Dunia Pendidikan Kita dan Peperangan Melawan Korupsi

PNS BKKBN
Dunia Pendidikan Kita dan Peperangan Melawan Korupsi 23/09/2021 850 view Pendidikan kajianpustaka.com

Dunia pendidikan sebenarnya memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam menanamkan nilai-nilai atau budaya anti korupsi. Budaya untuk memiliki sikap jujur, amanah, disiplin, dan berintegritas sebenarnya bisa ditanamkan lewat dunia pendidikan kita sejak dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Namun, apakah iklim dunia pendidikan kita saat ini sudah mengarah ke jalan yang benar dalam rangka menanamkan sikap dan perilaku anti korupsi tersebut?

Sepanjang perjalanan penulis menempuh dunia pendidikan hingga bekerja saat ini, tak bisa kita mungkiri bahwa iklim dunia pendidikan kita belum seutuhnya bisa diandalkan untuk menciptakan generasi unggul yang memiliki sikap jujur, amanah, disiplin, dan berintegritas.

Saya masih ingat ketika duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan salah satu mata pelajaran sedang mengadakan ujian ulangan. Tak jarang saya melihat beberapa teman saya membuka buku catatan secara diam-diam agar jawaban yang ia berikan benar.

Ada pula yang menaruh catatan di telapak tangan atau di bagian paha yang berisi catatan-catatan penting yang mereka perkirakan akan keluar dalam soal ujian ulangan tersebut. Intinya mereka ingin memperoleh nilai tinggi tanpa belajar atau tidak merasa percaya diri pada kemampuannya sendiri. Alhasil mereka menyontek.

Ini merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak bertanggung jawab. Peristiwa-peristiwa semacam ini sebetulnya bisa menjadi bibit-bibit korupsi ketika kelak mereka masuk dunia kerja ataupun sudah menjadi pejabat. Jalan pintas untuk memperoleh nilai tinggi tanpa disertai belajar dan kerja keras tentunya merupakan gambaran seperti seorang koruptor yang ingin memperoleh kekayaan dengan cepat yaitu mencuri uang rakyat.

Demikian juga pengalaman saya waktu duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Tak jarang saya temui beberapa teman saling bertukar jawaban bahkan ada yang membuat catatan-catan pada secarik kertas dan kemudian catatan tersebut digunakan untuk keperluan menyontek waktu ujian atau ulangan datang. Perilaku-perilaku yang tidak baik ini, bisa terbawa kelak ketika mereka sudah bekerja.

Perilaku-perilaku seperti ini seharusnya tidak ditoleransi di dalam proses belajar mengajar di institusi pendididikan kita. Kecurangan-kecurangan untuk memperoleh nilai baik di dalam dunia pendidikan kita bukan hanya di bangku sekolah menengah saja, namun juga berlaku di dunia pendidikan tinggi.

Sebagai contoh, waktu penulis dulu sedang berkuliah, penulis punya langganan penjual buku bekas. Informasi dari penjual buku bekas tersebut, selain dia juga menjual buku-buku bekas, beliau juga ternyata membuka jasa untuk membuatkan makalah atau tugas-tugas dari dosen yang lainnya kepada para mahasiswa yang malas mengerjakannya. Tentu kebiasaan seperti ini bukanlah kebiasaan yang perlu ditiru, namun seharusnya dihilangkan untuk kepentingan produk SDM Indonesia yang unggul, jujur, berintegritas, berkepribadian, dan berkarakter.

Bukan soal tugas-tugas itu saja, namun bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan mengerjakan skripsi atau pun tugas akhir ada juga orang yang mau membantu mengerjakannya disertai dengan simulasi ujian agar seolah-olah ketika benar-benar ujian skripsi atau tugas akhir tersebut para penguji dan pembimbing yakin bahwa itu merupakan karya mahasiswa. Padahal, sesungguhnya tugas tersebut dikerjakan oleh orang lain.

Kasus lain yang sering kita dengar adalah mengenai jual beli ijazah. Sering kali kasus ijazah palsu ini mencuat kepermukaan dan baru diketahui ketika seseorang menjadi pejabat dan ada yang mempersoalkanya.

Bukan hanya dari mahasiswa atau peserta didik saja yang sering kali mencuat kasus kecurangan seperti mencontek, membeli bocoran soal ujian, plagiasi tugas akhir, membeli ijazah dan lain sebagainya, dari sisi dosen atau pengajarnya pun ada juga yang berlaku tidak jujur. Bukankah kita sering mendengar seorang dosen atau professor ketika menulis jurnal ilmiah juga melakukan plagiasi?

Tentu itu hanya segelintir contoh dan fenomena yang muncul di permukaan saja. Bisa jadi kasus-kasus seperti ini bukan hanya sekali dua kali terjadi, tapi memang sudah jamak terjadi dan dilakukan secara terus-menerus di negeri ini.

Saya setuju, dunia pendidikan memang sebuah tempat yang ideal untuk menanamkan sikap dan perilaku budaya anti korupsi kepada peserta didik dan mahasiswanya. Namun, berdasarkan pengalaman penulis dan realita yang terjadi terhadap dunia pendidikan di negeri ini seperti pada contoh kasus-kasus di atas nampaknya kita perlu memperbaiki sistem dan iklim di dunia pendidikan kita agar produk yang dihasilkan benar-benar generasi-generasi yang unggul, berkarakter, berkepribadian, jujur, amanah, dan tertanam bibit-bibit calon pemimpin masa depan yang benar-benar anti korupsi, bukan sebaliknya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya