Menjadi Manusia Baru

Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang
Menjadi Manusia Baru 01/03/2021 2381 view Opini Mingguan pixabay.com

Tak terasa sudah lebih kurang satu tahun hidup manusia didampingi oleh wabah pandemi covid-19. Perjalanan hidup ini terbilang amat keras. Penuh perjuangan yang membutuhkan kesiapan mental, psikis dan fisik. Mengapa? Hal ini disebabkan ragamnya dampak negatif yang disebabkan oleh virus mematikan ini. Dampak tersebut bersifat internal menyangkut pribadi setiap manusia maupun bersifat eksternal menyangkut hidup bersama dalam masyarakat dan bernegara. Dengan kata lain covid-19 telah memengaruhi semua aspek lini kehidupan baik universal maupun partikular.

Kenyataan yang harus diterima manusia adalah kini covid-19 telah menjadi habitus baru dalam kehidupan manusia. Artinya manusia harus semakin sadar bahwa kehadirannya merupakan suatu sarana untuk semakin berefleksi. Baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Suatu permenungan yang mendalam sejauh mana aku telah merekonstruksi diri, berbenah diri, membangun sikap dan nilai moral yang berkaidah dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Di sini kita dituntut melalui pertanggungjawaban moral, spiritual, dan sosial.

Mengapa Mesti Berefleksi?

Refleksi merupakan suatu permenungan untuk meningkatkan suatu kesadaran baru dalam memperbaiki hidup yang semakin baik, bermartabat, dan berbudi luhur. Maka dengan berefleksi setiap orang akan menemukan pembaharuan hidup yang mengarah pada kebaikan dan kebenaran.

Refleksi memiliki makna tersirat akan relasi aku dan Tuhan. Maka dengan refleksi kita membuka hati, pikiran dan seluruh keberadaan diri kita untuk sampai pada kesatuan dengan Tuhan. Tujuannya apa? Untuk memperoleh jawaban atas seluruh penderitaan, perjuangan, suka dan duka, untung maupun malang serta sebagai wujud pembaharuan diri.

Refleksi merupakan cara manusia untuk menemukan realitas keberadaan dirinya dengan orang lain. Pentingnya berefleksi bertujuan agar manusia semakin mengalami kebahagiaan, kebaikan, keadilan, kedamaian, kesejahteraan dan sebagainya. Melalui tujuan tersebutlah manusia akan menemukan strategi baru dalam menghadapi masa-masa sulit ini. Refleksi juga akan membantu manusia semakin bertobat dari berbagai kesalahan hidup yang dilakukannya.

Ada Kebahagiaan Di Balik Penderitaan

Adakah kebahagiaan di balik penderitaan? Tidak mungkin kita akan terus terlarut dalam penderitaan kita. Tentu ada tujuan baik yang sedang direncanakan Tuhan. Dalam hal ini kita perlu belajar dari Herman Hesse,”Saya mulai memahami bahwa penderitaan, kekecewaan, dan kesedihan bukan untuk menyusahkan, merendahkan atau merampas martabat kita, tetapi untuk mendewasakan dan mengubah bentuk kita”

Hesse tentu telah menyadari sekaligus memaknai setiap penderitaan sebagai cara mengubah haluan hidup. Perubahan inilah yang patut diperjuangkan manusia. Maka melalui penderitaan kita diajak untuk kembali pada tujuan hidup kita yakni memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

Santo-Santa (Orang Kudus Katolik) menjadi figure bagi kita dalam bertahan di tengah penderitaan dan masa-masa sulit ini. Ketika hendak dihukum mati karna tidak mau menyangkal imannya mereka tetap tabah, sabar dan menyerahkan seluruh penderitaan hidup mereka kepada Tuhan. Akibatnya, mereka justru menerimanya dengan hati terbuka, penuh keikhlasan dan lapang dada. Kini mereka telah menemukan kebahagiaan sejati abadi di Surga yang tak kan pernah hilang dan binasa.

Kita pun patut belajar dari mereka. Dengan menaruh seluruh penderitaan hidup karna covid-19 yang amat menyengsarakan ini terhadap Tuhan, maka Ia akan memberikan jalan terbaik, harapan dan kegembiraan. Semua itu tentu dengan segera berakhirnya pandemi ini. Socrates kiranya telah memberi jawaban tersebut “Kesedihan membuat akal terpana dan tidak berdaya. Jika Kita tertimpa Kesedihan (penderitaan covid-19), terimalah dengan keteguhan hati dan berdayakanlah akal untuk mencari jalan keluar".

Yesus adalah figure dan teladan dalam menghadapi penderitaan akibat covid-19 yang kita alami. Dalam menghadapi penderitaan hidup (salib) Yesus senantiasa mengandalkan Kekuatan dari Bapa-Nya dalam doa. Ia menghadapinya dengan penuh keberanian. Tanpa takut demi mencapai visi dan misi Allah yakni Keselamatan manusia. Penderitaan yang dialami-Nya diterima dengan sepenuh hati. Meskipun dengan cara yang tidak manusiawi dengan mati di kayu salib.

Namun, semua penderitaan, kesengsaraan, bahkan kematian-Nya tidak sia-sia. Justru melalui kebangkitan Ia memperoleh kemuliaan sejati dan kebahagiaan sebagai Tuhan yang menyelamatkan.

Covid-19 adalah salib yang mesti kita panggul bersama. Kita tidak cukup berjuang sendiri. Maka menyertakan Tuhan dan sesama akan meringankan penderitaan akibat pandemi ini. Dengan menyadari penderitaan karena covid-19 ini sebagai bentuk penderitaan bersama Kristus maka kita percaya jika kita menderita bersama Kristus maka kita pun akan berbahagia dan mulia bersama Kristus juga. Artinya penderitaan karena covid-19 adalah cara kita memperoleh kebahagiaan sejati bersama Tuhan dan sesama.

Pembaharuan Hidup

Perjuangan melawan Pandemi memberikan makna berlimpah atas hidup manusia. Makna yang dapat kita temukan baik dalam penderitaan maupun dalam Kebahagiaan. Penderitaan kerap kali kita temukan sebagai akibat pengalaman kesakitan, terluka, tidak berdaya, kesengsaraan dan tidak berdaya guna.

Kebahagiaan justru sebaliknya, membuat kita cenderung melupakan apa dan siapa yang telah memberikannya. Namun, dibalik penderitaan maupun kebahagiaan karena covid-19 ini ternyata banyak makna yang dapat kita renungkan. Kita dituntut untuk semakin hidup berkeutamaan bersama Tuhan dan sesama.

Terhadap Tuhan kita disadarkan bahwa kita adalah manusia lemah. Kita hanyalah ciptaan semata yang tidak luput dari dosa dan segala kesalahan. Namun, manusia acapkali lupa akan kesadaran ini. Manusia tidak dapat berdiri di atas kaki sendiri. Manusia tidak bisa mengandalkan kekuatan sendiri dalam melawan penderitaan karena covid-19 ini. Di sini Tuhan menuntut sebuah pertanggungjawaban moral terhadap manusia.

Perlu kesadaran bahwa hanya Tuhanlah tujuan hidup kita. Hanya Tuhanlah yang berkuasa atas semua kehidupan maupun kematian manusia. Tuhan adalah sumber hidup. Karna Dia adalah pemilik atas kehidupan manusia, maka tugas kita adalah terus berdoa dan memohon belas kasih-Nya terhadap badai pandemi ini.

Maka dengan menaruh segala penderitaan dan seluruh keberadaan diri kita bagi Tuhan, kita semua akan dibebaskan dari segala belenggu kejahatan dan penderitaan hidup sebagai akibat dari wabah Covid-19.

Terhadap sesama kita diajak untuk semakin meningkatkan hidup sebagai manusia yang bermartabat. Manusia yang bermartabat berarti manusia yang solider, toleran, peka, peduli, setia, dapat dipercaya, saling tolong menolong, saling bergotong royong, kerja sama, saling terbuka, saling membutuhkan dan sebagainya.

Namun, ternyata semua nilai-nilai kebaikan tersebut justru telah dilupakan. Lagi-lagi manusia lupa bahwa kita diciptakan berdampingan (adam dan hawa) dengan manusia lain agar hidup saling melengkapi.

Artinya kita yang kuat harus menjadi pelindung bagi kaum lemah. Namun hal itu telah terabaikan. Maka keberadaan covid-19 kiranya menjadi tanda bagi manusia untuk semakin meningkatkan kesadaran hidup bersama. Kehadiran covid-19 menuntut pertanggungjawaban moral juga terhadap sesama. Artinya nilai-nilai hidup bersama harus semakin diperjuangkan kembali.

Jalan Pertobatan

Kehadiran covid-19 merupakan jalan pertobatan yang sejati. Pertobatan untuk berubah haluan dan cara hidup baru yang semakin baik terutama di masa sulit ini. Untuk itu saya memberikan beberapa cara dalam menghadapi covid-19 yang hingga saat ini masih belum dipastikan kapan berakhirnya. Tujuannya adalah sebagai sarana melawan Pandemi covid-19 secara bersama demi kepentingan bersama, kesehatan bersama, dan tujuan hidup bersama yakni bahagia, adil, baik, aman, dan sejahtera.

Pertama, membangun Kesadaran. Kita perlu sadar bahwa bahaya covid-19 ini telah mengancam nyawa diri sendiri dan orang lain. Covid-19 juga telah merugikan banyak aspek kehidupan. Covid-19 adalah ancaman atas hidup manusia baik kini maupun masa depan. Maka dengan semakin sadar kita akan terus berjuang melawannya demi tujuan hidup kita.

Kedua, Penyesalan. Kita perlu menyesali kehidupan kita yang selama ini menyimpang dari berbagai aturan protokol kesehatan. Ternyata masih banyak dari kita yang kurang taat mengikuti aturan. Banyak orang yang sakit dan mati karena covid-19 mungkin karena kesalahan kita. Maka, bentuk dari penyesalan ini adalah membangun niat untuk berjuang melawan covid-19. Misalnya dengan membaca Kitab Suci.

Ketiga, Bertobat. Yang dimaksud dengan bertobat adalah berubah haluan dari cara hidup lama ke cara hidup baru. Jika selama ini saya kurang menaati aturan pemerintah, kurang berdoa, kurang melaksanakan protokol kesehatan, maka inilah saatnya bagi kita berbenah diri. Semakin taat, saling bekerja sama, semakin kritis dan tanggap menghindari covid-19 dan menemukan cara baru demi terbebasnya hidup dari wabah Pandemi covid-19.

Jika anda memiliki tulisan opini atau esai, silahkan dikirim melalui mekanisme di sini. Jika memenuhi standar The Columnist, kami dengan senang hati akan menerbitkannya untuk bertemu dengan para pembaca setia The Columnist.
Artikel Lainnya