Kejujuran dan Kebenaran dalam Sidang Kasus Brigadir Yosua dari Perspektif Filsafat Fenomenologi

Jaksa penuntut umum (JPU) secara resmi memberikan tuntutan kepada terdakwa Richard Eliezer dengan hukuman penjara selama 12 Tahun. Tuntutan JPU yang dibacakan pada Rabu, 18 Januari 2023 lebih ringan dari Ferdy Sambo yang dituntut dengan hukuman seumur hidup. Sementra itu, jika dibandingkan dengan terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal, tuntutan yang dijatuhkan kepada Richard jauh lebih berat, karena mereka hanya dituntut 8 tahun penjara.
Jaksa meminta agar majelis hakim memeriksa dan mengadili terdakwa serta menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa Ricard Eliezer karena telah terbukti sah menghabiskan nyawa Nofriansah Yosua Hutabarat, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 340 no 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun hal yang meringankan tuntutan terhadap Richard Eliezer menurut pertimbangan jaksa adalah karena ia telah berlaku sopan selama berlangsungnya persidangan dan merupakan justice collaborator, yakni telah bekerja sama dalam pengungkapan fakta dalam lindungan Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).
Menanggapi tuntutan jaksa, Ronny Talampesy selaku kuasa hukum dari Richard Eliezer menyatakan menghargai keputusan jaksa. Namun kuasa hukum Ricard menegaskan bahwa pihaknya akan terus berupaya memperjuangkan keadilan bagi kliennya, sebagai wakil dari orang kecil dan tertindas. Ada beberapa keberatan yang disampaikan Ronny, pertama Richard tidak memiliki niat untuk membunuh Brigadir Yosua. Hal ini sudah diungkapkan dalan persidangan dengan didukung oleh beberapa saksi ahli. Kedua, klien mereka sudah konsisten sebagai justice collaborator, kurang mendapat perhatian dari JPU. Ketiga, perjuangan Richard untuk berani jujur dan konsisten selama persidangan, juga kurang mendapat perhatian.
Kejujuran dan Kebenaran dalam Fenomenologi
Dalam beberapa kesempatan persidangan, para terdakwa selalu diminta untuk berkata jujur. Bahkan dilakukan pula tes kejujuran dengan menggunakan teknologi. Richard Eliezer seringkali dinilai sebagai terdakwa yang selalu berkata jujur dan tidak berbelit-belit dan selalu konsisten. Oleh karena itu harapan besar dari banyak orang bahwa kejujuran Richard ini akan sangat membantu meringankan hukuman yang diberikan kepadanya.
Pertanyaannya, apakah kejujuran akan mengungkapkan kebenaran? Ini merupakan salah satu pertanyaan fundamental dari filsafat fenomenologi. Fenomenologi sebagai sebuah aliran filsafat dicetuskan oleh Edmund Husserl dan dikembangkan oleh asistennya, seorang perempuan Yahudi-Jerman, yang kemudian dibaptis menjadi Katolik dan akhirnya memilih hidup menjadi biarawati Ordo Karmel. Seorang suster Karmelites yang posisinya digantikan oleh Martin Haidegger sebagai asisten Husserl ini, bernama Edith Stein atau yang juga kita kenal dengan Santa Benedikta dari Salib. Bagi Edith Stein kebenaran bukan sebuah pertanyaan teoritis tanpa konsekuensi bagi kehidupan.
Kejujuran tidak selalu sama dengan kebenaran. Penipuan atau kejujuran terjadi pada tingkatan penuturan sesuatu yang diketahui, sementara pertanyaan yang lebih mendasar adalah apa yang diketahui itu sendiri.
Apa yang diketahui sangat bergantung pada sumber pengetahuan. Maka pencarian kebenaran hanya akan mungkin bagi seseorang yang berani menempuh jalan yang dapat memisahkan dirinya dari lingkungan dan tradisi yang sudah selalu mengkondisikannya secara tertentu, yang sudah selalu menetapkan kategori kebenaran baginya. Namun jalan menuju kebenaran tidak hanya berhenti pada sebuah proses pelepasan, tetapi mesti dilanjutkan dengan keterarahan pada obyek kebenaran itu sendiri, kepada fenomena yang menampilkan dirinya.
Sebuah refleksi atas klaim kebenaran akan menunjukkan bahwa ternyata ada banyak rujukan yang dipakai untuk menyebut kebenaran. Ada yang menggunakan pendasaran tradisi, bahwa benar adalah apa yang dalam pandangan umum dianggap benar. Ada pula yang menilai kebenaran dari segi kegunaan, yang membawa keuntungan, yang dapat dipertanggunjawabkan, atau berdasarkan konsensus, dan lain-lain.
Benar bahwa Richard Eliezer telah jujur dalam persidangan dan dalam kejujurannya ia mengungkapkan kebenaran bahwa ia telah membunuh Yosua. Terlepas dari “kejujurannya”, pengakuan bahwa ia telah “merampas nyawa orang lain” adalah tindakan yang telah melanggar hukum sebagaimana diatur dalam KUHP, pasal 340 no 55. Inilah yang menjadi alasan JPU untuk menuntut Richard dipenjara selama 12 tahun sebagai konsekuensi atas perbuatannya. Namun di lain pihak, banyak yang berharap agar kejujuran Richard dan posisinya sebagai justice collaborator dapat menjadi pertimbangan hakim untuk memberikan keringanan hukuman kepadanya.
Kita semua berharap agar hukum dan peradilan di Indonesia semakin ditegakan.
#savelembagaperadilan
Artikel Lainnya
-
91415/06/2020
-
110715/10/2020
-
46608/10/2023
-
Karugrag dan Tentang Seimbang di atas Gelombang
107929/06/2021 -
Protes ESL, GameStop dan Keberhasilan Slogan People Power
111524/04/2021 -
Peran Ulama NU dalam Mengusir Penjajah
270625/04/2021