Maneskin dan Dunia yang Menua

Asesor SDM Aparatur Ditjen Pendidikan Islam Kemenag
Maneskin dan Dunia yang Menua 03/08/2022 1645 view Budaya viva.co.id

Maneskin adalah sebuah fenomena dan kehebohan dalam industri musik kini. Lahir dan berkembang di Italia pada 2015 , grup rock ini sudah memancing rasa ingin tahu dan penasaran penikmat musik karena alasan negara asalnya. Masalahnya, Italia lebih dikenal sebagai nagara mode fashion dan olah raga, terutama sepak bolanya. Jika pun terkait konteks musikalitas Italia, orang mungkin lebih terbayang Luciano Pavarotti, penyanyi opera ternama di dunia.

Dalam wawancara dengan majalah Rolling Stones (21/7), Victoria de Angelis, basis Maneskin, menyatakan kepercayaan diri bahwa keberadaan dan prestasi mereka adalah capaian tersendiri bagi musik Italia. Telah begitu lama Italia tidak memiliki band rock yang mendunia. Dirinya meyakini, baru Maneskin yang mewakili grup rock anak muda Italia kini dengan prestasi yang menguar dan kilap popularitas.

Kemenangan Maneskin dalam ajang Eurovison 2021 menegaskan prestasi dan klaim de Angelis itu. Setelah lima belas tahun lebih band rock Lordi asal Finlandia meraih prestasi itu, tidak ada kemenangan lagi oleh band rock lain, hingga Maneskin mengentak dunia dengan capaiannya. Setelahnya, dalam hitungan tidak berapa lama mereka memuncaki spot nomor satu dalam streaming Spotify, mengalahkan artis fenomenal Olivia Rodrigo dan band kawakan eks Nirvana, Foo Fighters. Mereka meraihnya lewat tembang Begging, sebuah remake lagu rock lawas tahun 40an milik Four Seasons. Raihan yang sama juga melambungkan mereka di platform streaming Youtube dan media sosial Tiktok.

Lebih dari itu, Maneskin hadir dengan keberanian lirik rock and roll yang tajam, nakal, seenaknya, meski juga kadang penuh kritik sosial. Menyebut band The Rolling Stones dan vokalis Mick Jagger sebagai salah satu panutan mereka, sejauh ini capaian musikalitas mereka memberi keyakinan bahwa tongkat estafet rock and roll itu bisa mereka teruskan.

Seenaknya, vokalis Maneskin Damiano David menyatakan bahwa sampai kapanpun rock and roll tidak akan mati, karena akan selalu datang orang untuk merayakannya dengan penuh energi dan suka cita, tentu Maneskin salah satunya. Dunia yang sudah sesak dengan pertarungan kepentingan politik dan rusaknya keserakahan kuasa harus diingatkan dengan pesan dan perayaan kebebasan individu selayaknya turunnya confetti emas kemenangan mereka di Eurovison.

Pengaruh Glam Rock

Jangan lupakan penampilan mereka yang juga tidak kalah nyeleneh. Mereka terbiasa dan kerap tampil androginistik, dengan hiasan dan pakaian yang mengesankan perempuan pada diri ketiga personel prianya dan sesekali tampilan "laki" pada de Angelis. Pada beberapa penampilan livenya, David biasa memakai bra untuk menutup dadanya.

Telinga pendengar musiknya juga perlu bersiap dengan adrenalin tersendiri. Dalam lagu Mammamia (2021), entakan drum dan raungan ritmis gitar diselingi vocal khas David yang serak dan melengking. Keasyikan menikmati komposisi musik Mammamia, pendengarnya bisa saja mengernyitkan dahi kemudian. Di beberapa koda, David tanpa ragu mendesah selayaknya suara perempuan. Dalam semangat yang sama, pada lagu dan klip video I Wanna Be Your Slave, Maneskin tampil total dengan ide androgini ini.

David menyatakan bahwa lagu dan video I Wanna Be Your Slave mencitrakan siapa mereka dan visi bermusik Maneskin. Secara umum, lirik dan pernyataan mereka selalu mendorong anak muda untuk berani sepenuhnya menyatakan diri, hasrat diri, dan orientasi seksual mereka. Di sinilah letak cerita dunia yang menua bermula.

Dengan gambaran popularitas dan dukungan kecepatan dan penetrasi informasi saat ini, pengaruh Maneskin dapat berada di manapun. Mereka bukan hanya menghiasi lembar majalah musik atau budaya populer, namun juga pada waktu senggang anak muda di ruang privat dan senggang mereka.

Saat seperti itu, nalar dan pemahaman atas prestasi dan latar visi Maneskin menyapa seluruh lapisan anak muda di penjuru dunia, pun pandangan androgini mereka. Kecenderungan untuk tampil sebagai perempuan dalam bermusik, padahal mereka adalah laki-laki, bukan merupakan hal baru. Untuk menyebut beberapa yang terdepan, kita mengenalnya pada diri David Bowie, Depeche Mode, atau dalam beberapa hal Duran Duran. Namun, Maneskin berbeda karena dinggap mampu membangkitkan glam rock di era millenial dengan cerdas, menarik, dan tanpa tedeng aling-aling.

Pada titik ini, mudah terbayang bagaimana anak muda yang sudah terpengaruh ide androginistik dengan pakaian nyentriknya yang dihardik satpol PP di ajang Citayam Fashion Week. Dunia, dalam sebuah helaan nafas pendek, mungkin memang sudah menua dengan tampilan pengaruh yang sulit terbayangkan sebelumnya. Anak-anak muda itu mungkin tidak terpengaruh Maneskin secara langsung. Namun ketenaran dan pengaruh Maneskin dapat saja pelan makin kelihatan.

Menikmati dan "membaca" Maneskin bisa jadi merupakan sebuah lanskap yang bukan semata-mata mengenai musik itu sendiri. Theodore Adorno dan Max Horkheimer dalam karya klasik mereka, The Dialectic of Enlightenment (1972) jauh-jauh hari telah menggarisbawahi bahwa industri budaya, di mana industri musik berada di dalamnya, memiliki kepentingannya sendiri untuk meluaskan pengaruh budaya dan gaya hidup. Adorno dan Horkheimer sangat terpanggil untuk mencermati, salah satunya, fenomena The Beatles dan Led Zeppelin.

Lebih tajam, Abdullah Sumarhadi menulis dalam bukunya, Ekonomi Politik Musik Rock, Refeleksi Gaya Hidup (2021), bahwa musik rock adalah panggung musik dan budaya sekaligus. Dalam skala ini, meminjam ujaran Ian Fender, “Revolusi pertama tanpa darah adalah musik rock”, maka makin nampak visi sesungguhnya Maneskin dengan konsep androgininya. Meski bukan yang perdana melakukannya, sekali lagi, Maneskin berada pada pole yang berbeda karena kreativitas dan keterbukaan mereka serta dukungan kecepatan informasi kini.

Sony entertainment Italia dan beberapa brand ternama busana dunia telah menyatakan diri sebagai sponsor utama mereka. Kolaborasi ini dapat memastikan keterjagaan popularitas Maneskin dalam bermusik dan menyebarkan pandangan budaya mereka.

Di seberang, para orang tua akan selalu mengingatkan bahwa ada batas dalam berkarya dalam bidang seni. Jika menabrak tatanan moral dan etika yang dianut dan dijunjung tinggi, maka seni, termasuk seni bermusik dengan segala perniknya, harus menghadapi batas. Bersungut, mereka bisa jadi akan merutuki dunia yang makin menua di tangan para millenial, salah satunya lewat teriakan dan gaya hidup yang disuarakan Maneskin.

Lihat pula dukungan dan penerimaan para fans mereka yang makin membeludak di seantero dunia. Konser mereka di Turki belum lama ini disambut riuh rendah para penggemarnya. Jika negara yang dipimpin sosok kharismatik Recep Tayyip Erdogan dengan ide pan Islamistiknya saja terbuka dengan Maneskin, bagaimana dengan negara lainnya?

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya