Proyeksi Tata Politik Dunia Pasca Covid-19
Harus jujur diakui bahwa banyak negara di dunia ketika menghadapi pandemi Covid-19 terlihat gelagapan. Bukan hanya negara berkembang seperti katakanlah Indonesia dan Brazil yang begitu terlihat gagap menghadapi Covid-19. Negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris, yang dikenal unggul dalam berbagai bidang: teknologi, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga mengalami hal yang serupa. Dikutip melalui Tempo.com, hingga Senin 8 Juni 2020, menurut data Jhon Hopkins, kasus Covid-19 di Amerika Serikat berjumlah 1.938.931.
Muncul pendapat, bahwa rendahnya kemampuan negara-negara di dunia dalam mengahadapi Covid-19 diakibatkan oleh rendahnya kerja sama global. Dalam beberapa tahun terkahir, yang terlihat dalam relasi antara negara-negara di dunia telah dicekoki oleh kebencian, rasa curiga, dan rasa takut terhadap yang lain. Meningkatnya kebencian, kecurigaan, dan ketakutan terhadap orang yang berlainan entah itu atas dasar status ekonomi, ras, agama, orientasi seksual, dan budaya diyakini ada kaitannya dengan kampanye-kampanye pemilu dari para politisi di berbagai negara di dunia.
Slogan kampanye pemilu seperti Negara Saya Yang Utama (My Country First) digaungkan, untuk menyebut beberapa negara, di Inggris, Hungaria, Brazil, dan Amerika. Sikap anti-imigran juga diserukan di beberapa negara dan dalam kampanye pemilu, landasan pembenarannya adalah keselamatan ekonomi negara. Bahwasanya, kekayaan dalam negara saya selama ini justru dinikmati dan dirampas oleh orang lain atau pendatang dan karena itu harus dihentikan.
Dalam keadaan normal, dengan artian tidak ada goncangan hebat akibat krisis atau bencana global, efek negatif dari kampanye Negara Saya Yang Utama dan anti terhadap yang lain tidak terlalu terasa. Namun, dalam kondisi terjadinya goncangan hebat yang menimpa dunia, seperti munculnya pandemi Covid-19 ini, efek negatif dari kampanye-kampanye tersebut begitu terasa. Sebagaimana terlihat, Amerika menuduh Cina yang menciptakan Covid-19 dan sebaliknya. Teori konspirasi muncul yang kiranya dapat dipahami sebagai efek dari rasa benci, rasa curiga, dan rasa takut kepada yang lain yang semakin meningkat di berbagai negara di dunia dalam beberapa tahun terakhir.
Boleh saja orang membicarakan teori konspirasi. Namun, perlu juga untuk menimbang pikiran yang lebih objektif dan masuk akal, yakni munculnya sebuah virus baru sebagai akibat dari evolusi sebuah virus. Selama menjalankan kehidupannya manusia senantiasa akan dibayangi oleh ancaman penyakit yang disebabkan oleh munculnya virus baru. Tugas manusia adalah menyiapkan mekanisme untuk menghadapi berbagai kemungkinan wabah baru itu.
Faktanya saat ini banyak negara di dunia, baik negara maju maupun negara berkembang, terlihat gelagapan menghadapi pandemi Corona, hal ini mendesak kita untuk memproyeksikan tatanan politik dunia dalam waktu mendatang. Tatanan politik yang diproyeksikan itu penting untuk diimplementasikan di kemudian hari agar negara-negara di dunia dapat lebih siap dan mampu menghadapi berbagai goncangan-goncangan yang akan menimpa kehidupan manusia. Dalilnya adalah negara-negara di dunia pada dasarnya mempunyai sarana untuk menghadapi pandemi Covid-19, tetapi sayangnya justru tidak digunakan. Sarana itu adalah kerja sama global.
Pemerintahan Global
Pemerintahan global (global governance) belum menjadi tema yang dibahas secara komprehensif oleh berbagai ilmuwan di dunia. Dalam literatur-literatur sosial dan politik tema ini sering hanya dibahas dalam bentuk bagian bab dari sebuah buku. Dapat diprediksi, dalam waktu ke depan, terutama setelah belajar dari pandemi Covid-19, tema ini akan lebih masif dibahas. Dalam literatur-literatur tidak lagi hanya menjadi bagian kecil dari sebuah buku tetapi menjadi sebuah tema utama yang dibahas dalam buku-buku yang ditulis.
Pemerintahan global dapat dipahami sebagai penyatuan berbagai negara di dunia dalam satu wadah (badan) tertentu, yang bertujuan mencari solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara tersebut. Pemerintahan global ini akan bertugas merumuskan hukum, peraturan, dan kebijakan yang menyangkut kepentingan dari negara-negara di dunia dalam menghadapi masalah-masalah yang terkategori global. Inti utama dari pemerintahan global ini adalah membangun dan menguatkan kerja sama global dari berbagai negara di dunia dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
Selama ini lembaga internasional seperti PBB dan cabang-cabangnya belum efektif dalam mengayomi kepentingan dari negara-negara yang menjadi anggotanya ketika berhadapan dengan persoalan tertentu. Hal ini diakibatkan adanya dominasi negara-negara tertentu dalam tubuh PBB, yakni negara-negara super power yang memiliki hak veto. Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis sebagai negara yang memiliki hak veto dapat membatalkan resolusi yang dihasilkan oleh PBB.
Masalahnya adalah ketika resolusi yang bermanfaat bagi mayoritas anggota PBB dapat dibatalkan oleh negara yang memiliki hak veto hanya karena tidak sesuai dengan kepentingan mereka. Hak veto menunjukkan bahwa suatu tindakan untuk menghasilkan kepentingan kolektif dengan mudahnya dilenyapkan oleh kepentingan sempit. Dan betapa lembaga PBB tidak berdaya di hadapan kelima negara yang memiliki hak veto itu.
Pemerintahan global yang akan dibentuk itu mesti lebih baik dari lembaga internasional sebelumnya seperti PBB. Pembentukannya sama seperti dibentuknya pemerintah dalam teori kontrak sosial dari J. J. Rousseau (1712-1778). Teori kontrak sosial menjelaskan kesukarelaan individu untuk menyatukan diri dan memberikan sebagian haknya untuk diatur oleh suatu badan politik yakni pemerintah. Menurut Rousseau, untuk menciptakan dan memelihara tertib sosial, dibentuklah suatu pemerintahan yang melaksanakan kewenangan berdasarkan kontrak sosial dan keinginan umum (Surbakti, 2015:36).
Perhatian utama bagi terbentuknya pemerintahan global itu adalah kesukarelaan berbagai negara di dunia, untuk menyerahkan sedikit kedaulatannya kepada badan politik atau pemerintah global yang dibentuk itu. Penyerahan sedikit kedaulatan ini secara sukarela bertujuan agar negara-negara yang menjadi bagian dari pemerintahan global itu bersedia diatur dan patuh terhadap berbagai keputusan yang dibuat bersama. Penyerahan sedikit kedaulatan itu sebenarnya juga tidak berarti ada yang hilang dari negara yang menyerahkannya. Karena berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintahan global itu ditujukan untuk kebaikan bersama dari setiap negara yang tergabung di dalamnya.
Setelah penyerahan sedikit kedaulatan secara sukarela itu, yang tak kalah penting juga adalah soal mekanisme operasi dari pemerintahan global ini agar dapat berjalan secara efektif. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan di sini. Pertama, setiap negara yang tergabung di dalamnya harus memiliki wakil dalam pemerintahan global itu.
Kedua, setiap negara yang tergabung di dalamnya kiranya menyumbangkan dana dalam jumlah yang sama untuk mendukung berjalannya pemerintahan global itu. Dana dalam jumlah yang sama ini bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya dominasi dan intervensi oleh negara yang kaya terhadap negara yang miskin.
Ketiga, hak veto sebagaimana yang dimiliki oleh lima negara di PBB, tidak boleh diberlakukan dalam pemerintahan global ini. Hal ini bertujuan agar tindakan untuk menciptakan kesejahteraan bersama dari negara-negara yang tergabung di dalamnya tidak dihalangi oleh kepentingan sempit negara atau kelompok tertentu.
Meningkatkan Kerja Sama Global
Pelajaran utama yang dapat dipetik dari negara-negara di dunia terhadap munculnya pandemi Covid-19 ini adalah tentang pentingnya membangun kerja sama global. Ketidakmampuan banyak negara di dunia dalam menghadapi Covid-19, baik negara maju maupun negara berkembang, disebabkan oleh rendahnya kerja sama global.
Lembaga dunia yang ada yakni PBB tidak efektif dalam mengayomi negara-negara yang menjadi anggotanya untuk bekerja sama menggalang kekuatan dalam menghadapi pandemi Covid-19. Contoh konkret dari rendahnya kerja sama global itu adalah tindakan Presiden Amerika Serikat pada April kemarin yang menarik dananya dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) persis di tengah pandemi Covid-19. WHO adalah salah satu lembaga khusus PBB yang mengurus bidang kesehatan.
Pemerintahan global yang diproyeksikan itu ditujukan terutama untuk membangun dan membina kerja sama antara berbagai negara-negara di dunia yang tergabung di dalamnya. Kerja sama global itu terlebih khusus untuk mengatasi masalah-masalah global yang sedang mengancam kehidupan manusia di bumi saat ini yakni perang nuklir, disrupsi teknologi, dan perubahan iklim.
Dampak lebih jauh dari membangun dan membina kerja sama global itu supaya negara-negara yang tergabung di dalamnya dapat lebih siap dan mampu mengatasi berbagai krisis baru yang sulit diprediksi kemunculannya. Terkhusus munculnya sebuah virus baru dalam waktu mendatang.
Artikel Lainnya
-
129614/06/2020
-
45012/02/2024
-
65308/05/2024
-
Transparansi Dana Desa Dalam Penanganan Covid-19
202523/05/2020 -
Memahami Nasab Keilmuan Ala Pesantren
376115/07/2020 -
Tantangan Perempuan Dalam Budaya Patriarki Indonesia
225001/11/2023
