Membaca Aristoteles dengan Sudut Pandang Kaidah Fikih
Sebuah peradaban budaya masyarakat pasti memiliki seorang pemikir yang seolah menjadi pemeran utama dalam kehidupan peradaban tersebut. Benturan keras kehidupan sosial melahirkan tokoh dengan perjuangan dan pemikiran yang revolusioner. Jatuh bangkitnya peradaban barat semenjak abad pertengahan hingga renaissans adalah gambaran kongkrit tentang bagaimana realitas peradaban membentuk idealitas masyarakatnya.
Perubahan era di eropa yang bertransisi secara gradual, dari gelap gulita abad pertengahan menuju cahaya terang benderang abad pencerahan, sangat dipengaruhi oleh pemikiran Plato dan Aristoteles. Buku-buku mereka berdua menjadi rujukan utama para pemikir berikutnya dalam rangka membangun kembali budaya yang estetik dan elegan. Oleh karena itu, filsuf yang lahir pasca renaissans harus berterima kasih terlebih dahulu kepada mereka berdua sebelum merasa bangga diri.
Kali ini kita kesampingkan dulu Plato. Sebab tulisan ini akan membahas sedikit keunikan pemikiran Ariestoteles dalam kaitannya dengan kajian Islam.
Membaca wacana pemikiran Aristoteles tak ubahnya membaca kitab kuning versi Eropa. Bukan tanpa alasan, penulis menemukan banyak relevansi pemikirannya yang sekilas mirip dengan beberapa kajian Islam.
Baiklah, Mari kita buktikan bersama melalui tulisan Bertrand Russel yang menjelaskan pemikiran Aristoteles tentang keunggulan demokrasi dalam kehidupan watak pemerintahan; “Monarki lebih baik dibanding aristokrasi, dan aristokrasi lebih baik ketimbang demokrasi. Namun kebobrokan pemerintahan terbaik adalah bencana yang terburuk; dengan demikian tirani lebih jelek daripada oligarki, dan oligarki lebih buruk ketimbang demokrasi. Dari sini Ariestoteles tiba pada pembelaan yang cerdik atas demokrasi; karena kebanyakan pemerintah yang nyata berwatak jahat, maka di antara pelbagai pemerintahan yang nyata itu demokrasi agaknya adalah yang terbaik”
Dengan uraian sebagaimana kutipan di atas, penulis sejenak teringat tentang konsep kaidah fikih mengenai persoalan maslahat dan mafsadat;
درء المفاسد أولى من جلب المصالح
Bahwa dasar sebuah syariat adalah upaya menghasilkan kemaslahatan. Sementara berusaha menolak mafsadat lebih diutamakan daripada berusaha mencapai maslahat. Sebab tidak adanya mafsadat adalah maslahat itu sendiri.
Kembali pada pemikiran Aristoteles mengenai sistem kepemerintahan politik. Secara hierarki ia berpandangan bahwa sistem kepemerintahan terbaik adalah monarki, kemudian aristokrasi dan dilanjutkan oleh sistem kepemerintahan demokrasi. Pandangannya dalam memosisikan monarki sebagai sistem terbaik, tidak lain dan tidak bukan, agaknya karena sistem ini memiliki kontrol kuat terhadap kesejahteraan masyarakat. Di mana sebuah kehidupan masyarakat sepenuhnya diatur oleh kekuasaan tunggal. Sehingga memudahkan Sang Raja untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang memihak pada rakyatnya tanpa perseteruan dan intervensi dari pihak lain. Terlebih, fokus idealitas politik Aristoteles memang cenderung mengarah kepada pengawasan penuh atas kepentingan bersama masyarakat.
Aristokrasi berada di posisi kedua sebagai sistem yang terbaik, memiliki alasan yang hampir sama dengan monarki sebagai sistem kepemerintahan terbaik pertama. Bahwa semakin sedikit kekuasaan maka semakin minim perseteruan yang terjadi antara kelas penguasa dan akan membuat mereka semakin mudah mengontrol rakyat-rakyatnya. Sementara dalam negara demokrasi tak perlu kita pertanyakan lagi bagaimana rumitnya ia bekerja.
Sayangnya, hierarki demikian dapat berlaku ketika tak ada kebobrokan kekuasaan. Dengan kata lain kekuasaan monarki lebih baik daripada aristokrasi selama tidak menjadi tirani, aristokrasi lebih baik ketimbang demokrasi jika tidak dipelintir menjadi kekuasaan oligarki. Oleh sebab itu, berhubung fungsionalisasi kekuasaan harus mengarah kepada kepentingan bersama, maka saat terjadi kebobrokan kekuasaan, baik monarki maupun aristokrasi tidaklah lebik baik ketimbang demokrasi.
Singkat kata, argumen Aristoteles memosisikan demokrasi sebagai sistem yang terburuk, hanya dengan tanda kutip apabila ketiga kekuasaan di atas berjalan sesuai fungsinya sebagai alat kontrol kesejahteraan bersama. Sebab pada akhirnya, ia mencapai kepada kesimpulan yang bagi Russel dinilai sangat cerdik. Bahwa faktanya watak kepemimpinan manusia cenderung lalim, menindas rakyat kecil dan memihak pada kepentingan pribadi. Dengan demikian, sistem kepemerintahan paling ideal dari ketiga sistem tersebut adalah demokrasi.
Bantingan setir yang dilakukan Aristoteles, hingga hierarki kekuasaan ideal terjungkal balik, dari monarki, aristokrasi kemudian demokrasi, menjadi demokrasi, oligarki lalu tirani adalah prinsip yang sejatinya sesuai dengan konsepsi kaidah fiqh tentang maslahat dan mafasadat. Bahwa lebih baik berupaya menolak mafsadat daripada bersusah payah menggapai maslahat. Sebab tidak adanya mafsadat adalah maslahat itu sendiri.
Monarki memanglah baik daripada aristokrasi, dan aristokrasi lebih ideal ketimbang demokrasi. Namun terjadinya kedzaliman pemerintahan, penindasan rakyat kecil dan kesewenang-wenangan kekuasaan kemungkinan besar akan terwujud pada sistem kepemerintahan terbaik. Maka demokrasi adalah sistem yang paling baik dan ideal daripada yang lain. Sebab lebih baik menolak mafsadat kebobrokan kekuasaan daripada berusaha keras menggapai bayangan semu kesejahteraan yang ujung-ujungnya justru terjebak dalam kepemimpinan otoritarianisme dan kediktatoran penguasa.
Entah kebetulan atau tidak, yang jelas, ini hanya satu di antara beberapa pemikirannya yang dianggap hampir mendekati kebenaran. Hal yang membuat pemikiran Aristoteles ini tambah menarik adalah fakta bahwa ia hidup jauh sebelum Masehi. Dimana Rasulullah SAW saat itu belum lahir dan Islam sebagai agama wahyu belum menampakkan diri. Tetapi dengan kejeniusan otaknya membuatnya tiba pada kesimpulan yang tak jauh berbeda dengan prinsip syari’at agama Islam. Maka tak heran jika Hassan Hanafi memiliki spekulasi bahwa Aristoteles berkemungkinan besar adalah seorang Nabi dari Yunani.
Artikel Lainnya
-
145916/06/2020
-
176027/04/2020
-
35915/03/2025
-
45431/12/2023
-
Invasi Konten Vulgar di Tik Tok dan Ancaman Lost Generasi
208009/03/2022 -
118504/02/2022
