Buku dan Band Penyelamat Anak-Anak

Mahasiswi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Ampel
Buku dan Band Penyelamat Anak-Anak 21/08/2024 196 view Pendidikan Bing.com

Dewa 19 dan Franklin The Turtle efektif mempengaruhi prioritas saya sebagai anak yang menekuni dunia jurnalistik. Selera musik dan kegemaran membaca yang dibekali orang tua, sangat menunjang prioritas saya. Sayangnya, banyak pasangan tidak mempersiapkan diri dengan baik untuk mengasuh anak mereka, mengakibatkan prioritas anak sering bergeser dari eksplorasi dunia sekitar menjadi ketergantungan pada teknologi. Ini adalah hal yang memprihatinkan bagi para pemerhati anak. Banyak ibu yang tidak dapat mengawasi anak mereka secara penuh waktu, padahal ada banyak kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk membentuk prioritas anak di masa depan.

Daripada hanya bergantung pada digitalisasi, membaca buku dapat merangsang imajinasi dan kreativitas anak. Begitu pula dengan pendengaran yang diperkenalkan kepada anak, daripada mengabaikan minat musik anak yang belum sesuai usia, orang tua sebaiknya memperkenalkan mereka pada musik yang mendukung perkembangan musikalitasnya. Walaupun masih banyak aspek lain yang perlu diperbaiki, ketiga hal ini—membaca, menonton, dan mendengarkan musik—merupakan cara yang efektif untuk mendisiplinkan anak melalui budaya dan teknologi.

Keluarga kami telah menerapkan kebiasaan yang sangat berpengaruh. Sebagai generasi Z, saya dibiasakan oleh orang tua untuk membaca sejak dini. Setiap malam sebelum tidur, kami tidak disetelkan televisi, melainkan dibacakan buku. Di antara berbagai buku yang dibacakan ibu, serial “Franklin The Turtle” menjadi yang paling berkesan. Franklin si kura-kura terkenal dengan kisah eksploratifnya yang menarik. Franklin menonjol sebagai simbol kecerdikan dan petualangan. Dari sana terlihat ibu begitu mengutamakan buku untuk kami. Dengan gaji sebagai analis lab swasta yang terbatas, ibu tetap berkomitmen untuk membeli buku anak meskipun harus mengurangi pengeluaran lain.

Prioritas ibu dalam memilihkan buku seperti Franklin menunjukkan betapa pentingnya pendidikan dan pengetahuan dalam keluarga kami. Ini adalah pelajaran berharga tentang arti prioritas dalam hidup. Tidak setiap ibu memilih buku untuk anak-anak mereka, juga tidak setiap ibu mampu konsisten membacakan buah hati mereka dengan buku cerita yang mewarnai amigdala masa kecilnya. Begitu banyak pilihan kebiasaan yang diterapkan orang tua sepanjang pertumbuhan, tetapi buku, tayangan dan musik adalah inti yang paling berkesan bagi saya untuk diwariskan. Besar harapan melihat anak-anak bangsa akan tetap cinta membaca, dengan perhatian penuh dari para orang tuanya.

Buku fabel kura-kura itu tidak hanya mewarnai kehidupan masa kecil, tetapi juga membentuk prioritas ketika sudah dewasa dan dihadapkan dengan berbagai hal yang dapat diprioritaskan. Kegemaran membaca itu memotivasi diri dalam terjun ke dalam dunia jurnalistik. Membaca fakta melalui berita memang tidak seindah kisah, namun kecintaan kepada membaca menuntun saya untuk mencintai jurnalistik.

Kemudian, karena terlahir di awal 2000-an, membuat saya “memaksakan diri” untuk diakui sebagai “anak dewa”. Dewa 19 mendulang kesuksesan bersama Ari Lasso pada awal 1990-an. Kemudian terkenal di kancah musik internasional bersama vokalis generasi keduanya, Once Mekel pada akhir tahun 1990-an. Ibu merupakan baladewi sejati. Alih-alih mengaguminya sedari kecil, saya tersadar musikalitas saya sangat bagus hasil bias dari musikalitas ibu pada usia 30 tahun. Dewa. Lekas-lekas saya memutar lagu-lagu sigma dewa 19 dari album pertama hingga album terakhirnya. Juga kolaborasinya dengan vokalis muda yang menggeser posisi vokalis legendaris.

Ada masa di mana saya meluangkan waktu setiap hari hanya untuk khusyuk mendengarkan lagu band lawas itu. Pada 30 tahun kariernya, Dewa 19 mendulang keabadian. Lagu-lagunya bak edelweis yang abadi menentang masa. Dewa telah teruji, menjadi grup musik yang mendekati abadi.

Beberapa lagu Dewa menginspirasi hari-hari saya. Seperti lagu “Cukup Siti Nurbaya” dari album Terbaik Terbaik. Itu mengisahkan anak perempuan yang tidak boleh lagi merasakan pengekangan dari orangtuanya. Maka, sesuai dengan judul, cukuplah hanya Siti Nurbaya yang begitu. Selain maknanya, lirik lagu itu sangat dalam dan langka. Itulah yang mendasari keinginan saya untuk memahami diksi, yang juga berdampak besar pada kebutuhan diksi jurnalistik yang akhirnya saya geluti. Dewa mengajari saya, tanpa harus merasa sedang diajari. Dewa adalah band untuk kaum yang berpikir. Saya sedikit bias, tapi itulah faktanya.

Jauh dari sekadar diksi, lagu itu mengubah pemikiran saya. Dewa benar, perempuan harus terbebas dari tuntutan yang bukan semestinya. Orang tua harus membebaskan putrinya. Cukup Siti Nurbaya telah mengubah ambang pemikiran saya. Menjadi lebih kritis dan logis, atas dogma yang konservatif. Meskipun memang kehadiran Dewa di telinga harus dicerna beberapa tahun lamanya, tetapi menjadi baladewi di usia 19 tahun adalah kesadaran bermusik yang sangat cemerlang. Dewa 19 tetap menjadi memori yang berarti untuk masa kecil saya, walaupun liriknya baru saya dalami besar ini.

Child Mind Institute menunjukkan, waktu yang dihabiskan untuk membaca bersama anak juga penting untuk perkembangan emosional dan hubungan orang tua-anak. Aktivitas membaca bersama dapat meningkatkan kesadaran emosional anak dan memberikan mereka alat untuk mengelola perasaan. Pengalaman sensorik saat membaca dengan orang tua, seperti mendengar suara yang familiar dan merasakan buku fisik, membantu mengaktifkan neuron di otak anak, membuat mereka lebih reseptif terhadap bahasa dan stimulasi kognitif.

Lebih lanjut, Dr. Alice Sullivan dari studi Institute of Education menekankan pentingnya membaca untuk kesenangan dalam mendukung perkembangan kognitif anak. Membaca secara teratur terbukti lebih berpengaruh dibandingkan faktor-faktor lain seperti latar belakang sosial dan pendidikan orang tua. Anak-anak yang didorong untuk membaca sejak dini cenderung memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik dan prestasi akademik yang memuaskan.

Menurut penelitian terbaru dari BookTrust, 90% anak-anak usia 4-7 tahun yang orang tuanya suka membaca secara konsisten didorong untuk membaca, dibandingkan dengan 70% anak-anak yang orang tuanya tidak suka membaca. Anak-anak yang orang tuanya menikmati membaca juga cenderung lebih menikmati aktivitas tersebut, dengan 76% di antaranya menyukai membaca dibandingkan dengan hanya 54% dari anak-anak yang orang tuanya tidak suka membaca.

Studi dari National Literacy Trust menunjukkan bahwa meskipun minat membaca di kalangan anak-anak menurun, terutama di kalangan anak-anak dari latar belakang kurang mampu, dukungan dari peran model dan akses ke buku yang sesuai bisa meningkatkan minat baca mereka. Lebih dari 60% anak-anak yang menerima makanan gratis di sekolah melaporkan tidak menikmati membaca di waktu luang mereka, dan ini mempengaruhi hasil akademis mereka secara konsisten.

Penelitian lainnya menunjukkan hasil yang buruk, bahwa tingkat literasi anak di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan laporan PISA 2022, kemampuan membaca pelajar Indonesia berada di level rendah, dengan skor 359 poin, jauh di bawah rata-rata negara OECD yang berkisar antara 472-480 poin.

Riset terhadap musik juga menunjukkan hasil yang baik. Pemerhati anak Patricia Wolfe, dalam bukunya “Brain Matters: Translating Research into Classroom Practice” menyatakan bahwa musik dapat mempercepat proses belajar dengan merangsang berbagai area di otak. Musik dapat meningkatkan memori, konsentrasi, dan kemampuan bahasa anak. Sedangkan dalam buku Music and Child Development Edward H. Leman membahas bagaimana musik mendukung perkembangan emosional dan sosial anak. Musik dapat menjadi saluran ekspresi emosi dan juga meningkatkan hubungan sosial melalui aktivitas musik bersama.

Studi oleh Frontiers in Psychology 2016 menunjukkan bahwa anak-anak yang terlibat dalam aktivitas musik memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah, dengan penurunan skor kecemasan sekitar 25% dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terlibat dalam musik. Riset oleh Journal of Experimental Child Psychology (2013) melaporkan bahwa anak-anak yang terpapar musik secara teratur memiliki kemampuan bahasa yang lebih baik, dengan peningkatan kosakata sebesar 20% dibandingkan dengan anak-anak yang tidak terpapar musik. Hal ini saya rasakan sendiri ketika berhasil bergabung dengan band yang isinya teman-teman pemusik. Rata-rata dari kami memiliki prestasi yang cukup prestisius.

Membaca dan mendengarkan musik, khususnya Franklin The Turtle dan Dewa 19 benar-benar telah menyelamatkan saya. Di tengah carut marut jurnalistik yang amburadul, bacaan seperti Franklin merupakan warisan terindah. Dan di antara selera musik yang masif, dewa adalah tradisi paling berarti. Orang tua diharapkan bisa peka untuk bisa mewariskan kebaikan bagi buah hatinya.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya