Mengharapkan Kenetralitasan ‘Media’di Tahun Politik 2020
Diselenggaranya Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) di 270 daerah di Indonesia dengan perincian 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 kota yang menyebar dihampir seluruh daerah di Indonesia merupakan tahun politik yang kesekian kalinya dilakukan di Negara Indonesia sebagai negara yang demokrastis.
Penyelenggaran Pilkada serentak di 270 daerah tersebut merupakan ajang pergantian nahkoda kepemimpinan baik tingkat Provinsi (Gubernur), Kabupatan (Bupati) dan Kota ( Wali Kota), lebih dari itu pergantian nahkoda ini merupakan ajang bagi partai politik di Indonesia untuk menunjukan taring kader-kader partainya.
Sebagai negara yang demokratis, keterlibatan media sebagai salah satu pilar demokrasi, dalam mengontrol jalannya atau terselenggaranya Pemilu apapun termasuk Pemilihan umum kepala daerah sangatlah perlu dilakukan. Media harus hadir dalam hal ini untuk memberikan berita yang berimbang dan netral kepada masyarakat.
Pada masa Pemilu yang diselenggarakan pada tahun 2020 ini, kehadiran media harus dapat berperan dalam mengembangkan partisipasi publik dalam pemilihan umum agar partisipasi publik dalam hal ini peserta pemilih dapat meningkat.
Publik mengharapkan agar kehadiran media di tengah tegangnya situasi pemilihan umum, media harus memberikan suatu pendidikan politik kepada masyarakat, serta memberikan perkembangan politik dalam hal ini memberikan perkembangan kampanye dan mengawasi proses jalannya penyelenggaraan pemilihan umum.
Yang menjadi permasalahan hari ini adalah banyaknya media baik media massa, media elektronik atau pun media-media online yang hari ini sedang berkembang pesat merupakan media milik penguasa atau milik orang-orang yang dekat dengan partai politik. Sehingga, dapat menjadi ketakutan publik bahwa kehadiran media-media, apalagi media milik penguasa partai atau milik orang-orang terdekat partai politik memberikan berita yang tidak berimbang atau pun berita yang tidak netral.
Media dalam genggaman pemilik penguasa yang memiliki kedekatan dengan orang-orang partai atau bahkan pemilik media merupakan seorang penguasa partai politik lazim menggunakan media sebagai alat politik pemilik media, di mana media tidak lagi menjadi jembatan bagi publik untuk melihat secara jeli proses berjalannya perkembangan politik dalam hal ini pilkada. Tetapi, media dijadikan alat kampanye politik sebagian kandidat calon kepala daerah yang memiliki kedekatan dengan penguasa media.
Dalam situasi seperti ini, media tidak lagi mempertahankan ideologi jurnalisme media yaitu memberikan informasi untuk mencerahkan kehidupan masyarakat, agar kehidupan masyarakat lebih demokratis, singkatnya membawa masyarakat ke arah yang lebih baik.
Mengapa dalam judul tulisan ini saya memilih kata ‘mengharapkan’ kenetralitasan media di tahun politik. Karena kita bisa melihat bagaimana rekam jejak media di Indonesia yang memiliki kedekatan dengan partai politik dan politisi, sehingga pemberitaan media lebih banyak menguntungkan pasangan calon tertentu dengan banyak menceritakan keunggulan pasangan calon tertentu dalam hal ini visi misi pasangan calon, ketimbang bagaimana melihat rekam jejak calon-calon kepala daerah tersebut. Maka dari itu saya secara pribadi dan bahkan masyarakat seluruhnya ‘mengharapkan’ media di tengah situasi tahun politik ini benar-benar netral. Kenetralan media menggambarkan keindependensian media itu sendiri.
Media sebagai salah satu pilar demokrasi menunjukan kepada kita bahwa media memiliki idealisme yang tinggi. Dengan idealisme media tersebut, publik atau masyarakat selaku konsumen berita yang diproduksi oleh media diharapkan agar berita-berita tersebut benar-benar kredibel dan tidak hanya menguntungkan suatu pihak.
Media yang secara aktif terlibat dalam situasi pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 karena memang memiliki kepentingan tertentu merupakan media yang ‘idealismenya mati’ dan ‘mengkhianati’ peran dan fungsi media itu sendiri.
Penilaian banyak publik selama ini yang mengatakan bahwa media dan segenap anggota media tidak netral dalam memberikan berita politik pada saat momen-momen pemilu yang seringkali dilaksanakan di Indonesia. Banyak media yang dapat kita lihat secara jelas memposisikan diri untuk terlibat aktif dalam Politik dan berpihak pada kelompok tertentu saja serta berita yang dikeluarkan hanya menguntungkan pasangan calon tertentu yang memiliki kedekatan dengan media atau pemilik media.
Ketidaknetralan dan ketidakberimbangan media pada saat masa Pemilu dapat kita lihat misalnya dari media penyiaran TV yang sering menayangkan dan mengiklankan kandidat atau figur tertentu dan Parpol pengusung calon tertentu, serta selalu menampilkan kegiatan-kegiatan sosial dari calon dan parpol sehingga mengesankan masyarakat dan membangkitkan citra paslon yang secara diam-diam diusung oleh media di mata masyarakat. Dari situ kita bisa melihat sebenarnya gaya pencitraan Kandidat yang di usung oleh media.
Kesan-kesan seperti itu bagi saya secara langsung menurunkan citra media itu sendiri, yang sebenarnya peran utamanya bukan seperti itu, melainkan memberikan ruang informasi kepada masyarakat.
Melihat fenomena ketidaknetralan media dalam memberikan informasi politik, media mesti merubah dan menata diri untuk kembali ke jalan aslinya, dalam hal ini kembali ke peran dan fungsi media itu sendiri. Kembalinya media ke jalannya sendiri setidaknya mampu mengembalikan stigma buruk masyarakat terhadap media yang tidak netral.
Kemana media dan orang-orang yang terlibat dalam media harus kembal ke jalannya? Media diharapkan untuk kembali pada jalannya sendiri sesuai yang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 1999 Tentang Pers BAB II Pasal 2- Pasal 6 yang mengatur tentang asas, fungsi, hak, kewajiban dan Peran Pers. Media sebagai perusahaan pers harus mematuhi aturan-aturan tersebut.
Dalam situasi tahun politik 2020 ini, pengawasan media, kritik, koreksi, dan saran terhadap proses jalannya Pemilu mulai dari tahap kampanye hingga tahap pemilihan sangatlah perlu dilakukan agar melalui kritikan dan koreksi media tersebut masyarakat dapat secara jeli menentukan pilihannya secara cerdas, sehingga bisa melahirkan pemimpin yang berkualitas yang mengedepankan kepentingan publik, sama halnya peran media yang selalu mengedepankan kepentingan publik.
Di tahun politik ini juga wartawan sebagai orang yang berada dalam media diharapkan untuk bersikap netral atau tidak berpihak hanya pada satu kandidat saja, sehingga informasi yang diproduksi dan disampaikan oleh wartawan dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara sehat. Wartawan harus bersikap independen dan berimbang sebagaimana yang telah diatur dalam kode etik Jurnalistik Pasal 1 yaitu “ wartawan indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikat buruk”
Media yang netral akan menjadikan masyarakat yang cerdas dalam memilih sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas. “ Salam Demokrasi“.
Artikel Lainnya
-
74904/11/2023
-
84118/06/2023
-
65325/10/2022
-
Nikel, Geopolitik dan Posisi Indonesia
37710/10/2025 -
Revitalisasi Peran Pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarkatan
78705/09/2021 -
Mengembalikan Norma-Norma dan Agama Tradisional Nenek Moyang
50820/04/2024
