Nestapa Ibu Hamil dan Anak Tersebab Asap

Minggu-minggu ini kota Pekanbaru setengah lumpuh. Aktivitas sehari-sehari sebagian besar terhenti. Sekolah-sekolah diliburkan. Ibu-ibu hamil mengurung diri di rumah-rumah. Pertokoan menjadi sepi.
Demikian juga di jalan, ketika pagi dan sore cukup ramai, minggu-minggu ini menjadi lengang. Orang-orang pada takut beraktivitas di luar ruangan atau pun tempat terbuka lainnya. Jikapun ada disarankan memakai masker.
Peristiwa tersebut seperti dejavu. Peristiwa yang terulang setiap tahunnya ketika musim kemarau datang. Asap mengepung kota Pekanbaru. Melumpuhkan sebagian aktivitas warganya dan membahayakan penduduk yang tinggal di dalamnya.
Alat pendeteksi Indeks Pencemaran Udara (ISPU) yang terpasang di beberapa titik di Kota Pekanbaru menunjukkan angka lebih dari 300, bahkan di papan tertulis kata “Berbahaya”. Ini berarti udara yang kita hirup di Kota Pekanbaru sudah mengandung partikel-partikel yang tak sehat, bahkan mengandung racun serta mengancam kehidupan bagi penduduk yang tinggal di dalamnya. Udara bersih dan oksigen menjadi barang langka.
Oleh sebab itu, Kota Pekanbaru mulai ditinggalkan warganya. Banyak penduduk yang memilih untuk mengungsi sementara waktu demi memperoleh udara segar.
Tapi entah sampai kapan mereka akan mengugsi ke kota lain. Sebab mereka juga tidak tahu kapan bencana kabut asap ini akan berakhir.
Bagi yang tidak bisa mengungsi dan tidak memiliki tempat yang aman dan steril dari asap, bersiap-siaplah untuk menerima resiko negatif dari keterpaparan asap ini.
Dari penyakit iritasi kulit, perih mata, penyakit saluran pernafasan akut hingga paru-paru dan bahkan bisa jadi muncul penyakit aneh yang diakibatkan oleh kabut asap ini, yang semuanya bisa mengancam keselamatan jiwa. Bahkan diberitakan di Kota Pekanbaru telah ada bayi yang meninggal dunia karena racun kabut asap ini.
Banyak posko-posko peduli asap bermunculan, baik di rumah sakit pemerintah, gedung-gedung pemerintah bahkan markas partai untuk menampung korban terpapar asap terutama bagi ibu hamil, balita dan lansia.
Pembagian maskerpun tersebar di hampir setiap perempatan jalan oleh para sukarelawan. Meskipun kebanyakan masker yang dibagikan bukanlah masker yang standar. Namun Kepedulian ini patut kita hargai.
Sebenarnya bukan posko ataupun pembagian masker yang merupakan solusi permanen dari kejadian kabut asap ini.
Substansi persoalan sesungguhnya adalah bagaimana memadamkan ratusan hektar lahan yang terbakar atau dibakar di Provinsi Riau dan Provinsi-Provinsi lain yang mengalami nasib serupa.
Pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan juga pemerintah kabupaten/kota telah mengerahkan segenap upaya dengan menerjunkan beribu-ribu personel yang terdiri dari tentara, polisi, satpol PP, tim pemadam kebakaran, tim dari kementerian kehutanan dan lingkungan hidup, Badan Penanggulangan Bencana Nasional dan Provinsi, dinas atau badan terkait lainnya, dan dibantu oleh masyarakat peduli api untuk memadamkan kebakaran hutan dan lahan namun hingga saat ini kabut asap di Kota Pekanbaru justru terlihat semakin tebal.
Pemerintah juga sudah mengerahkan puluhan halikopter yang membawa water bom untuk memadamkan api, namun nampaknya api masih sulit dipadamkan. Ribuan liter air yang disemprotkan melalui halikopter juga belum mampu memadamkan api secara optimal. Satu titik api mati, muncul titik api yang lainnya.
Ratusan ton garampun sudah ditaburkan di atas udara Kota Pekanbaru guna mempercepat kondensasi menciptakan hujan buatan. Tapi hingga hari ini belum ada tanda-tanda hujan turun.
Ibadah dan doa meminta hujan hampir tiap hari didengungkan, bahkan presiden Jokowi pun ikut melakukan sholat meminta hujan ketika berkunjung ke Riau. Tapi hujan yang diharapkan belum dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa. Mudah-mudahan dalam waktu dekat hujan segera turun membasahi Kota Pekanbaru.
Bencana kabut asap, adalah lalai yang terulang di tahun-tahun yang berbeda. Dan ketika kekuatan teknologi dan manusia tak mampu memadamkan api yang membakar hutan dan lahan, maka hujan dari Yang Maha Kuasalah satu-satunya harapan untuk memadamkan api yang membakar ratusan hektar dan lahan gambut.
Di saat penduduk di Kota Pekanbaru terkepung asap yang makin tebal serta merindukan datangnya hujan, ada segelintir orang seolah tidak berempati dengan mengatakan bahwa langit di Kota Pekanbaru masih biru serta kejadian kabut asap di Pekanbaru tidak separah seperti yang diberitakan oleh media massa. Padahal kenyataannya langit kami masih kelabu.
Posko-posko pengungsian kebanyakan dipenuhi oleh ibu hamil, balita dan lansia. Karena sesungguhnya merekalah kelompok paling rentan menderita akibat bencana kabut asap ini.
Jika hari-hari ini ibu-ibu hamil tidak berani keluar rumah atau memilih mengungsi di posko yang disediakan, itu sangat wajar sebab selain mereka harus melindungi diri sendiri juga harus melindungi janin yang dikandungnya dari partikel dan racun kabut asap ini.
Ketika seorang ibu hamil menghirup udara yang tidak sehat apalagi mengandung partikel-partikel kecil seperti yang terkandung dalam kabut asap, maka ini sangat membahayakan untuk dirinya dan janin yang dikandungnya.
Hal ini disebabkan oleh partikel-partikel dan racun yang terhirup oleh seorang ibu hamil akan masuk ke pembuluh darah dan pembuluh darah itu merupakan satu-satunya jalan bagi nutrisi-nutrisi dan oksigen yang sangat penting dan dibutuhkan untuk tumbuh kembang janin.
Ini mengakibatkan selain janin tersebut kekurangan oksigen, nutrisi juga akan terkena racun akibat partikel yang masuk lewat pembuluh darah tersebut. Peristiwa ini akan mengakibatkan kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah hingga lahir mati (dr. Chaerunisa, 2019)
Sementara untuk bayi dan anak-anak yang terpapar asap, dalam waktu yang panjang bisa mengakibatkan anak tersebut tumbuh menjadi idiot dan juga beresiko terhadap penyakit kanker otak.
Ini berarti akibat dari asap pada sisi kesehaan ibu hamil, bayi dan anak-anak bukan hanya selesai ketika persoalan asap ini selesai, namun msih ada beban selanjutnya di masa yang akan datang.
Ancaman penyakit seperti kanker otak dan penyakit lain yang dapat muncul di kemudian hari, tentu juga akan menjadi beban pembiayaan kesehatan di masa yang akan datang. Butuh pembiayaan yang tidak sedikit. Persoalan semakin panjang jika yang terpapar dan terkena penyakit ini adalah orang miskin.
Ancaman kejadian idiot bagi bayi dan anak-anak yang terpapar asap juga merupakan ancaman yang serius. Jika bayi dan anak-anak yang hari ini terpapar asap kemudian tumbuh menjadi anak-anak yang idiot kelak di kemudian hari, maka anak-anak tersebut selamanya akan menjadi beban keluarga, masyakarat dan negara. Harapan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul pupus sudah karena bencana kabut asap hari ini.
Agar itu semua tidak terjadi, maka bencana asap harus dihentikan secepatnya. Efek asap dari sisi kesehatan bukan hanya untuk saat ini, namun juga membebani negara di masa yang akan datang.
Persoalannya sekarang, akankah bencana kabut asap ini tidak akan terulang lagi di masa-masa yang akan datang? Tentu saya berharap “tidak”. Harapan dari seorang ayah yang masih memiliki bayi yang membutuhkan lingkungan yang bersih, oksigen yang cukup dan terbebas dari asap beracun, agar bayi tumbuh secara optimal. Mudah-mudahan harapan ini bukan sekedar harapan. Semoga hujan yang kita rindukan bersama segera turun. Semoga ke depan tidak ada lagi asap akibat kebakaran hutan dan lahan. Stop bakar-bakar hutan dan lahan.
Artikel Lainnya
-
78901/03/2025
-
63719/08/2022
-
66307/05/2025
-
Bencana Karhutla, Ironi Yang Tak Berkesudahan
166223/09/2019 -
Catatan Redaksi: Lonjakan Kasus Corona di Era New Nomal
116027/06/2020 -
185218/03/2020