Pendidikan dalam Kepungan Corona

Sejak muncul Desember 2019 di Wuhan, China penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) kini semakin luas, melintasi negara dan benua. Virus ini terus menyerang siapa saja. Jumlah korban semakin banyak, baik yang positif terinfeksi maupun yang meninggal dunia. Syukur karena korban yang sembuh dari serangan virus ini lebih banyak dibandingkan yang meninggal dari total yang terinfeksi. Walau demikian kita harus tetap waspada.
Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini. Satgas penanganan Covid-19 dibentuk dan ketua BNPB Doni Monardo ditunjuk sebagai komando. Status darurat bencana yang awalnya ditetapkan hingga 28 Februari diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Seiring dengan itu, pemerintah memberlakukan kebijakan social distancing yaitu belajar dari rumah, bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, dan selalu menjaga jarak dan kesehatan diri.
Penyebaran Covid-19 yang massif tidak hanya mengancam kesehatan manusia tetapi berimbas pada sektor kehidupan yang lain. Bidang transportasi misalnya, penerapan social distancing yang membatasi aktivitas di luar rumah membuat arus penumpang berkurang. Pariwisata juga kena imbas. Jumlah wisatawan menurun drastis. Dan tempat-tempat wisata ditutup untuk umum. Di bidang keagamaan, kegiatan keagamaan di rumah ibadah ditiadakan. Umat diminta untuk berdoa di rumah.
Pendidikan juga tidak luput dari ancaman Covid-19. Aktivitas pembelajaran di sekolah-sekolah di seluruh tanah air dihentikan. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Kesehatan lahir dan batin siswa, guru, kepala sekolah dan seluruh warga sekolah menjadi pertimbangan utama penghentian aktivitas pendidikan di sekolah.
Ketika sekolah “diliburkan”, bukan berarti bahwa aktivitas belajar dihentikan. Dalam surat edaran Mendikbud dengan tegas dikatakan bahwa proses belajar dilakukan dari rumah. Artinya ruang aktivitas belajar dipindahkan dari sekolah ke rumah. Karena itu walaupun dirumahkan, anak harus tetap belajar. Ya, belajar dari rumah. Inilah yang dipahami secara keliru oleh orangtua siswa. Dimana banyak orangtua yang mengajak anaknya pesiar ke tempat wisata, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan ketika sekolah diliburkan.
Walau dirumahkan, siswa tetap belajar dan mengerjakan tugas yang diberikan tanpa harus bertatap muka dengan guru. Belajar dari rumah dapat dilakukan dengan model pembelajaran dalam jaringan (daring) memanfaatkan kecanggihan teknologi. Model pembelajaran online sudah menjadi trend di era disrupsi teknologi sekarang. Dalam situasi normal pembelajaran online sudah sedang dijalankan banyak sekolah di tanah air.
Beberapa teknologi pembelajaran jarak jauh yang bisa digunakan seperti zoom, google classroom, WhatsApp, dll. Di samping itu tersedia situs Web E-Learning yang bisa dimanfaatkan siswa untuk belajar online yaitu: rumah belajar, google g suite for education, kelas pintar, Microsoft office 365, quipper school, sekolah online ruangguru gratis, belajar online sekolahmu, dan zenius, (Kompas.id, 26/03/20).
Meskipun kita telah memasuki era disrupsi, dalam menerapkan pembelajaran dalam jaringan, kesiapan sekolah sangat bervariasi. Hal ini terkait dengan ketersediaan fasilitas, akses jaringan juga kemampuan guru dan siswa. Bagi sekolah di perkotaan, model pembelajaran dalam jaringan mungkin tidak mengalami kendala karena karena fasilitas tersedia. Berbeda dengan daerah pedesaan yang aksesibilitas dan infrastruktur sangat terbatas. Belum lagi bicara fasilitas yang dimiliki seperti HP atau laptop, kesiapan guru dan siswa, atau masalah jaringan internet.
Jangan Membebani Anak
Entah siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, home learning harus dilakukan karena situasi sekarang membahayakan keselamatan kita. Belajar dari rumah terpaksa dijalankan sebagai upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19. Karena itu metode yang dipilih saat belajar dari rumah harus disesuaikan dengan kondisi akses jaringan atau fasilitas yang dimiliki. Sekolah yang fasilitasnya telah siap bisa melaksanakan pembelajaran dalam jaringan. Sementara sekolah yang belum siap dapat memberikan tugas secara langsung kepada siswa.
Dalam keadaan darurat pandemik Covid-19, belajar dari rumah tidak sama saat situasi normal. Karena itu materi dan tugas yang diberikan kepada siswa tidak membebani mereka tetapi berguna dan bermanfaat untuk kondisi saat ini. Sebagaimana ditegaskan dalam surat edaran Mendikbud, belajar di rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman bermakna bagi anak tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan.
Anak-anak dirumahkan dengan maksud tidak melakukan kontak dengan orang lain. Ketika mereka belajar dari rumah, aktivitas dengan orang lain dibatasi. Anak-anak juga perlu menjaga stamina tubuh dan kesehatan mereka. Mereka butuh istirahat yang cukup, berolahraga secara teratur dan pikiran yang rileks agar tetap sehat. Karena itu sangat tidak efektif apabila tugas yang diberikan guru dalam home learning memaksa anak harus keluar rumah untuk mengerjakannya dan membuat mereka tertekan dan stres. Sebaiknya berilah tugas yang mudah dipahami dengan metode belajar yang efektif dan menyenangkan.
Belajar dari Rumah: Merajut Hubungan Orangtua - Guru
Ketika anak belajar dari rumah, peran orangtua sangat penting. Orangtua lebih dekat dan berada bersama anak di rumah. Orangtua menjadi kunci utama dalam pembelajaran dari rumah sedangkan guru hanya sebagai pendamping yang “memandu” dalam jarak jauh. Peran guru hanya sebagai motivator dan konsultan. Sebaliknya, orangtua harus mengambil peran lebih. Mereka harus menjadi “the real teacher” bagi anaknya.
Belajar dari rumah menerapkan prinsip kerja sama orangtua dan guru. Yang paling penting dalam proses belajar dari rumah adalah komunikasi antara guru dan orangtua. Memang harus diakui bahwa selama ini gap antara orangtua dan guru sangat lebar. Maksudnya hubungan antara orangtua dan guru dalam proses pendidikan anak selama ini tidak berjalan harmonis. Jalinan komunikasi dan kerja sama antara guru dan orangtua belum terbangun dengan baik.
Dalam praktek pendidikan selama ini, antara guru dan orangtua tidak saling mendukung. Dan tidak jarang malah saling mempersalahkan. Dua komponen ini belum seiring sejalan bahkan cendrung berjalan sendiri-sendiri.
Karena itu belajar dari rumah adalah saat untuk merajut kembali hubungan yang renggang ini. Benang-benang komunikasi antara guru dan orangtua yang “koyak” mesti dijahit kembali. Kerja sama yang belum terjalin dengan baik harus ditingkatkan.
Ketika anak belajar dari rumah, jalinan komunikasi orangtua dan guru bisa lebih intens dilakukan. Dengan membangun komunikasi yang intens, hubungan antara orangtua dan guru bisa dipulihkan. Dengan demikian, walau dalam kepungan virus corona, aktivitas belajar dari rumah tetap berjalan efektif.
Artikel Lainnya
-
158311/05/2021
-
35303/05/2024
-
255002/03/2020
-
Tawaran Rekonsiliasi 'Maaf' dan 'Janji' Atas Tragedi Berdarah Sandosi-Adonara
149521/03/2020 -
Strategi Memupuk Literasi Sejak Dini
90301/05/2021 -
Eksistensialisme Dalam Sajak Chairil Anwar
242023/12/2023