Toxic Positivity di Tengah Pandemi

Mahasiswa
Toxic Positivity di Tengah Pandemi 13/06/2020 1184 view Lainnya Piqsels.com

Adanya himbauan dari pemerintah untuk tetap di rumah sejak pertengahan bulan Maret lalu, membuat banyak orang menghabiskan waktunya di dunia maya. Internet dan dunia maya tentunya sudah bukan hal yang baru, saat ini malah menjadi bagian rutinitas semua orang. Dunia maya atau sosial media menjadi alat komunikasi alternatif yang efektif untuk mencari informasi dan berinteraksi dengan teman, kerabat, serta keluarga.

Sosial media dan aplikasi hiburan yang terdapat di smartphone seolah menjadi alat untuk membunuh kebosanan saat di rumah saja. Semua orang saat ini berlomba-lomba mengunggah dan mencari tahu hal yang baru untuk dicoba. Tak heran jika selama masyarakat di rumah saja muncul tren kegiatan baru lewat media sosial, seperti video tiktok.

Semakin banyak orang yang mengunggah kegiatannya selama di rumah masing-masing, semakin banyak pula gambar dan video yang berseliweran di halaman depan media sosial kita. Video tiktok, masak-masak, bermusik, menggambar, mendesain, bercocok tanam dan semua kegiatan positif lainnya kerap muncul di beranda. Hal tesebut tentunya memiliki makna dan tujuan positif dari si pengunggah, yaitu ingin berinteraksi hingga memotivasi warga net yang lain.

Akan tetapi, di balik hingar-bingar kegiatan positif yang diunggah oleh sebagian besar warga net, ternyata ada dampak toxic positivity yang mengintai. Apa itu toxic posivity?

Toxic positivity adalah keadaan ketika seseorang sering menampilkan dan memikirkan hal-hal yang berbau positif dan mengesampingkan beban pikiran, padahal orang tersebut memiliki masalah. Istilah toxic positivity juga digunakan saat seseorang sering mengunggah atau terpapar hal-hal positif, seperti mem-posting kegiatan positif di media sosial secara terus menerus.

Bagi sebagian orang, media sosial adalah alat untuk memperlihatkan sisi positif dan kebahagiaan dari hidupnya. Tetapi, di sisi lain yang minor ada juga warganet yang sudah muak dengan unggahan-unggahan yang berbau positif di sosial media. Tak semua orang memiliki privilege yang sama untuk merasakan kenyamanan tetap di rumah saja seperti unggahan warganet kebanyakan.

Tak semua orang mendapat privilege yang sama untuk berkegiatan memasak, bermusik, menggambar, membuat video, berolahraga yang mana bisa dilakukan di rumah saja. Jangankan melakukan kegiatan tersebut, bagi sebagian orang bisa makan dan tidur nyenyak saja sudah untung. 

Bahkan pada segelintir orang, untuk tetap #stayathome atau di rumah saja, sudah menjadi sebuah pencapaian. Terlebih bagi beberapa keluarga yang terkena imbas ekonomi dari wabah ini, harus banyak-banyak menghemat persediaan makan dan keuangan. Tidak bisa foya-foya hari ini, masak ini, besok mencoba itu.

Perasaan iri dan tidak produktif mungkin saja muncul ketika semua teman-teman di media sosialmu menunjukkan keterampilan dan kreativitasnya. Ketika pencapaianmu hanya sekedar bangun pagi, tapi kamu melihat unggahan story temanmu ternyata dia sudah melakukan banyak pekerjaan rumah dan kuliah, kamu jadi merasa tidak produktif hingga insecure. Melakukan pekerjaan yang dianggap produktif menurut masing-masing orang mungkin berbeda, tidak bisa disamaratakan.

Perasaan berkecil hati mungkin banyak dirasakan netizen yang tidak bisa berproduktif dari rumah, karena satu dan sekian keterbatasannya. Ingatlah kembali, seseorang di media sosialnya hanya menunjukkan sisi terbaik dan positifnya saja. Hanya segelintir akun yang berani mengekspose kejelekan dan insecurities-nya di akun media sosialnya. Kehidupan nyata bisa jadi tak seindah feeds Instagram.

Fenomena toxic positivity ini tidak melulu salah. Orang-orang yang mencoba hal baru, mendapat sebuah pencapaian bagi dirinya dan mengunggahnya di media sosial bukanlah sesuatu yang salah. Mungkin jika dosis kegiatan postifnya yang bisa dikurangi, agar tidak menjadi toxic bagi orang lain.

Semua wargnet berhak mengatur dan menampilkan apa yang mereka mau di wajah sosial media masing-masing. Mungkin jika boleh sedikit memberi nasehat yang mungkin juga berbau positif adalah, semua orang menghadapi sesuatu dengan berbeda-beda cara, dan semua sama sekali tidak ada yang salah. Ini adalah masa-masa yang sudah bagi semua orang, dan akan lebih buruk jika kamu menambah beban pikiran dengan membanding-bandingkan kehidupanmu dengan kehidupan lainnya.

Manfaatkanlah situasi tetap di rumah ini sesuai gayamu, bermalas-malasan, kerjakan tugas, makan, tidur, rebahan, main game, dan semua hal yang kamu sukai kecuali insecure. Karena insecure adalah suatu keputusasaan. Tetap semangat di rumah saja dan sehat selalu.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya