Relasi Gelap Seorang Biarawan

Mahasiswa STFT Widya Sasana
Relasi Gelap Seorang Biarawan 26/11/2020 1451 view Agama wikimedia.org

Dewasa ini, masyarakat semakin dituntut oleh dunia untuk semakin aktif dalam menggunakan alat-alat digital seperti smartphone, komputer dan laptop yang disertai dengan internet, handycam, dan kamera. Itu semua adalah alat yang digunakan dan memiliki pengaruh dalam kehidupan masyarakat. Namun, alat digital yang sangat berpengaruh bagi kehidupan masyarakat adalah smartphone.

Smartphone mengambil bagian dalam kehidupan masyarakat dari berbagai segi kehidupan. Mulai dari segi ekonomi, segi politik, segi keuangan, segi pendidikan, segi sosial, dan segi hubungan lintas agama. Namun, smartphone mengambil bagian besar dalam segi sosial. Sebab, dalam segi sosial, smartphone digunakan sebagai alat komunikasi.

Kegunaan smartphone sebagai alat komunikasi telah menjadi kebutuhan masyarakat. Sebab, smartphone membantu masyarakat dalam berhubungan jarak jauh, baik mulai dari menghubungi teman atau saudara yang berada di luar kota, luar provinsi, bahkan sampai di luar negeri. Smartphone juga memudahkan masyarakat dalam melakukan rapat atau pertemuan secara online. Bahkan, dengan adanya smartphone relasi masyarakat satu dengan masyarakat yang lain dapat terjalin semakin baik.

Hampir semua kalangan menggunakan smartphone ini, tak terkecuali para biarawan. Biarawan adalah seseorang yang memutuskan jalan hidupnya untuk menghidupi dan menjalani hidup membiara sebagai pengikut Kristus.

Hidup seorang biarawan itu untuk banyak orang, sehingga tidak bersifat eksklusif. Smartphone memudahkan untuk mewujudkan hal tersbut, karena dengan mudah seorang biarawan dapat membangun banyak relasi yang tanpa batas dengan umat. Begitu pula dengan pewartaan, yang menjadi bagian dari hidup mereka dan juga menjadi kewajiban mereka.

Namun faktanya, terjadi penyimpangan fungsi kewajiban. Para biarawan justru membangun relasi eksklusif dengan umat demi memuaskan kebutuhan pribadi (egonya) dengan menggunakan smartphone.

Semakin sering seorang biarawan berkomunikasi dengan umat menggunakan smartphone tanpa tujuan dan maksud yang jelas, semakin seorang biarawan terikat kepada umat tersebut. Setelah seorang biarawan itu terikat, maka akan memunculkan rasa nyaman berkomunikasi dengan umat tersebut. Kenyamanan tersebut akan menciptakan dunia tersendiri antara seorang biarawan dengan umat yang dimaksud.

Relasi yang eksklusif, akan menyebabkan relasi dengan saudara-saudara dalam satu komunitas terganggu. Gangguan tersebut akan membuat batin seorang biarawan itu merasa tidak tenang.

Ketika batin merasa tidak tenang, akan muncul dua pilihan dalam hidup. Seseorang tersebut akan memperbaiki hal yang salah dalam dirinya atau memiliih untuk tidak lagi mengikuti Kristus dengan tidak lagi menghidupi dan menjalani hidup membiara sehingga secara otomatis menjadi seorang umat awam.

Banyak dari para biarawan yang memutuskan jalan hidupnya menjadi seorang umat awam karena menggunakan smartphone untuk berelasi dengan umat.

Relasi yang dilakukan secara diam-diam dan menimbulkan dampak negatife bagi pribadi tersebut maupun komunitas. Itulah yang dinamakan relasi gelap. Relasi gelap tersebut tidak hanya berdampak untuk dirinya, namun berdampak pula bagi tarekat religius. Nama baik tarekat religius menjadi buruk karena kelakuan seorang biarawan tersebut. Hal ini menjadi sebuah kasus dalam tarekat religius.

Ada kasus seperti hal di atas yang dialami oleh suatu tarekat religius dan cukup membuat semua anggota komunitas terkejut mendengar peristiwa tersebut.

Ada seorang biarawan yang sudah mencapai tingkat studi filsafat dan teologi. Ia adalah seorang yang pandai berbicara, aktif, dan unggul dalam studi. Secara diam-diam, ia membeli smartphone menggunakan uang biara yang ia dapat dengan melakukan korupsi (dari hasil pelayanan).

Smartphone yang dilengkapi dengan kuota dan internet tersebut ia gunakan untuk menghubungi kekasih gelapnya. Dampaknya, ia menjadi seorang yang menghidupi persaudaraan palsu. Maksudnya, ia menjalani hidup persaudaraan di komunitas tersebut dengan segala keburukan dan kepalsuan kepribadiannya.

Ada pepatah mengatakan, ”sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga”. Sepandai-pandainya biarawan tersebut menyembunyikan kepalsuannya, pada waktunya akan terbongkar pula. Dan benar, akhirnya semua kepalsuannya terbongkar dan ia dikeluarkan dari tarekat religius tersebut.

Relasi gelap ini sungguh menggoda banyak biarawan. Apalagi seorang biarawan juga seorang manusia, yang memiliki rasa tertarik atau suka kepada lawan jenis dan hidupnya telah dilengkapi dengan sarana smartphone.

Ditambah lagi, seorang biarawan tidak diperbolehkan menikah. Hal tersebut semakin menggoda seorang biarawan untuk melakukan relasi gelap. Bahkan dalam pelayanan pun, relasi gelap dapat dilakukan. Pelayanan bisa menjadi sebuah alasan untuk bertemu sehingga persaudaraan yang seharusnya terjadi dalam pelayanan tersebut dengan umat yang dituju, menjadi sebuah pelayanan palsu dan tidak ada ketulusan di dalamnya. Sebab, bukan pelayanannya yang dicari, tetapi kekasih gelapnyalah yang dicari.

Selama relasi gelap ini tidak terputus atau tidak ada kesadaran dari seorang biarawan tersebut untuk menghentikan relasi gelapnya, maka perbuatan yang tercela ini akan terus berlangsung dan semakin merugikan tarekat.

Itulah dampak dari penggunaan smartphone yang dilakuakan oleh seorang biarawan yang tidak dapat mengontrol nafsunya untuk berelasi. Jika digunakan secara benar, memang smartphone akan sangat membantu sebagai sarana biarawan untuk berkomunikasi jarak jauh dengan sesama biarawan. Namun, semua itu tergantung pada pengolahan kepribadian dan kebutuhan-kebutuhan psikologi seorang biarawan.

Bayangkanlah! Apa yang terjadi jika banyak biarawan yang gagal dalam pengolahan kepribadian dan kebutuhan-kebutuhan psikologinya. Pasti akan banyak biarawan yang menyalahgunakan statusnya demi kepentingan dirinya sendiri (relasi yang eksklusif). Apalagi, dunia digital yang khususnya smartphone ini, telah menyajikan media sosial yang memudahkan orang-orang untuk berelasi dengan saling mengirim pesan atau saling melakukan panggilan suara atau panggilan video (Video Call).

Jadi, penggunaan smartphone yang nampaknya sangat membantu kehidupan biarawan, membawa pada sikap eksklusif dalam penerapannya. Seperti banyak orang mengatakan bahwa,”smartphone itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Ini sangat nyata dalam kehidupan kaum biarawan saat ini.

Para biarawan cenderung hidup dalam dunianya, yakni dunia maya tanpa memperhatikan sekitarnya. Pola interaksi eksklusif semacam ini menunjukkan perilaku yang tidak seharusnya dimiliki oleh kaum biarawan.

Terjadinya kasus relasi gelap di kalangan biarawan bermuara pada sikap menjauh dari komunitas dan hasrat psikologis yang ingin dipuaskan. Inilah yang menjadi permasalahan sebab, ketidaktaatan muncul dalam kasus ini.

Kaum biarawan yang harusnya taat kepada Tuhan melalui Injil, justru diperbudak oleh smartphone yang seharusnya dikendalikan oleh manusia. Maka, menurut saya, smartphone ini baik digunakan oleh biarawan selama penggunaannya sesuai dengan kewajiban yang mereka lakukan. Juga perlu dilakukan sosialisasi akan pentingnya penggunaan smartphone agar hidup panggilan tetap terjaga.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya