bahkan melakukan sentuhan kepada lawan bicara. Jadi, subjek-subjek komunikasi berada di satu tempat sehingga terjadi komunikasi yang komprehensif, bukan hanya verbal (kata-kata) namun juga melibatkan nonverbal yang kaya akan makna (non kata-kata, seperti kontak mata, mimik wajah, suara, gerak tangan dan lain sebagainya). Dalam keseharian, KAP dapat berlangsung dalam situasi yang beragam, misalnya, interaksi satu individu dengan satu individu di sarana kesehatan atau di masyarakat, interaksi dalam kelompok yang kecil, penyuluhan, guru dengan murid, diskusi kelompok, pendidikan sebaya, komunikasi antara orang tua dengan anak, atau komunikasi suami dan istri, dan lain sebagainya.

Perlu ditegaskan bahwa video call, zoom meeting, atau sejenisnya tidak termasuk dalam KAP karena komunikasi yang terjadi tidak secara langsung (tatap muka), dan tidak melibatkan orang seutuhnya (kita hanya dapat melihat sepotong bagian tubuh, misalnya wajah dan suaranya, itu pun kerap mengalami distorsi). Untuk menyederhanakannya, alat bantu komunikasi dapat digambarkan dalam kontinum di mana manusia berada di satu ujung dan alat bantu mandiri pengganti manusia di ujung lain.

Komunikasi Antar Pribadi (KAP) menempatkan manusia sebagai alat bantu. Manusia dengan segala kecakapannya secara lengkap, termasuk kecakapan berkata-kata, bercerita, persuasi, bergerak-gerak, bernyanyi, mendongeng, bermain drama dan lain sebagainya. Sementara itu, diujung lain adalah alat bantu mandiri, yang dapat menyampaikan pesan tanpa kehadiran manusia, seperti video, poster, spanduk, liflet, lembar balik, dan lainnya. Barangkali banyak dari kita yang masih berpikir bahwa komunikasi harus membutuhkan alat bantu non-manusia. Banyak yang berpendapat jika tidak ada gambar, musik ataupun film, masyarakat tidak akan memperhatikan. Kalau hanya berbicara saja akan membosankan atau tidak menarik. Sebenarnya, yang menjadi masalah bukan karena manusia-nya, tapi karena manusianya yang hanya menggunakan kemampuan berbicara satu arah dan monoton. Hal itu tentu membuat orang bosan mendengarnya.

Jadi, permasalahan sebenarnya adalah kita belum memanfaatkan semua kecakapan kita manusia secara maksimal. KAP yang ingin mengantar ke arah perubahan perilaku mensyaratkan para petugas kesehatan untuk memanfaatkan semua sumber dan kecakapan komunikasi yang ada pada dirinya. Bukan hanya berkata-kata tapi juga berkata-kata yang berdampak, bercerita, membujuk, mendongeng, bernyanyi, bergerak, menari, bermain drama dan lain sebagainya. Sejauh ini, KAP tetap menjadi metode yang sangat efektif dalam perubahan perilaku, juga dalam meyakinkan sasaran untuk mengunjungi fasilitas kesehatan, karena adanya komunikasi tatap muka.

Komunikasi Antar Pribadi (KAP) memiliki 3 (tiga) prinsip utama yakni menyenangkan dan menambah keakraban, semua bicara dan mendengarkan dan ke arah aksi-perubahan perilaku. Komunikasi petugas kesehatan bersama sasaran atau masyarakat harus menyenangkan dan menambah keakraban satu sama lain. Menyenangkan ditandai dengan senyum, tertawa, suasana rileks, tidak ada tekanan atau ketakutan. Dalam situasi seperti itu, masyarakat lebih mudah berinteraksi, belajar bersama dan menerima hal-hal baru. Selain itu, petugas Kesehatan tidak boleh hanya berbagi informasi tapi juga perlu mendengar pendapat masyarakat dari pengalaman kesehariannya ataupun kearifan-kearifan lokal yang selama ini menjadi panduan masyarakat. Dari masyarakat, banyak pembelajaran yang bisa diperoleh. Proses bicara dan mendengarkan sebetulnya merupakan bentuk saling menghargai. Saat dihargai, orang bukan hanya hadir dalam pertemuan secara fisik, tetapi hadir pula pikiran atau hatinya.

Lebih jauh dari itu, komunikasi yang menyenangkan dan menambah keakraban sangat baik. Apalagi para petugas kesehatan memberi kesempatan semua orang berbicara dan saling mendengarkan. Namun, apabila hanya sebatas itu, kita tidak dapat mencapai tujuan akhir KAP, yaitu perubahan, baik sikap, nilai, sampai muncul intensi atau tekad kuat untuk mengubah perilaku, misalnya, ibu hamil yang semula tidak suka minum Tablet Tambah Darah (TTD), kemudian berubah ingin minum TTD sesampainya di rumah.

Untuk itu, perlu diaplikasikan sejumlah teknik-teknik yang mengantar sasaran atau masyarakat ke perubahan perilaku yang lebih sehat. Prinsip ketiga ini juga menekankan bahwa tujuan akhir komunikasi bukanlah menambah pengetahuan saja, apalagi, menjejali sasaran atau masyarakat dengan informasi atau pesan yang sebetulnya hanya untuk konsumsi dunia akademis. Hanya tahu, belum tentu melakukan. Contoh sederhananya, perokok adalah orang yang paling tahu bahaya merokok, karena sering membaca peringatan merokok. Namun, mereka tetap merokok. Jadi, sebaiknya kita tidak hanya memenuhi pikiran sasaran atau masyarakat dengan banyak konsep atau teori, tetapi pilihlah materi yang paling relevan dan dibutuhkan, serta sesuai dengan budaya daerah, sehingga mereka menjadi paham dan setelahnya bisa terbangun komitmen ke arah perubahan perilaku.

Penting untuk diingat bahwa komunikasi antar pribadi harus dilakukan sesuai konteks sasaran. KAP wajib dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran, berdasarkan fakta, dan bersifat antar pribadi dengan pesan spesifik. Untuk mendukung kegiatan KAP ini, diperlukan kebijakan atau Peraturan Bupati/Walikota atau Peraturan/Kebijakan Daerah. Hal ini dimaksudkan agar komunikasi antar pribadi dapat disesuaikan menurut konteks sosial-budaya kelompok sasaran. Strategi ini diterapkan melalui kegiatan konseling kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, saat melakukan kunjungan rumah untuk memberi informasi/edukasi kesehatan terkait faktor risiko stunting, saat melaksanakan penyuluhan kelompok kepada masyarakat, misalnya di forum-forum kesehatan; penyuluhan kelompok yang dilakukan saat pelaksanaan kelas ibu hamil; melibatkan partsipasi masyarakat dalam Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS); penyuluhan di langkah 4 di Posyandu; atau mengajak masyarakat agar menggunakan jamban sehat. Besar harapan kiranya metode KAP dapat diterapkan oleh para petugas kesehatan di Puskesmas atau para kader, sehingga upaya percepatan penurunan stunting di NTT bisa lebih cepat teratasi.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya