Tarik Tambang Regulasi PLTS Atap On Grid
Isu energi merupakan isu yang sangat penting untuk dibicarakan. Energi adalah motor penggerak dalam menjalankan roda perekonomian masyarakat, dari sektor domestik (rumah tangga), komersial, sampai industrial. Terlebih lagi di sektor energi listrik yang menarik untuk dibahas mengingat sumber-sumber daya pembangkitan kebanyakan masih menggunakan energi fosil (batu bara). Dengan kondisi ketersediaan batu bara yang suatu saat pasti akan habis para pemangku kebijakan harus mencoba sumber energi lain. EBT (Energi Baru dan Terbarukan) menjadi pilihan pengganti yang sangat tepat. Salah satu energi terbarukan yang banyak digunakan adalah energi surya dan energi angin (bayu).
Energi surya adalah bentuk aman dari energi nuklir. Sebab kita menggunakan reaksi fusi dari jarak 150 juta KM untuk menghasilkan cahaya kemudian kita mengkonversinya menjadi energi listrik dengan modul surya (Professor Sean White, 2016).
Secara garis besar dalam sistem PLTS ada tiga komponen utama yang bekerja. Pertama, modul solar panel yang disusun dengan kombinasi seri dan parallel untuk menghasilkan kapasitas daya dan tegangan tertentu. Kedua, battery atau penyimpan daya listrik yang berfungsi men-supplay energi listrik jika modul surya sudah tidak lagi aktif. Ketiga, inverter, alat yang digunakan untuk merubah listrik DC (Direct Current) menjadi listrik AC (Alternating Current). Karena kebanyakan perlengkapan listrik masih menggunakan sumber listrik AC-untuk memenuhi permintaan kebutuhan listrik tersebut maka listrik DC yang dihasilkan oleh modul surya dirubah menjadi listrik AC.
Di lapangan, pemasangan solar panel memang lebih banyak dipasang di tempat yang tinggi, contohnya: di atap rumah atau gedung. Maklum saja pada posisi itu sinar matahari akan jauh lebih efektif menyinari permukaan solar panel daripada dipasang di bawah. Tapi ada juga konsep PLTS Terapung yang memanfaatkan waduk atau laut yang memungkinkan sinar matahari jatuh langsung tanpa adanya gangguan. Sistem PLTS Apung juga lebih efektif dalam menghasilkan daya listrik karena saat solar cell dalam kondisi panas, air yang berada di bawah modul surya akan mendinginkan temperatur modul. Kembali lagi ke hukum fisika, energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, ia hanya berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Tidak akan mungkin bisa menghasilkan efisiensi mesin 100 % pasti akan ada rugi-ruginya.
Penggunaan Sistem PLTS Atap di Indonesia mengalami peningkatan yang significant. Tercatat dari tahun 2018 kapasitas terpasang 1,52 MW (Mega Watt) sampai tahun 2022 menjadi 28,21 MW (Mega Watt) (Tempo dalam Ekonomi & Bisnis: Pertumbuhan Jumlah Pengguna PLTS Atap). Selain massifnya pemasangan PLTS Atap, melalui program kerja PLN juga telah diinstal PLTS Apung di Cirata, Purwakarta. Sistem PLTS Apung ini bisa memproduksi listrik dengan kapasitas 145 MW AC ( Kompas: Fakta Menarik PLTS Cirata di Jabar, Terbesar se-Asia Tenggara).
Sistem pembangkit listrik tenaga surya ditinjau dari cara kerjanya dibagi menjadi dua macam, sistem on grid (bergabung dengan sistem PLN) dan sistem off grid (Energi listrik murni dari sistem PLTS saja). Ada kelebihan dan kekurangan dari kedua sistem tersebut. Jika menggunakan sistem off grid biaya investasinya akan jauh lebih mahal dibanding dengan sistem on grid. Karena kita memerlukan battery untuk backup power. Sementara untuk sistem on grid tidak perlu menggunakan battery. Dalam sistem ini pasokan energi listrik bisa disupplay secara bergantian oleh dua sumber. Jika saat PLN black-out maka pasokan energi listrik akan dicover oleh sistem PLTS. Sementara jika listrik PLN sudah nyala kembali maka sistem aliran listrik dari PLTS akan terputus.
Itulah sekilas gambaran teknis mengenai sistem PLTS. Sebagai pengetahuan dasar bagi yang berminat memasang PLTS di rumah atau kantor. Tapi jangan terburu-buru dalam eksekusinya karena penggunaan PLTS Atap on grid masih terhalang regulasi.
Mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap on grid, di situ dijelaskan bahwa kelebihan daya yang dihasilkan oleh sistem PLTS Atap bisa diekspor ke sistem listrik PLN. Kabar terbaru aturan ini akan dihapus.
Padahal yang menjadi daya tarik masyarakat luas dalam menggunakan sistem PLTS Atap on grid adalah adanya skema ekspor listrik ini yang mana bisa digunakan untuk menjadi komponen pengurang tagihan listrik. Alih-alih mendorong diversifikasi dan mandiri energi yang terjadi justru malah menghambat dan mematikannya.
Kini para pengusaha penyedia layanan PLTS sedang dirundung duka. Masyarakat yang sudah terlanjur memasang PLTS Atap kini terbengkalai gara-gara terkendala masalah izin PLN. Sudah keluar biaya mahal tapi belum bisa digunakan. Kalaupun dapat pemasangan dibatasi maksimal 15% dari kapasitas daya yang terpasang. Aturan ini pun masing simpang-siur.
Masalah lain yang muncul akibat tarik tambang regulasi ini adalah banyaknya penyedia jasa pemasangan PLTS Atap yang saat ini belum dibayar karena menunggu kejelasan regulasi. Mereka ini sudah bekerja dengan sangat keras tapi bayaran masih belum juga cair. Begitulah sebuah contoh rantai permasalahan yang panjang dan kompleks.
Dilihat dari sudut pandang PLN, ini memang sebuah “ancaman” jika masyarakat yang berpunya semuanya memasang PLTS Atap on grid di rumahnya. Bisa-bisa untuk jangka panjang PLN akan merugi dengan massifnya penggunaan PLTS Atap ini.
Dilihat dari massifnya jumlah penggunaan kapasitas daya dari PLTS Atap on grid akan sangat disayangkan sekali jika investasi yang sudah keluar begitu banyaknya menjadi muspra begitu saja. Paling tidak bisa memberikan nilai tambah dari pemasangan PLTS Atap on grid.
Maka untuk mengatasi masalah ini diperlukan aturan yang jelas dengan proyeksi jangka panjang. Semoga saja aturan yang dibuat nanti bisa win-win solution, ada titik tengahnya, bisa mengakomodasi aspirasi para pengguna PLTS Atap on grid dan para pengusaha tetapi juga memenuhi hajat bisnis PLN.
Artikel Lainnya
-
72910/06/2021
-
156523/09/2019
-
32715/06/2023
-
Pluralisme, Keragaman dan Fatwa MUI
10225/09/2024 -
96226/07/2020
-
Citra Soeharto di Mata Orang Pinggiran
165911/02/2020