Etica Negativa dan Etika Humanisme di Tengah Wabah

Wabah Corona yang melanda dunia saat ini merebak begitu cepat. Selain itu, ia juga menyerang manusia melampaui kriteria-kriteria tertentu. Ia melabrak sekat-sekat kategorisasi manusia. Hal ini bisa kita lihat bahwa wabah ini melahap korban tanpa pandang usia, tipe seks, status sosial, profesi, asal negara, tokoh dunia, figur publik, dan lain sebagainya.
Berkaitan dengan hal ini, benarlah yang pernah diutarakan oleh World Health Organization (WHO) bahwa wabah corona ini sudah menjadi pandemi global. Ia bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu.
Selain corona, sejarah juga mencatat ada banyak wabah lain yang juga sudah ada beberapa tahun silam. Pandemi virus yang mengglobal ini bukan menjadi virus pertama yang penyebarannya secara massif di pelbagai belahan dunia.
Berdasarkan catatan historis, pandemi pernah terjadi pada tahun 1918 yaitu saat pandemi flu dari spanyol yang terinfeksi sekitar 27 persen atau 500 juta orang dengan angka kematian sekitar 40 hingga 50 juta korban. Setelahnya ialah pandemi H1N1 pada 2009 yang menginfeksi 700 juta hingga 1,4 milyar manusia atau sekitar 11-12 persen populasi dunia (Pos Kupang, 16/3).
Beberapa data di atas memperlihatkan kekejaman wabah-wabah kepada kita. Pelbagai data tersebut juga mau menunjukkan reaksi atau tanggapan kita sebagai korban. Kekejaman wabah itu tidak bisa dilihat begitu saja, namun perlu adanya respon konkret dari kita semua. Ketika kita melihat paparan data tersebut sebelah mata, kita sebetulnya terjerembab dalam lingkaran apatisme, ego diri, nir-virtue, krisis aktus dan krisis-krisis lainnya.
Pada titik yang lebih ekstrim dan kejamnya lagi, kita bisa dengan mudah digiring oleh wabah tersebut kepada jurang dehumanisasi. Dehumanisasi dikatakan lebih ekstrim dan bernada kejam sebab ia menegasi eksistensi kita sebagai makhluk sosial. Kita kemudian dibaca bukan lagi makhluk yang menghargai manusia lain tetapi justru memenjarakan yang lain dalam lingkaran ego diri kita sendiri.
Pada aras inilah pintu gerbang menuju krisis nilai solidaritas-sosial kita terbuka lebar. Kekrisisan spirit solidaritas-sosial kita bertalian erat dengan sikap dehumanisasi. Lebih lanjut, kita akan diperlihatkan pada realitas bahwa krisis etos sosial tersebut membuat kita lupa akan misi humanisasi diri masing-masing pribadi.
Sudah saatnya kita melawan lupa. Kita semestinya mengafirmasi misi humanisasi dan mengapresiasi etos solidaritas-sosial kita masing-masing. Sudah saatnya kita melangkah jauh ke depan. Melangkah jauh berarti tidak diam. Ada aktus pergerakan di sana. Kita bergerak sebab kita sadar bahwa ada yang mengganjal dan mesti kita perbaiki. Kita memperbaiki hal tersebut sebab ada luka yang masih menganga lebar di situ.
Kendati begitu, tentu saja tidak bisa dimungkiri bahwa jalan ke sana sangat panjang. Kita mesti sadar akan hal tersebut. Kesadaran akan hal yang sangat panjang ini semestinya menjadi semangat bagi kita untuk terus berjalan di jalan humanisasi. Jalan ini ialah jalan misi kita masing-masing. Atau dalam bahasa Aristoteles, jalan ini ialah jalan kita sendiri sebagai makhluk sosial yang selalu melantangkan spirit solidaritas-sosial dan memekikkan etika humanisme. Inilah misi kemanusiaan kita.
Kendati demikian, kita pun mesti selalu sadar bahwa ada banyak tantangan yang menghampiri kita. Tantangan-tantangan tersebut bisa saja memudarkan spirit kemanusiaan yang sudah kita bangun bersama. Karena itu kita mesti membawa obor humanisme. Obor inilah yang selalu menerangi pikiran kita dari segala penjuru tapak kegelapan khususnya kegelapan karena sikap ingat diri. Lantas, di mana kita menemukan obor humanisme tersebut?
Obor humanisme bisa kita peroleh melalui spirit pembaruan diri untuk selalu terbuka dengan sesama yang lain. Caputo menyebut hal ini sebagai etica negativa. Menurut dia, etika tersebut membantu kita dalam membarui diri untuk selalu terbuka kepada siapa saja. Inilah eksistensi kita sebagai manusia yang penuh dengan inklusivitas diri.
Lebih jauh, Caputo mulai dengan suatu afirmasi tentang keberadaan manusia. Keberadaan manusia digambarkan sebagai open-endedness, yakni suatu keterbukaan tanpa akhir. Hal ini mengingatkan manusia sebagai makhluk (homo) yang selalu terkondisi dalam banyak kemungkinan (Felix Baghi, 2012: 209). Dengan demikian, kemungkinan untuk memprioritaskan etika humanisme terhadap diri sendiri dan sesama ialah salah satu kemungkinan (possibility) dari sekian banyak kemungkinan yang melekat dalam diri kita.
Hemat saya, dalam etica negativa di atas, etika humanisme kita menjadi tampak sebagai berikut. Etika kemanusiaan kita itu sudah seharusnya berciri terbuka tanpa akhir. Karena itu, ia mesti dibagi habis bukan hanya kepada diri kita sendiri namun juga bagi sesama yang lain. Hari-hari ini, sesama kita ialah mereka semua yang dilanda wabah corona. Mereka menderita begitu hebat. Sejalan dengan itu, boleh jadi mereka bukan hanya terluka secara fisik tetapi juga terluka secara psikis. Sungguh ekstrim dan kejam, bukan?
Akhirnya kita diajak untuk melampaui hal di atas. Kita mesti bergerak, melangkah jauh ke depan. Kita mesti bertindak secara nyata demi mengangkat etika humanisme kita masing-masing. Oleh karena itu, hemat saya, kredo etica negativa Caputo mesti menjadi pembelajaran bagi kita.
Menyitir Caputo, kita tidak boleh berhenti hanya pada satu titik keterbukaan diri bagi sesama (baca: korban wabah corona). Kita diajak untuk bergerak lebih jauh yakni membuka diri tanpa akhir bagi mereka yang dilanda wabah tersebut. Inilah sikap inklusivitas diri yang fundamental yang mesti bertumbuh dalam diri kita semua.
Lantas, apakah kita berhenti pada inklusivitas diri tanpa akhir? Bagi Caputo, satu hal yang pasti yaitu bahwa kita tidak tahu secara pasti siapakah kita. Di sini, eksistensi kita sebagai makhluk beretika humanisme masih dalam proses pertanyaan seputar berikut. Siapakah Saya di tengah situasi wabah saat ini?
Artikel Lainnya
-
48707/08/2025
-
168713/01/2020
-
105115/01/2021
-
Melestarikan Alam dengan Landasan Tauhid dan Ilmu Pengetahuan
32226/01/2025 -
129118/04/2021
-
Urgensi Perlindungan Masyarakat Adat dalam Kebijakan Publik
41420/06/2024