Kanjuruhan vs Itaewon = RIP

Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang
Kanjuruhan vs Itaewon = RIP 31/10/2022 625 view Budaya cnbcindonesia.com

Lagi-lagi dunia dihebohkan dengan isu kerumunan masa. Kerumun menjadi terminologi yang sedikit menggelitik pikiran sehingga terkesan horor. Bagaimana tidak, isu kerumunan kerap kali menimbulkan ragam tragedi di luar nalar akhir-akhir ini.

Dari sepanjang refleksi dan analisis penulis kerumunan merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan pengaruh terbaik yang diperoleh tetapi bencana, bukan kesejahteraan tapi ketidakadilan, bukan suka cita dan denting lagu kegembiraan melainkan caption RIP atau Rest in Peace atau pray for dan sebagainya. Betapa horor dan menakutkannya isu kerumunan manusia yang terbelenggu oleh pesta pora yang notabene malah berujung kematian. Hal ini sungguh bukan lelucon.

Ragam bukti dan fakta memperlihatkan bahwa isu kerumunan baik dalam pengawasan maupun tanpa keamanan lantas pasti mengancam kesehatan, kemerosotan moral dan krisis ekonomi bahkan nyawa bisa melayang. Bandingkan saja isu kerumunan demonstrasi mahasiswa, demonstrasi terhadap pemerintah, dan ragam perayaan yang tak berbobot. Adakah yang menghasilkan kata damai? Bandingkan isu Omnibus Law, kejadian 202, kejadian Kanjuruhan dan yang viral saat ini kejadian Halloween Itaewon Korsel. Dan tragedi-tragedi lainnya. Perhatikan bagaimana isu kerumunan yang semuanya berdampak pada hal negatif tak menguntungkan dan membawa pada kebaikan. Isu kemanusiaan, derajat dan martabat manusia mengalami kemerosotan tahun ini hanya karena kegiatan kerumunan dan perkumpulan yang dilaksanakan tanpa akal sehat.

Peristiwa Kanjuruhan sebagaimana dilansir dari kepala dinas kesehatan Malang Wijanto Widjojo beberapa waktu lalu misalnya memakan korban 754 korban dengan sebanyak 132 nyawa melayang dan 596 dalam keadaan luka ringan dan 26 lainnya dalam keadaan luka berat. Menjadi peristiwa mengerikan di dunia dalam ajang kompetisi sepak bola. Indonesia lantas menjadi peringkat kedua dunia yang memakan banyak korban dalam ajang kompetisi sepak bola. Jikalau disatupadukan dengan ragam isu kemanusiaan yang menyebabkan kerumunan masa yang lalu-lalu sudah berapa banyak korban yang terjadi? Ribuan bahkan jutaan bukan?

Tidak kalah mengerikan, horor dan menakutkan bahwa berdasarkan data dari CNBC Indonesia setidaknya kurang lebih 151 orang meninggal dalam kejadian Halloween Itaewon. Berbanding terbalik dengan peristiwa Kanjuruhan akibat masa suporter Aremania dan pihak kepolisian yang menembakan gas air mata, keadaan dan kondisi kerumunan dan pintu yang sempit sehingga kerumunan berdesak-desakan, pintu keluar yang kecil sehingga menyebabkan sesak nafas, batuk, asma sehingga memakan banyak korban.

Dalam peristiwa Halloween Itaewon kejadian bermula ketika warga memadati kawasan dengan ragam kostum horor yang dengan antusias merayakan Halloween setelah beberapa tahun tak merayakan akibat pandemi. Warga yang membludak dan jalanan menjadi sempit dan makin parah sejumlah orang yang berada di atas jalan ternyata jatuh dan menimpa banyak masa di bawahnya. Dengan keadaan panik, penuh, berdesak, kondisi sangat penuh dan warga saling berinjak-injakan, berdesakan di gang sempit sehingga petugas mengalami kendala dalam keamanan. Puluhan orang kemudian mengalami sesak nafas, dan jantung terhenti akibatnya memakan banyak korban yang terus bertambah dan diperkirakan akan terus meningkat.

Untuk diketahui Halloween atau Hallowe'en merupakan All Hallows Evening yang berarti malam hari semua orang kudus. Perayaan yang juga mendunia ini dirayakan sejumlah negara setiap tanggal 31 Oktober 2022. Perayaan ini didedikasikan untuk mengenang orang yang telah meninggal termasuk Santo Santa, orang kudus dan semua arwah orang beriman dalam tradisi kekristenan Barat. Adalah suatu keyakinan bahwa tradisi ini merupakan perpaduan beberapa tradisi dan festival kuno panen kelt berakar Pagan, khususnya festival Samhain etnis Gael dan dikristenkan sebagai Halloween. Meskipun kebudayaan Pagan sendiri tidak merayakan perayaan Halloween tetapi dengan upacara lokal.

Kegiatan Halloween meliputi pesta dengan kostum horor, dekorasi yang meriah, makanan yang beragam dan permainan yang juga menarik, meriah dan cukup tak logis dan berbagai kegiatan yang dilakukan agar Halloween terkesan meriah. Istilah Halloween sendiri disebut sejak tahun 1785 berasal dari Kekristenan Skotlandia dan saat ini terus dilakukan. Perayaan ini kemudian dirayakan di belahan dunia seperti Skotlandia, Irlandia, Asia, Eropa dan sebagainya.

Perayaan Halloween sendiri seharusnya dimengerti sebagai bukan merupakan perayaan hura-hura, pesta pora yang menimbulkan kerumunan apalagi kematian. Halloween jika dilihat dari maknanya merupakan perayaan iman dan doa yang sejatinya harus dilaksanakan dengan sikap doa bukan pesta pora sekedar senang-senang apalagi sampai menimbulkan kematian.

Halloween merupakan ajang mendoakan orang meninggal agar arwah dan jiwanya mendapat ketenangan dan kebahagiaan kekal. Kiranya perayaan Halloween bisa bercermin dari beberapa kebudayaan lokal yang memiliki kebiasaan mendoakan orang meninggal dengan perayaan yang lebih hormat dan syukur yang serupa dengannya. Misalnya dalam tradisi Gereja Katolik, mendoakan orang meninggal atau perayaan orang kudus dilaksanakan pada 1 November untuk hari raya orang kudus dan 2 November peringatan arwah umat beriman. Perayaan ini serupa dengan Halloween tetapi dengan upacara hormat, syukur, hening, doa dan penuh iman. Umat mendoakan kaum kerabat yang meninggal dengan upacara yang khusus, meskipun tidak meriah pesta pora dan menimbulkan kerumunan tetapi dalam kekhidmatan penuh.

Dari peristiwa demonstrasi, tragedi Kanjuruhan dan peristiwa Halloween Itaewon kita belajar untuk cermat dalam merayakan suatu kegiatan. Hal ini penting bukan hanya pihak rakyat sebagai penikmat melainkan juga pemerintah atau otoritas tertentu sebagai pelaksana. Kecermatan ini harus dilihat așa, tujuan, kebermanfaatan dan kebaikan yang hendak didapati dan dicapai. Kebaikan ini harus tertuju dari semua, untuk semua dan oleh semua bukan kepentingan golongan tertentu.

Penulis mengajak perlu melihat dan bahkan menganalisis SWOT (Strength, weakness, opportunity, and Treat Ness) jika hendak mengadakan suatu kegiatan. Untuk masyarakat sendiri jangan mudah terlarut dengan kegiatan dan perayaan hura-hura, pesta pora dan senang-senang semata tanpa melihat kebermanfaatannya. Carilah suasana rekreatif, pesta dan senang-senang yang benar baik dan bijak dari segi keamanan dan kenyamanan tanpa merugikan banyak pihak. Apalagi sampai mengancam diri sendiri dan orang lain.

Kiranya ragam peristiwa kerumunan yang berimbas pada kematian baik peristiwa Kanjuruhan maupun Halloween ini membuka mata hati kita untuk bijak dalam mengikuti kegiatan, event atau perayaan bukan dengan hanya memikirkan kesenangan duniawi saja tetapi sampai pada kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan diri pribadi dan juga orang lain.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya