Membongkar Konspirasi Dibalik Kenaikan Biaya UKT
			      	
			      	
			      	
			      	Suatu hari, penulis mendapati pernyataan dari pihak Kemdikbud, melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Dikti Ristek), atas kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tidak wajar. Pernyataan tersebut terkesan meremehkan pentingnya kuliah karena pendidikan tinggi adalah kebutuhan pendidikan tersier. Sebagai jalan tengah, Kemdikbud menawarkan skema Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) meskipun bantuan tersebut tidak sepenuhnya menutupi biaya operasional perguruan tinggi.
Persoalan kenaikan UKT kerap mendapat kritik pedas dari mahasiswa dan masyarakat. Kritik tersebut seringkali dilayangkan kepada perguruan tinggi negeri berbadan hukum. Saat ini (2024), tercatat ada 21 perguruan tinggi negeri di Indonesia sudah berbadan hukum. Tidak menutup kemungkinan, jumlah PTN-BH di Indonesia akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Sayangnya aksi protes mahasiswa tolak bayar UKT yang tidak wajar dianggap angin lalu oleh pihak rektorat. Alhasil banyak mahasiswa yang terancam dipersekusi dan dikeluarkan. Jutaan episode aksi protes mahasiswa sudah dilakukan, yang mana aksi tersebut bertujuan untuk mendesak dan menuntut rektor agar segera mencabut keputusan pembayaran UKT yang memberatkan mahasiswa.
Kita semua sudah mengetahui bahwa kuliah menjadi sarana untuk merubah nasib demi penghidupan yang lebih layak. Terlepas dari beragam motif seseorang ingin melanjutkan kuliah, mayoritas perusahaan baik negara maupun swasta selalu membuka kualifikasi lowongan pekerjaan dengan syarat lulusan diploma, sarjana, atau pascasarjana. Persyaratan tersebut belum termasuk syarat tambahan yang makin memperkecil peluang mahasiawa meraih pekerjaan.
Bagaimana mungkin menjadi staf ahli DPR harus bergelar magister sedangkan persyaratan menjadi caleg pusat dan daerah minimal lulusan SMA (secara de jure). Namun, pada kenyataan di lapangan, masih ada sebagian caleg yang lulusan di bawah SMA tetap melenggang di Senayan sampai masa bakti berakhir.
Masalah lain muncul adalah rendahnya manajemen penyelenggaraan perguruan tinggi. Manajemen itu sendiri memuat sarana dan prasarana, tata kepegawaian, birokrasi kampus, dan lain-lain. Masalah ini sudah menjadi rahasia umum karena perbedaan persepsi dan respons pihak universitas dalam menghadapi daftar keluhan mahasiswa. Beberapa mahasiswa juga mengeluh soal minimnya fasilitas kampus selepas membayar UKT. Pendek kata, UKT maksimal fasilitas kampus minimal. Rugi dong!
Sebuah Usulan
Barangkali usulan penulis terkait isu tersebut tidak bermaksud menyelesaikan masalah di atas karena masalah tersebut berpangkal dari sistem penyelenggaraan pendidikan yang berpihak kepada tuntutan industri kapitalistik. Bahkan sekarang ikhtiar untuk menganulir kebijakan menaikkan UKT mahasiswa dengan basa-basi tidaklah efektif.
Sebagai gantinya, penulis menyajikan pandangan lain tentang dibalik kebijakan menaikkan tarif UKT mahasiswa yang kebanyakan berasal dari PTN-BH. Pangkal dari kebijakan tersebut adalah liberalisasi pendidikan. Seperti yang diketahui, liberalisasi pendidikan memicu implikasi standar ganda terkait lulusan universitas dan jurusan yang dipilih. Sementara itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang lebih didasarkan pada kepentingan kaum oligarki, yang seringkali melanggar etika pengetahuan dan moral yang berlaku.
Liberalisasi pendidikan berdampak negatif terhadap persepsi diri mahasiswa terhadap jurusan yang dipilih. Akibatnya muncul polarisasi kubu jurusan yang saling bertentangan. Mahasiswa yang memilih jurusan yang ‘laku dan dibutuhkan’ oleh perusahaan sering mendapat prioritas dan dipandang mulia sama masyarakat. Sebaliknya, mahasiswa yang memilih jurusan yang berlandaskan idealisme mereka dan bertentangan sama kepentingan oligarki, mereka akan diperlakukan sebagai ‘warga negara kelas dua’ dan kesempatan kerja mereka pun dipersempit. Sayangnya, masyarakat masih mempercayai dan menghargai lulusan mahasiswa yang berorientasi pada material ketimbang keunikan sebuah disiplin ilmu.
Di lain sisi, penulis juga menyadari bahwa upaya penggratisan biaya kuliah untuk seluruh lapisan masyarakat juga membutuhkan biaya dan komitmen yang tinggi. Sebab untuk membentuk negara perlu biaya dan komitmen yang panjang. Hal ini belum termasuk ketika menghadapi kelompok masyarakat yang berorientasi pada urusan perut ketimbang pendidikan.
Selama ini kita sudah muak mendengar wacana pendidikan gratis pada saban musim pemilu. Jika menerapkan cara-cara pemerintah Wakanda, kebijakan menaikkan tarif pajak rakyat menjadi solusi jangka pendek. Lesunya perekonomian menjadi efek samping dari kenaikkan tarif pajak. Sebab kebijakan yang diterbitkan itu tidak mampu mengatasi akar masalah bangsa yang sudah menahun, yaitu korupsi.
Masalah korupsi menjadi salah satu pintu menuju negara gagal. Penulis tidak perlu menjelaskan daftar kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Seperti yang diketahui, baik pejabat dan masyarakat awam memiliki kesempatan atau pernah melakukan kebiasaan tidak baik secara terus-menerus. Selama budaya korupsi tidak dikikis oleh kesadaran diri masyarakat dan pejabat yang mau berpikir, jangan harap wacana kuliah gratis segera terwujud.
Pendek kata, upaya mewujudkan kuliah gratis dengan fasilitas kampus memadai tidaklah cukup dimulai dari pejabat negara. Masyarakat yang memiliki keunggulan kuantitas harus membiasakan diri untuk belajar dan berpikir sederhana, melalui pendidikan. Tidak kalah penting, masyarakat harus membedakan mana kepemilikan umum dan mana kepemilikan pribadi untuk memperkecil peluang untuk korupsi. Bukankah pejabat merupakan cerminan kebiasaan masyarakat itu sendiri?
Artikel Lainnya
- 
		                      
		                      426225/08/2020
 - 
		                      
		                      335213/12/2023
 - 
		                      
		                      11011/10/2025
 
- 
		                      
		                      
Menguak Argumen Bangun Pabrik Semen
168629/05/2020 - 
		                      
		                      
Hilangnya Nilai Luhur Manusia di Bumi Indonesia
22724/09/2024 - 
		                      
		                      
Kebebasan Berekspresi di Ujung Tanduk
65014/03/2024 
