Over Populasi dan Ancaman Latennya

Statistisi Ahli Muda BPS Kab. Kuantan Singingi
Over Populasi dan Ancaman Latennya 09/03/2021 5892 view Lainnya Pinterest.com

Pernahkah kita bertanya, berapakah daya tampung maksimal planet ini terhadap populasi manusia yang terus meningkat? Sampai kapankah planet ini dapat menyediakan sumber daya yang dibutuhkan?

Jumlah manusia bertambah sangat cepat dimuka bumi, sementara kapasitas daya dukung dan daya tampung lahannya sudah tidak lagi mendukung. Bumi tengah mengalami overpopulasi. Semakin banyak manusia yang hidup di muka bumi, maka semakin banyak juga hal yang dibutuhkan. Seperti sandang, pangan, tempat tinggal dan hal lainnya yang menjadi bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Tentu kebutuhan manusia tersebut sangat bergantung kepada sumber daya alam yang terbatas pula.

Butuh waktu hingga tahun 1961 untuk mencapai jumlah penduduk Indonesia 97,02 juta jiwa. Akan tetapi sangat menakjubkan hanya butuh waktu kurang dari 60 tahun, jumlah penduduk Indonesia sudah meningkat hampir 3 kali lipatnya. Hasil sensus penduduk 2020 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 270,20 juta jiwa. Pertanyaannya adalah, apakah luas planet ini besrerta sumber dayanya juga meningkat seiring dengan terus berkembang pesatnya jumlah penduduk?

Saat ini saja, 1 dari 10 orang Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Bayangkan apa yang terjadi saat kompetisi semakin ketat dalam memperebutkan sumber daya yang bisa disediakan oleh alam.

Ini mengingatkan kita pada kutipan Thomas Robert Malthus dalam An Essay on the Principle of Population mengenai keruntuhan global akibat overpopulasi. Dalam teorinya, Malthus menggambarkan bahwa pertambahan penduduk akan mengikuti deret ukur atau apabila digambarkan dalam angka adalah 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya. Sementara pertambahan bahan makanan mengikuti deret hitung atau apabila digambarkan dalam angka adalah 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya. Artinya, pertambahan penduduk jauh lebih cepat dari pertambahan bahan makanan. Akibatnya suatu saat nanti akan terjadi perbedaan yang besar antara jumlah penduduk dengan ketersediaan bahan makanan, sehingga bahaya kelaparan akan mengancam penduduk bumi. Terlebih lagi, Malthus juga berpendapat bahwa bahan makanan sangat penting untuk kehidupan manusia sementara nafsu manusia tidak dapat ditahan, termasuk nafsu biologis untuk menghasilkan keturunan.

Dan Brown dalam novelnya berjudul Inferno menggambarkan bahwa overpopulasi sudah ada di depan mata. Mari tengok sejenak pertumbuhan penduduk kita. Perlu ribuan tahun bagi bumi untuk menggenapkan jumlah penduduk menjadi 1 miliar jiwa. United Nations World Population Prospects juga mencatat jumlah penduduk baru mencapai 1 miliar pada 1804. Padahal, bumi sudah lahir sejak jutaan tahun sebelum masehi.

Lalu, secara menakjubkan, hanya perlu sekitar 100 tahun untuk melipatgandakan populasi menjadi 2 miliar pada 1927. Setelah itu, hanya perlu 50 tahun untuk berlipat menjadi 4 miliar pada 1974. Lalu, kita hanya perlu sampai 2024 untuk menjadi 8 miliar. Sehingga, pada 2048 kita sudah berdesakkan bersama 9 miliar penghuni bumi. Bila kita meghitung luas area biologis yang dibutuhkan manusia dalam memproduksi kebutuhan-kebutuhannya (ecological footprint), sesungguhnya bumi sudah kelebihan beban. Laman footprintnetwork.org menghitung, sampai 2008 lalu sebenarnya manusia sudah membutuhkan satu setengah bumi. Dengan angka pertumbuhan seperti saat ini, maka pada 2050 mendatang manusia akan membutuhkan tiga keping bumi untuk menjalani sebuah kehidupan normal.

Dampak Overpopulasi

Beberapa permasalahan kompleks yang akan terjadi jika bumi mengalami overpopulasi yang bisa terjadi yaitu sebagai berikut.

Pertama, Kekurangan lahan tempat tinggal. Setiap manusia pastinya membutuhkan tempat tinggal. Pertumbuhan populasi yang cepat akan menuntut ketersediaan tempat tinggal yang tinggi. Akibatnya akan banyak alih fungsi lahan. Lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian ataupun lahan hijau akan diganti menjadi lahan tempat tinggal. Seiring meningkatnya kebutuhan, pada akhirnya pembangunan lahan tempat tinggal bisa jadi tidak lagi memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

Dampak kedua adalah bencana alam seperti banjir. Hampir tak pernah berhenti kita mendengar berita tentang bencana banjir. Salah satu penyebabnya adalah karena kemampuan luar biasa manusia dalam memproduksi sampah yang tidak diikuti dengan kemampuan untuk melakukan pengelolaannya. Bahkan, seperti kita tahu kumpulan-kumpulan sampah laut atau sampah yang berakhir di lautan dan perairan besar lainya yang dikenal dengan sebutan The Great Pacific Garbage Patch semakin hari semakin meluas. The Great Pacific Garbage Patch kini meluas dengan ukuran yang sepertinya tidak masuk akal. Dikutip dari laman nationalgeographic.grid.id, kumpulan sampah-sampah plastik yang mengambang di lautan antara Hawaii dan California ini terus membesar hingga berukuran 1,6 juta km2. Itu artinya hampir seluas daratan Indonesia (1,6 juta km2).

Bayangkan saja apa yang akan terjadi beberapa puluh tahun mendatang jika tidak ada solusi yang tepat untuk menangani masalah ini. Mungkin seluruh lautan akan tertutup oleh sampah manusia yang semakin hari semakin banyak. Selain itu kebutuhan manusia akan pemukiman yang semakin padat hingga ke bantaran sungai juga bisa menyebabkan banjir. Belum lagi perilaku manusia dalam mengekplorasi dan mengeksploitasi alam.

Dampak ketiga yaitu masalah kerawanan pangan. Salah satu dampak terbesar meningkatnya populasi adalah pertanian. Apakah kita dapat menanam cukup pangan secara berkelanjutan untuk populasi yang terus berkembang? Juga, apakah kita dapat menghadirkan tantangan yang mendesak? Hal ini menjadi semakin penting mengingat meningkatnya populasi baru ini. Dari mana datangnya makanan untuk dua hingga tiga kali lipat orang tambahan ketika kita saat ini saja belum swasembada beras apalagi swasembada pangan? Belum lagi perubahan iklim merusak hasil panen dan cuaca ekstrem mengganggu panen, serta banjir dan kekeringan yang menyebabkan gagal panen. Menumbuhkan cukup makanan untuk populasi kita yang terus bertambah akan menjadi tantangan yang sangat besar.

Selanjutnya dampak keempat yaitu masalah polusi. Semakin meningkatnya jumlah penduduk tentu semakin meningkat juga mobilitasnya. Hal tersebut tentu saja akan menghasilkan peningkatan jumlah kendaraan yang tentu saja akan meningkatkan kadar polusi. Belum lagi polusi dari industri yang tidak ramah lingkungan. Pada akhirnya udara sehat akan menjadi hal yang langka dan mahal untuk didapatkan.

Berikutnya, dampak kelima yaitu penyebaran wabah penyakit. Lihatlah penyebaran Covid-19 saat ini. Tentu penyebaran penyakit yang mewabah akan semakin cepat dan banyak jumlahnya dalam kondisi overpopulasi. Pengendalian wabah akan sulit dilakukan dibandingkan saat jumlah penduduk masih sedikit. Mungkin saja kedepannya akan ditemukan lagi berbagai macam virus baru yang bisa mewabah ke seluruh dunia.

Last but not least, yaitu konflik sosial. Peningkatan jumlah penduduk secarat signifikan yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan berpotensi menimbulkan masalah sosial seperti kemiskinan, pengangguran, konflik antar penduduk dan tindakan-tindakan kriminalitas.

Permasalahan overpopulasi ini tentu harus segera kita atasi supaya kelak tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Cara cepat untuk mengatasi masalah ini tentu saja tidak bisa dengan jalan pintas menghapus setengah populasi. Harus ada cara-cara lain yang lebih beradab.

Sayangnya, ancaman nyata overpopulasi di depan mata nyaris tidak terdengar atau hanya mengendap diruang sunyi. Isu-isu overpopulasi jauh kalah seksi dibandingkan isu-isu politik, ekonomi dan korupsi bahkan isu-isu infotainment. Orang-orang enggan membahas hal yang belum terjadi. Meskipun sebenarnya, masalah overpopulasi harusnya ditangani secara serius selagi masih bisa. Seharusnya pemerintah tidak hanya serius mengurusi masalah ekonomi, politik, bencana, dan masalah-masalah hilir lainnya.

Masalah overpopulasi harusnya juga mendapat perhatian serius dari pemerintah. Jika tidak, maka ramalan hari esok seperti yang digambarkan Dan Brown dalam novelnya yang berjudul Inferno bisa menjadi kenyataan: “Umat manusia, jika tidak terkendali, berfungsi seperti wabah, seperti kanker. Jumlah kita meningkat pada setiap generasi hingga kenyamanan duniawi yang pernah menyehatkan hidup dan persaudaraan kita menyusut sampai habis. Mengungkapkan monster-monster di dalam diri kita, yang bertempur hingga mati untuk memberi makan keturunan kita.”

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya