Strukturasi ala Bourdieu atas Gerakan Mahasiswa

Hidup ini pertaruhan sepanjang hayat. Begitulah kiranya, masa depan selalu melahirkan tanya bahkan misteri dalam lubuk hati kita. Begitu juga dengan mahasiswa, yang selalu melewati periode waktu sehingga merasakan berbagai macam kondisi sosial. Ada yang menuduh, “Mahasiswa telah kehilangan tajinya”. Lantas,bagaimana seharusnya mahasiswa berperan di tengah realitas yang terus berubah?
Di Prancis, sempat terjadi dinamika bagitu menarik. Alfred Dreyfusard dituduh menghianati militer. Ada titik kedzaliman yang membuat Dreyfusard betul-betul ingin menyampaikan penyakit sistem agar khalayak umum paham. Waktu itu, namanya begitu diagung-agungkan. Termasuk Emile Zola melayangkan dukungan agar Dreyfusard tak dikerangkeng, menyampaikan narasinya.
Peristiwa abad ke-18 itu punya perbedaan mencolok dengan kondisi hari ini di Paris. Pengilhaman atas Dreyfusard banyak dipeluk oleh pemuda-pemuda revolusioner anarkisme dalam menyampaikan elan vitalnya. Menariknya, Peristiwa Dreyfusard itu, menjadi sebuah kisah klasik, yang tak semegah waktu lalu untuk diagungkan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Pelbagai klaim muncul. Mafhum kiranya, zaman memang berubah. Beberapa produk teknologi, media, hingga tata berbusana membuat arah gerak manusia mencari sebuah kepastian dari pelbagai opsi. Tidak ada namanya kepastian bagi seorang yang selalu haus mencari kepastian. Kepastian beresiko pada kemandekan karena rasio dan mentalitas rekonstruktif sudah ditidurkan secara pulas oleh realitas yang diklaim sudah final.
Munculnya beberapa simbol kemapanan. Mengakibatkan pula cara pandang manusia dalam meniti elan vital mereka masing-masing. Ada yang betul-betul tergiling oleh arus. Ada juga yang berani menentukan sikap komitmen diri ketika realitas bergerak begitu cepat.
Mahasiswa dibalut oleh perjalanan sejarah tak biasa. Beberapa kali namanya, selalu tercium oleh rezim sebagai tanda bahaya. Usut-punya usut, haus akan keadilan menyebabkan mereka meronta, seperti halnya gerakan prancis di tahun 1968 yang mengkritisi perihal efek kapitalisme pendidikan dan nasib para buruh karena terlonta-lonta. Tak hanya itu, selang hampir sewindu, di Indonesia ini pernah menggulingkan rezim tangan besi berkedok demokrasi terpimpinnya itu karena tercekik oleh kondisi ekonomi carut marut.
Walupun secara latar belakang itu berbeda antara Prancis dan Indonesia, akan tetapi nyala api membara itu, sebagai pertanda ada mentalitas agar tak terjerumus dengan kenyamanan semu betul-betul ada dalam diri mereka.
Peristiwa di Paris 1958, pernah difilmkan sepotong dengan judul The Dreamers. Di akhir film itu, Matthew menolak gerakan mahasiswa paris yang begitu menggebu-gebu menentang fasisme. Matthew mengolok-olok Isabelle dan Theo yang rela berjubel-jubel ikut serta dalam hiruk pikuk demonstrasi. Dengan mata melotot, matthew menghujat mereka, “Gunakan Otakmu!”. Matthew menolak mereka yang mengkritisi liberalisme dan kapitalime karena telah terhanyut oleh dominasi mereka.
Berbicara dominasi, teringat Strukturasi Bourdieu membawa kita untuk menyelami realitas. Kepastian yang telah digeneralisir bukan sebuah kepastian final. Bordieu mengklasifikasikan realitas melalui beberapa aspek yaitu; habitus, champ, kapital, dan kekuasaan.
Bourdieu terpengaruh oleh pemikiran Marx. Penggaruhnya itu membuat Bordieu, kurang sepakat dengan analisa marx atas konsep determinisme ekonomi dalam menguliti realitas sosial. Terasa begitu naif, bila saja yang diunggulkan itu konteks determinisme ekonomi, sedangkan bagi Bourdieu itu, ada konsep lain yang perlu diperhatikan yaitu; sosial sampai kebudayaan saling mendominasi.
Dominasi simbolis. Begitulah ia menyebutnya. Dari runtutan realitas sosial dari Bourdieu. Habitus adalah aspek awal membentuk lingkup-lingkup sosial yang membentuk dominasi simbol. Secara harfiah, habitus itu sebagai konsep memahamai dan menilai realitas sekaligus penghasil praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur-struktur obyektif. Sehingga peran aktif kelompok ditentukan.
Setiap kelompok memiliki habitus masing-masing. Tak pelak, habitus dari setiap kelompok itu akan mempengaruhi, habitus kelompok lain secara obyektif. Lingkaran mahasiswa terkikis oleh habitus baru yang menawarkan kenyamanan hingga keharuman. Kendati demikian, keresahan terkikisnya tajam pemikian mahasiswa mulai terjadi karena terjerembab pada kenyamanan.
Bourdieu menguliti hal tersebut dengan narasi Capital, seperti halnya di sampaikan oleh Karl Marx. Tidak hanya difokuskan kepada capital perspektif modal (baca: uang) saja. Akan tetapi Kapital bagi Bourdieu ada beberapa telaah, antara lain; Kapital Sosial, Kapital kebudayaan, dan Kapital Simbolik, denga segala pengaruhnya mempengaruhi kelompok-kelompok.
Kapital hanya berdasarkan ekonomi, mafhum banyak dipahami oleh beberapa kelompok, bahkan diamini secara gamblang. Gerakan mahasiswa bisa dibilang kerja-kerja sosial non profit. Menghabiskan waktu untuk belajar sebanyak mungkin ilmu pengetahuan, mungkin bisa dihitung jari jumlahnya karena Capital hanya dipahami secara perspektif ekonomi saja.
Buku gubahan Prof. Haryatmoko berjudul “Membongkar Rezim Kepastian”, mengulas secara detail pemikiran bordieu kaitannya dengan Capital. Klasfikasi Haryatmoko, mahasiswa berada pada bagian kapital kebudayaan dan simbolik, yang mana tidak dimiliki oleh kelompok-kelompok lain. Perlu sekali, bagi kelompok mahasiswa menyampaikan kapital kebudayaan dan simbolik di tengah pengaruh kekuatan liberalisme yang banyak merabunkan mereka akan substansi mahasiswa.
Tergerusnya gerakan mahasiswa dikarenakan oleh kurang memahami segmentasi ini, sehingga kapasitas hingga jati diri dialihkan kepada kapital secara ekonomi semata. Efek yang ditimbulkan ialah, gerakan sosial berbasis analisa kritis melalui kajian-kajian dalam kampus, hingga praktis tukar gagasan ide di surat-surat kabar tak begitu diminati dibandingkan dengan praktik-praktik kapital ekonomi semata. Demikian Bourdieu mengingatkan kita, tirakat seorang mahasiswa dengan mengetahui kapasitas kapital kelompok gerakan mahasiswa untuk dapat bergelut dalam arena champ, yang kian hari kian bergerak mengembang dan hidup. Mahasiswa perlu memahami.
Artikel Lainnya
-
142412/10/2020
-
154315/05/2023
-
108001/08/2020
-
148208/12/2021
-
Jurnalisme Sinting dan Sensitivitas Massa
243109/03/2020 -
Hukum Kausalitas Bukanlah Suatu Kepastian ?
149304/01/2023