Kesesatan; Refleksi Latar belakang dikarangnya Kitab Ihya’ Ulumiddin

Mahasantri Ma'had aly situbondo
Kesesatan; Refleksi Latar belakang dikarangnya Kitab Ihya’ Ulumiddin 18/08/2024 201 view Agama mizanstore.com

Mencela, mengkritik, menjatuhkan reputasi, dan semacamnya dari satu organisasi massa (ormas) terhadap organisasi massa lainnya itu sudah biasa. “Biasa” dalam artian itu bukan suatu fenomena yang baru muncul. Yang terjadi pada saat ini (tanpa menyebut kasus spesifik) itu juga pernah terjadi di masa lalu. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, seperti politik, ekonomi, kekuasaan atau urusan pribadi yang tidak diselesaikan dengan sendiri.

Bukti bahwa itu bukan suatu fenomena yang baru, bahwa Imam al-Gazali mengarang kitab yang monumental yakni Ihya’ Ulumiddin salah satunya sebagai bentuk tindakan pereventif pada suatu fenomena yang terjadi di masa beliau. (Ihya’Ulumiddin, juz 1, hal. 2, Maktabah Imaratullah). Imam Gazali bergegas untuk mencegah bencana sosial, di mana pada saat itu banyak orang-orang yang ingkar mencaci dan menghina dengan membabi buta. Maksud dari “orang yang ingkar” adalah orang yang sudah menyimpang dari syariat, mengedepankan akal yang cacat dan semacamnya.

Di zaman Imam al-Gazali (yang masih banyak orang alim Allamah) orang sudah buta dari terangnya kebenaran, kebathilan sedang bergeliat, kebodohan bergentayangan, dan provokasi dari ulama Su’ jadi konsumsi khalayak (pembodohan umat). Sementara, orang yang masih tetap di jalan yang lurus menghamba kepada Allah Swt, yang jiwanya masih bersih, hatinya terbenahi dan orang yang dapat menyusuli keteledorannya dari sesuatu yang dapat menyia-nyiakan umur itu sudah minim sekali. Sehingga itulah al-Gazali yang semula terikat dengan diam itu lepas lalu angkat bicara melalui tulisan (yang menjadi kitab Ihya’Ulumiddin).

Ada sebuah hadits Nabi Saw yang berbunyi أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ اللهُ سُبْحَانَهُ بِعِلْمِهِ “siksanya manusia yang paling dahsyat di hari kiamat adalah orang alim yang tidak menjadikan ilmunya manfaat baginya”. (al-Thabrani fi al-Shagir wa al-Baihaqi fi Sya’bi al-Iman dari hadits Abi Hurairah). Salah satu faktor orang berilmu tapi tidak bermanfaat karena disertai dengan kesombongannya karena sombong itu sejatinya adalah penyakit. Di zamannya al-Gazali sudah ada dari cerminan hadits di atas. Sehingga al-Gazali di dalam kitabnya mengatakan “demi umurku sesungguhnya tidak ada sebab atas kesombongan kecuali penyakit yang menyebar luas” (Ibid, hal. 3).

Sepintar apapun orang kalau sudah sombong maka di waktu yang berbarengan “kelalaian” menggorogotinya. Sudah tidak memperhatikan perkara yang sejatinya agung lagi serius, lupa bahwa akhirat akan datang dunia akan tertinggal, ajal sudah dekat perjalanan akhirat panjang, bekal masih sedikit, kepanikan yang signifikan, dan jalan yang buntu. Dengan kelalaian seperti inilah yang membuat seseorang tidak bermoral, membuat kekacauan di tengah-tengah masyarakat.

Ternyata ulama dunia sekarang lebih mendominasi dari ulama yang benar-benar warisan Nabi Saw. Yang dimaksud dengan mendominasinya “ulama abal-abal” juga tidak kalah banyak pengikutnya bahkan nyaris lebih banyak dari pada ulama yang sesungguhnya. Bahkan_sangat prihatin_ sekarang ulama hampir teradu domba dalam menyikapi beberapa oknum yang menurut saya itu Bangs*t.

Oknum yang ngaku-ngaku paling benar, mendeklarasikan diri sebagai ulama lalu menyesatkan umat itu memang ada di zaman sebelumnya (katakanlah abad ke-11 awal abad ke-12, zamannya al-Gazali). Biasanya oknum seperti ini katanya imam al-Gazali adalah orang yang jiwa raganya sedang dikuasai oleh Syetan, tertanam sifat jahat. Dan biasanya orang seperti itu maunya selalu yang instan (yang penting dunia sekarang sudah didapat), diberi sejumlah uang sudah mengatakan baik akan sesuatu yang buruk, menghalalkan sesuatu yang haram, (jual beli fatwa sesat). Dan implikasi dari perbuatan tersebut sangat berbahaya, bayangkan saja ada orang yang maunya pekara ini haram padahal haram_ mau ditetapkan. Apakah jadinya tidak kacau?

Sehingga kalau melihat fenomena seperti ini pancaran nilai agama itu seperti sudah sirna, tanda-tanda petunjuk yang benar di penjuru dunia sudah terhapus. Parahnya! Sekarang sudah berbalik, yang alim ulama minta fatwa kepada para pejabat guna menyelesaikan persoalan yang terjadi di masyarakat, “ini bukan menyelesaikan-kata saya”. Apalagi sekarang yang berdebat bukan karena mencari kebenaran, melainkan kebanggaan yang cenderung mengalahkan dan menjatuhkan.

Kesesatan ada juga yang memanfaatkan sajak-sajak yang bagus, dan sesuatu yang tidak bisa dirasionalisasikan (dan itu banyak menarik minat masyarakat). Pokonya sekarang orang awam banyak yang ditipu daya oleh orang yang memiliki sedikit kekuasaan (dimanfaatkan). Kadang orang awam jauh untuk berpikir apakah ini sebagai buruan dan jebakan kepada dirinya atau apakah ini cara agar mereka dengan mudah dapat harta dunia. Seperti dikatakan di atas banyak sekarang yang buta akan terangnya kebenaran.

Makanya poin-poin yang ada di kitab Ihya’ Ulumiddin itu banyak menerangkan tentang hikmah, akal, hati, adab, keutamaan-keutamaan dan sebagainya yang pada intinya “ayo sekarang sadar dan kembali ke jalan yang benar”. Semoga kita terlindungi dari orang-orang yang Dazlim, karena itu mengerikan.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya