Ajang Pasang Wajah Di Pilkada

Masyarakat kembali lagi melakoni ritual pesta demokrasi. Pesta demokrasi sebutannya, sebuah kontestasi politik untuk menentukan siapa pemimpin yang akan memimpin suatu daerah tertentu. Penentuan itu dilakukan melalui sistem pemilu atau pilkada untuk daerah.
Pilkada tahun ini dilakukan secara serentak di seluruh daerah di Indonesia. Tepatnya pemungutan suara dilakukan pada 09 Desember 2020. Hanya tinggal menghitung bulan saja. Ibarat kata tinggal tunggu tanggal mainnya saja.
Seiring dengan pilkada yang sudah dekat ini maka ajang pemasangan wajah kontestan pilkada pun mulai bermunculan. Telah dipasang dan terpampang dengan rapi wajah kontestan politik yang akan memenuhi dinamika politik di pilkada serentak ini. Wajah-wajah kontestan dengan gagah ditampilkan kepada publik.
Pemasangan wajah kontestan pilkada menjadi budaya kampanye di negeri ini. Wajah-wajah kontestan dipampang dengan rapi di berbagai tempat publik. Fungsinya untuk media kampanye katanya. Sehingga masyarakat tau wajah yang akan menjadi calon pemimpin daerah mereka.
Sedikit risih memang jika melihat di jalanan umum atau tempat umum dipenuhi oleh poster, banner, spanduk wajah seorang kontestan politik. Apalagi jika posternya berukuran super besar dan berisikan full foto kontestan politik. Ditambah dengan slogan-slogan kampanye khas politik.
Pemasangan poster, banner maupun spanduk kampanye nampaknya hanya menjadi unfaedah jika hanya berisi konten yang itu-itu melulu. Perlu diketahui juga pemasangan poster tersebut merogoh kocek yang tidak murah juga. Apalagi hanya untuk satu kabupaten saja bisa memerlukan ratusan spanduk. Mungkin ini juga menjadi salah satu alasan mahalnya biaya kontestasi politik di negeri ini.
Ada sedikit sesuatu yang mengganjal di hati jika melihat poster kampanye yang hanya berisikan foto, nama plus slogan politik. Bagaimana tidak merasa ganjal, masyarakat hanya ditawarkan foto besar wajah kontestan politik saja. Terlebih ditambah bumbu janji manis dari kontestan politik.
Memang, di surat suara nanti hanya berisikan foto, nama, dan partai saja. Tapi tidak segitunya juga dicontoh dan dipasang di poster kampanye. Jika begitu saja, maka tidak mengherankan beberapa pemilih memilih berdasarkan taraf fisik belaka. Memilih karena cantik, memilih karena ganteng, dan lain sebagainya. Apalagi foto di poster yang begitu menarik itu hasil dari kreatifitas desainer handal.
Memasang poster wajah ketika kampanye memang bukanlah sebuah pelanggaran politik. Tidak ada peraturan yang mengikat itu. Tapi jika itu yang terjadi, bagaimana pemilih bisa mempertimbangkan siapa yang mereka pilih? Pemilih tidak memiliki bahan untuk siapa suara mereka. Adanya malah pemilih memilih berdasarkan fisik saja. Sebab, yang ditawarkan hanyalah poster wajah belaka.
Memang, begitulah kenyataannya, masyarakat dituntun untuk memiliki tolok ukur berdasarkan wajah, nama, slogan plus janji manis politisi. Barang siapa yang memiliki wajah menarik berpotensi terpilih. Barang siapa yang memiliki slogan politis berpotensi terpilih. Barang siapa yang memiliki janji yang begitu menjanjikan maka kemungkinan terpilih. Begitu mudah nampaknya. Lantas apa yang harus ditampilkan?
Bukan janji manis atau slogan politis saja yang ditampilkan. Masyarakat sudah bosan dengan itu. Masyarakat sudah terlalu kenyang dengan janji manis dan slogan politis. Masyarakat perlu disajikan kemasan yang sedikit berbeda.
Berikan sajian poster yang mampu merangsang daya kritis masyarakat. Sajikan poster-poster kampanye yang isinya mampu menjadi bahan materi pertimbangan masyarakat untuk memilih calon pemimpin mereka. Sehingga masyarakat memiliki landasan yang kuat, logis, dan tidak ada lagi alasan salah pilih. Salah pilih hanya ada karena budaya kampanye kita yang membosankan.
Apa yang membuat masyarakat agar tidak salah pilih calon pemimpin mereka? Salah satunya yakni para kontestan politik harus menampilkan prestasi-prestasi yang pernah diraih. Kontestan politik perlu menyajikan sepak terjang mereka dalam dunia politik atau pemerintahan. Jika tidak ada, setidaknya tampilkan pengalaman-pengalaman pribadi yang mampu mendukung kampanye politik. Dapat berupa penyajian prestasi selama menjabat di pemerintahan, capaian yang telah diraih selama di pemerintahan, pengalaman kepemimpinan di pemerintahan, partai, maupun organisasi, pengalaman sumbang sih pengabdiannya kepada masyarakat, dan lain sebagainya.
Perlu diketahui juga, penyajian prestasi kontestan politik tidak ditampilkan dengan draft penuh layaknya draft absensi. Penampilan draft yang begitu memanjang amat membosankan bagi masyarakat. Oleh karena itu desain grafis berperan didalamnya. Sajian prestasi kontestan politik disajikan dengan begitu menarik dan tidak membosankan jika dibaca dan dicerna.
Melalui sajian kampanye yang produktif tersebut, setidaknya masyarakat sadar mengenai siapa yang mereka pilih. Masyarakat mampu menimbang siapa yang dipilihnya. Masyarakat mampu membandingkan masing-masing kontestan politik. Ternyata kontestan A capaiannya seperti ini, kontestan B capaiannya seperti itu, dan seterusnya.
Masyarakat menjadi tahu mengenai kompetensi setiap kontestan politik. Berdasarkan pertimbangan itu masyarakat akan memilih dengan yakin siapa yang dipilihnya. Sehingga tidak ada lagi alasan “salah pilih”, apalagi menyesal memilih. Sebab alasan-alasan tersebut timbul karena budaya kampanye kita yang begitu kolot. Ingat, tampilkan suatu karya, jangan hanya pasang wajah saja. Tampilkan sebuah prestasi, jangan hanya unjuk senyum gigi saja.
Artikel Lainnya
-
170117/06/2024
-
64914/08/2022
-
130705/06/2020
-
Tindak Lanjut KTT-G20; Mengintegrasikan SDG’s melalui “One Health”
54423/11/2022 -
Pandemi Covid, Revolusi Mental dan Nasionalisme
249524/04/2020 -
Menjaga Netralitas Organisasi Kemahasiswaan Pada Pilkada Serentak 2020
159307/10/2020