Edukasi Vs Rating Pada Sinetron Suara Hati Istri
Di tengah perkembangan teknologi yang samakin pesat dan hadirnya berbagai macam media elektronik dengan daya tarik tersendiri pada akhirnya menempatkan masyarakat sebagai konsumen dari media-media yang ada. Dalam perjalanannya, tidak dapat dipungkiri bahwa media kemudian memiliki segmentasi tersendiri baik dalam hal persaingan pasar maupun dalam kontek sosial kemasyarakatan. Salah satu produk yang paling fenomenal dengan hadirnya media elektronik yakni sinetron.
Kata sinetron sendiri sebenarnya merupakan singkatan dari sinema elektronik. Menurut Saefudin bahwa sinetron adalah “sandiwara bersambung yang disiarkan oleh stasiun televisi”. Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera (opera sabun) dan dalam bahasa Spanyol biasa disebut telenovela. Oleh karena itu sebelum tayangan sinetron mulai menjamur seperti sekarang ini, masyarakat Indonesia sudah mulai diperkenalkan dengan kemunculan sinetron pada telenovela yang tayang pada Tahun 1994.
Dunia perfilman dengan berbagai informasi, cerita maupun sinetron yang disuguhkan tidak terlepas dari pro dan kontra dari masyarat. Seperti halnya yang terjadi beberapa hari ke belakang di mana alur cerita pada Sinetron Suara Hati Istri yang ditayangkan di Stasiun Televisi Indosiar tersebut menunjukan adegan romantis yang oleh kebanyakan masyarakat tidak layak karena mengesampingkan norma etik dan sama sekali tidak mengedukasi. Fenomena tersebut sebenarnya sudah tidak asing lagi didunia perfilman, hanya saja yang menjadi masalah adalah pemeran Zahra pada Sinetron Suara Hati Istri tersebut diindikasi masih berusia di bawah 18 tahun (anak-anak).
Hal tersebut akan memberikan pengaruh yang cukup besar bagi masyarakat bukan hanya orang tua melainkan juga anak-anak yang menonton. Mengingat di masa pandemi seperti saat ini, maka intensitas anak-anak akan lebih sering di rumah sehingga intensitas dalam mengikuti segala bentuk tayangan di televisi lebih besar dari pada biasanya.
Terlepas dari apa yang menjadi motivasi dari sang sutradara untuk menempatkan seorang anak pada adegan suami-istri dalam film tersebut serta persaingan di dunia perfilman, namun hal tersebut harus mendapat perhatian serius dari seluruh pihak baik pemerintah, instansi terkait maupun masyarakat pada umumnya yang masih sadar akan peran penting media massa dalam perkembangan anak-anak di Indonesia.
Konflik yang terjadi pada Sinetron Suara Hati Istri tersebut harusnya menjadi cambukan bagi pemerintah maupun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk lebih aktif dalam mengawasi dan menfilter setiap tayangan yang akan disuguhkan ke publik. Dengan begitu maka media sebagai sarana publik tidak lagi hanya mencari rating melainkan juga harus mampu memberikan edukasi kepada masyarakat melalui tayangan yang disuguhkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Fuad Abbas bahwa “Media massa memiliki tiga peran yakni sebagai institusi pencerahan masyarakat, sebagai media informasi, dan sebagai media hiburan”.
Terkait fenomena yang menampilkan adegan mesra yang melibatkan anak di bawah umur tersebut maka Komisi Penyiaran Indonesia selaku instansi terkait perlu menindak lanjuti agar tidak terulang kembali. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 8 ayat (1) bahwa “KPI sebagai wujud serta peran masyarakat berfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentingan masyarakat akan penyiaran”. Mengingat bukan hanya orang dewasa saja yang menjadi penikmat film yang ditayangkan di televisi melainkan juga anak-anak di bawah usia 18 Tahun.
Dengan adanya tindak lanjut yang dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia tersebut maka yang diharapkan ke depannya seluruh stasiun televisi lebih cerdas lagi dalam menyuguhkan tayangan kepada masyarakat dengan mempertimbangkan aspek sosial, budaya maupun edukasi di dalamnya serta tidak semata-mata hanya berorientasi pada rating dan keuntungan semata. Hal ini juga bertujuan untuk mencegah munculnya pengembangan pola berpikir dari masyarakat khususnya anak-anak berdasarkan fenomena yang terjadi bahwa hal tersebut merupakan sebuah kewajaran karena sudah sering terjadi.
Selain itu, terlepas dari keuntungan yang didapat oleh pemerintah atas pajak usaha dari stasiun televisi, stasiun televisi maupun sutradara pada Sinetron Suara Hati Istri perlu medapat pembinaan khusus agar hal tersebut tidak terjadi lagi serta menjadi pembelajaran bagi stasiun televisi maupun sutradara lainnya bahwa mencari keuntungan tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan edukasi apa lagi sampai merugikan anak-anak yang masih di bawah usia 18 Tahun tidak dapat dibenarkan.
Artikel Lainnya
-
92526/09/2024
-
154428/07/2020
-
91719/01/2023
-
Kongres PMKRI, Eksistensi dan Arah Baru Perhimpunan
186906/02/2020 -
186215/09/2019
-
Pendaftaran Kelas Menulis Beginner #Batch18 Telah Dibuka!
128310/01/2022
